Konten dari Pengguna

Media Sosial dan Demokrasi dalam Bayang- bayang Hoaks dan Disinformasi

Deviana Haseng
Mahasiswa Universitas Pancasila Ilmu Komunikasi, menyukai hal mengenai broadcasting dan juga memiliki minat besar dalam dunia media serta pengembangan diri. Saya percaya bahwa kominikasi yang efektif adalah kunci untuk membangun hubungan yang kuat.
30 April 2025 9:28 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Deviana Haseng tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: foto pribadi
zoom-in-whitePerbesar
sumber: foto pribadi
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun terakhir, media sosial telah menjadi wadah utama dalam kontestasi politik di Indonesia. Beragamnya platform digital seperti Facebook, X, Instagram serta TikTok dimanfaatkan tidak hanya oleh para politisi, tetapi juga oleh tim pemenangan, relawan daring dan juga buzzer untuk menyampaikan narasi politik kepada publik. Fenomena ini mencerminkan terbentuknya akses informasi secara demokratis, dimana siapa pun bisa terlibat dalam proses politik tanpa bergantung pada media konvensional. Meski begitu, di balik peluang tersebut tersimpan ancaman serius berupaya penyebaran disinformasi terstruktur dan meluas.
ADVERTISEMENT
Media sosial juga menciptakan peluang lebih besar bagi keterlibatan politik masyarakat. Kini, publik dapat secara langsung mengungkapkan pendapat, membahas isu-isu politik dan juga dapat memengaruhi narasi publik tanpa perantara. Namun, kehadiran media sosial tidak lepas dari penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang berusaha mengendalikan opini publik melalui penyebaran hoaks, manipulasi data dan serangan terhadap lawan politik.
Penyebaran disinformasi secara luas tidak hanya membuat pemilih kebingungan, tetapi juga menimbulkan ketidakjelasan dan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan. Banyak pemilih yang bukannya mencari informasi secara objektif tentang calon atau kebijakan, justru lebih terpengaruh oleh narasi emosional yang tersebar di media sosial.
Selain itu, penyebaran hoaks yang dirancang untuk menjatuhkan reputasi calon tertentu membuat banyak pemilih tidak lagi menentukan pilihan berdasarkan kualitas dan integritas, melainkan terpengaruh oleh informasi yang sudah diputarbalikkan. Ketika masyarakat terbelah antara mendukung dan yang menentang, semakin sulit untuk diajak berdiskusi secara produktif. Situasi ini membentuk ruang publik yang penuh ketegangan, dimana diskusi politik tidak lagi berlandaskan pada pemahaman bersama, tetapi pada perbedaan yang terjadi karena penyebaran hoaks dan informasi palsu.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Indonesia harus lebih kritis dalam membaca ataupun menyikapi informasi politik di media sosial. Kuatnya keberadaan media sosial dalam dunia politik, perlu adanya upaya edukasi untuk meningkatkan kesadaran tentang bahayanya penyebaran hoaks. Selain itu, masyarakat perlu terlibat secara aktif dalam menjaga kualitas demokrasi. Partisipasi politik yang baik tidak hanya bergantung pada pemilihan yang cerdas, tetapi juga pada kesadaran masyarakat untuk selalu kritis terhadap setiap informasi yang dibaca.