Konten dari Pengguna

Aksi Nekat Menikmati Gunung Lawu dari Dekat

Devi Putri Namira
Mahasiswa Universitas Amikom Purwokerto Prodi Ilmu Komunikasi
5 Januari 2025 16:53 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Devi Putri Namira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana pagi di Basecamp Gunung Lawu via Cetho. Sumber: Dokumentasi Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pagi di Basecamp Gunung Lawu via Cetho. Sumber: Dokumentasi Pribadi.
ADVERTISEMENT
Pagi itu, seorang gadis berusia genap dua puluh tahun bergegas melakukan packing barang untuk melakukan aksi "nekat"nya. Ya, gadis itu akan melakukan perjalanan naik ke Gunung Lawu. Ia melakukan hal yang tidak terduga sama sekali, katanya, "sekali-kali nekat."
ADVERTISEMENT
Pukul 12 tengah hari, ia baru bergegas menuju Semarang untuk menyamper teman-temannya yang lain. Ia melewati perjalanan yang sangat melelahkan dengan membawa peralatan pribadi dan juga carrier seberat 65 kilogram, satu setengah lipat dari berat badannya sendiri.
Dalam menuju Semarang, ia melewati jalanan berhawa panas dan dingin dengan jeda yang begitu cepat. Purwokerto hingga Banjarnegara panas, sampai Wonosobo langsung berubah menjadi dingin yang menusuk tulang. Tetapi, di Wonosobo bisa diatasi dengan menikmati keindahan dua gunung kembar, Sindoro dan Sumbing.
Dalam perjalanan menuju Semarang, ia melalui jalanan yang bikin bulu kuduk merinding. Kanan kiri dihimpit hutan, udara berkabut, jalanan berkelok, menanjak curam, dan berbatu, serta bau wangi yang tak luput semerbak di sepanjang jalan. Untungnya, di sepanjang jalan itu ia berpapasan dengan beberapa orang yang menandakan jalan ini masih memiliki jalan keluar, bukan jalan buntu.
ADVERTISEMENT
Satu jam berlalu, untungnya ia menemukan jalan keluarnya. Huft.. permulaan yang sudah sangat menantang. Ia bergegas melanjutkan perjalanan menuju basecamp tempat teman-temannya berkumpul menunggu kedatangannya. Pukul 11 malam, ia akhirnya sampai di basecamp.
Setelah beristirahat selama satu jam, ia dan teman-temannya melakukan perjalanan lanjutan ke Basecamp Gunung Lawu via Cetho. Di perjalanan, aksi menegangkan kembali terjadi. Ia menemukan polisi yang sedang beraksi menangkap para pelaku geng motor yang hendak melakukan aksi balap motor. Selain itu, ia juga ditemani dengan hembusan angin yang dinginnya menghembus hingga kulit meskipun ia sudah menggunakan jaket tebal.
Perjalanan ke Basecamp Gunung Lawu via Cetho memakan waktu dua jam. Kantuk dan sakit pinggang menemaninya di sepanjang perjalanan. Ia bahkan memikirkan untuk putar balik kembali ke rumah dan memikirkan apakah ini akibat karena telah melakukan aksi nekat ini.
ADVERTISEMENT
Basecamp Gunung Lawu via Cetho memiliki track yang sama seperti jalanan sebelumnya yang berbeda hanya kanan kiri adalah jurang. Motor matic beat yang ditumpangi gadis itu sudah menunjukkan tanda untuk pensiun karena kesusahan dalam aksi menanjaknya. Namun, ternyata Tuhan masih membantunya hingga akhirnya ia bisa sampai dengan selamat.
Pemandangan malam dari Basecamp Gunung Lawu. Sumber: Dokumentasi Pribadi.
Sesampainya di basecamp, ia memarkirkan motornya dan mencari tempat untuk dapat beristirahat sebentar sebelum pendaftaran menaiki Gunung Lawu dibuka.
