Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Konflik Agraria Persoalan di Indonesia: Antara Regulasi dan Implementasi
24 Oktober 2024 17:02 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Devi Anna Cintia Situmorang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Konflik Agraria di Indonesia telah memiliki landasan hukum yang kuat dalam pengelolaan agraria melalui Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960. UUPA lahir sebagai manifestasi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun setelah lebih dari 60 tahun, implementasi UUPA masih jauh dari harapan.
ADVERTISEMENT
UUPA sejatinya memiliki semangat kerakyatan yang kuat. Pasal 6 UUPA menegaskan bahwa semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial. Pasal 7 dan 17 membatasi kepemilikan tanah maksimum dan minimum untuk mencegah konsentrasi penguasaan tanah. Sementara Pasal 9 memberikan kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk memperoleh hak atas tanah.
Realitasnya, ketimpangan penguasaan lahan justru semakin menganga. Data Badan Pertanahan Nasional menunjukkan 56% aset produktif nasional hanya dikuasai 0,2% populasi Indonesia. Konflik agraria terus bermunculan karena tumpang tindih klaim dan perizinan. Penetapan kawasan hutan dan pemberian konsesi skala besar sering mengabaikan keberadaan masyarakat adat dan petani lokal.
Berbagai regulasi sektoral pasca UUPA seperti UU Kehutanan, UU Pertambangan, dan UU Perkebunan justru kerap bertentangan dengan semangat UUPA. Ego sektoral antar kementerian mempersulit koordinasi dalam pengelolaan agraria. Reforma agraria yang diamanatkan UUPA berjalan lambat karena lemahnya komitmen politik.
ADVERTISEMENT
Diperlukan harmonisasi regulasi dan penguatan implementasi UUPA. Pemerintah harus menjalankan amanat redistribusi lahan seperti tercantum dalam Pasal 7 dan 17 UUPA. Pengakuan hak ulayat masyarakat adat sesuai Pasal 3 UUPA juga harus diperkuat. Tanpa pembenahan serius, konflik agraria akan terus menjadi ancaman bagi keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat Indonesia.