Pukul tujuh pagi matahari sudah menunjukkan sinarnya, meskipun udara dingin masih menyelimuti hingga menusuk tulang meskipun sudah menggunakan sleeping bag. Pagi itu, dengan udara yang dingin, gadis berusia dua puluh tahun itu menikmati segarnya udara yang minim polusi dan hamparan perkotaan di bawahnya. Tak lama, ia bergegas membersihkan diri dan bersiap untuk menaiki Gunung Lawu.
ADVERTISEMENT
Pendaftaran pendakian ini ditarik tarif Rp20,000 perorangan yang mana juga wajib mengisi daftar list barang apa saja yang dibawa dan meninggalkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Pukul 10, ia, teman-temannya, dan tim pendaki lainnya melakukan doa bersama dengan petugas di dekat area loket pendakian Gunung Lawu via Cetho.
Dengan doa yang khusyuk, gadis itu melangkahkan kakinya dengan bacaan bismillah terlebih dahulu yang diiringi dengan melangkahkan kaki kanannya terlebih dahulu memasuki gerbang masuk pendakian. Belum lama melangkah, ia berjalan melewati Candi Kethek.
Candi Kethek. Sumber: Dokumentasi Pribadi.
Pada saat perjalanan, gadis itu tak putus melafalkan bacaan doa-doa dengan tujuan agar diberikan perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa karena langkahnya yang baru pertama kali naik gunung itu. Langkah demi langkah dilalui meskipun napas sudah hampir putus. Gadis itu bahkan menunjukkan wajah yang memerah karena terpaan panasnya matahari dan penatnya perjalanan menanjak.
ADVERTISEMENT
Ketika sampai di warung pertama, ia bersorak gembira, "ini sudah pos 1, ya? Kurang 4 pos lagi dong?" Teman-temannya hanya tertawa dan mengatakan bahwa pos satu masih jauh. Gadis itu bersengut sedih, tetapi ia tetap melanjutkan langkah kakinya.
Perjalanan menuju pos satu juga melewati warung yang mewajibkan menggunakan sehelai kain batik dengan maksud menghargai budaya yang sudah meluhur di Gunung Lawu via Cetho ini. Bau batiknya sangat wangi, meskipun sudah dipakai dan digunakan oleh banyak orang.
Ketika perjalan, gadis itu banyak melakukan observasi. Ia takjub akan indahnya dunia yang jarang dan bahkan ini menjadi pengalaman pertamanya. Ia juga takjub akan banyaknya pendaki yang dengan mudahnya membantu orang lain yang tidak dikenali ketika orang lain membutuhkan bantuan. Meski demikian, banyak juga orang yang hanya menonton dan mengabaikan orang lain yang membutuhkan bantuan.
ADVERTISEMENT
Beruntungnya, ketika sedang kelelahan, gadis itu dibantu oleh bapak-bapak dengan menawarkan teh anget serta ajakan untuk naik bersama. Padahal, bapak itu juga sedang melakukan pendakian bersama teman-temannya yang lain.
Pukul tiga sore, ia sampai di pos tiga. Di sana, ia memutuskan untuk mendirikan tenda karena sudah tidak kuat untuk melanjutkan perjalanan. Bahkan banyak sekali yang meningkatkan untuk tidak memaksakan diri sendiri. Puncak bisa lain kali, keselamatan diri tidak datang dua kali.
Gadis itu baru bisa mendirikan tenda pada pukul lima karena penuhnya area pos tiga ini dari tenda-tenda pendaki. Beruntungnya lagi, ia mendapatkan lahan pendirian tenda yang bersih, dekat dengan kamar mandi, dekat dengan warung, dan berada di tanah yang tidak bergelombang. Ia mendirikan tenda dengan keluh kesah karena ditinggalkan oleh teman-temannya yang lain karena mereka berambisi untuk melakukan pendakian hingga puncak meskipun malam sudah hendak datang.
Senja dari Pos Tiga Gunung Lawu. Sumber: Dokumentasi Pribadi.
Senja di pos tiga sangatlah indah. Tapi, terpaan udara dingin sudah mulai menguat menandakan bahwa malam tidak akan lama lagi. Meskipun kesal karena tidak kuat untuk naik hingga puncak, tetapi ia sudah berpuas hati karena telah menaklukkan kekhawatiran dan melewati ketakutannya untuk naik gunung.
ADVERTISEMENT
Malam hari pun datang, gadis itu tidak kuat menahan dingin hingga nekat untuk membeli mie kuah di warung terdekat. Setelah menunggu, mie pun sudah jadi. Mie kuah buatan orang lain memang lebih enak dari bikinan sendiri, ya? Tidak lupa, teh panas manis juga menemaninya di malam hari itu. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, gadis itu kembali ke tenda dan memutuskan untuk beristirahat dengan harapan keesokan harinya ia bisa melakukan summit ke puncak.
Lagi dan lagi, takdir berkata lain. Gadis itu di pagi hari mengesampingkan keinginannya untuk summit untuk kembali melanjutkan tidurnya karena badannya yang kaku dan beku. Pukul tujuh ia baru membuka matanya dan pergi ke warung untuk memesan nasi pecel telor buatan ibu warung yang enak dan buket itu.
ADVERTISEMENT
Setelah dirasa kenyang, ia bersih-bersih diri dan mengemasi barang-barangnya untuk melakukan perjalanan pulang ke basecamp. Kakinya sudah tidak kuat untuk melangkah menanjaki kaki gunung. Tak lupa ia melakukan aksi mengemas sampah untuk dibawa ke basecamp atas dasar bentuk tanggung jawabnya terhadap kelestarian lingkungan gunung.
Ketika sampai di basecamp, ia didata dan dilakukan pengembalian KTP yang sebelumnya dititipkan. Selepas dari Gunung Lawu, gadis itu bergegas kembali ke Purwokerto. Dalam perjalanan, ia memutuskan untuk makan malam di salah satu franchise ayam cukup terkenal yang mana ketika sampai, mereka sudah mau tutup. Tetapi, atas kebaikan hati mbak kasir, kita diperbolehkan makan di tempat sembari mbak kasir melakukan rekapan pesanan dan beres-beres ruko tersebut.
ADVERTISEMENT
Selepas makan, ia melanjutkan perjalanan dengan tak lupa ucapan terima kasihnya kepada mbak kasir yang baik hati itu. Sepanjang perjalanan pulang, gadis itu melewati Alas Roban yang mana sangat gelap dan minim akan penerangan. Dalam hati ia berdetak kencang dan membatin karena melewati tempat yang sama menakutkannya dengan jalan hutan ketika hendak ke Semarang.
Gadis itu tak henti mengucapkan rapalan doa-doa agar dilindungi dari bahaya yang bisa kapan saja terjadi. Hal yang lebih ditakutkan gadis itu adalah takut bertemu dengan begal. Hal ini ditakutkan karena selain kehilangan barang, ia juga bisa kehilangan nyawanya.
Setelah berjibaku dengan dinginnya malam dan kegelapan sepanjang jalan Alas Roban, gadis itu menemukan jalan keluar untuk melakukan arahnya menuju Wonosobo dan kembali ke Purwokerto. Ketika melintasi Wonosobo, ia kembali ditakjubkan pada indahnya Gunung Sindoro dan Sumbing di malam hari. Dalam hati gadis itu, ia berharap agar dapat diberikan kesempatan untuk dapat menaiki Gunung Sindoro dan Sumbing.
ADVERTISEMENT
Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari, akhirnya gadis itu sudah sampai di Purbalingga yang mana tidak jauh lagi dari Purwokerto. Udara malam itu benar-benar sangat menyiksa, dinginnya menembus hingga darahnyanikut membeku.
Setelah setengah jam perjalanan dari Purbalingga, gadis itu sampai di rumahnya dengan selamat. Untunglah. Meskipun pada perjalanan mengalami berbagai hambatan seperti rem blong, motor mogok, hingga salah jalur, tetapi semua itu dapat dilalui dengan iringan doa dan ikhtiar yang tiada henti.
Pengalaman ke Gunung Lawu gadis itu tidak akan pernah terlupakan selama masa hidupnya.