Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.9
Konten dari Pengguna
Banjir Bekasi, Tradisi Tanpa Solusi?
8 April 2025 10:01 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Devi Melissa Silalahi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Selasa, 4 Maret 2025, hari yang akan Saya ingat sepanjang hidup. Sekitar Pukul 07.00 WIB, dengan tenang Saya memasak makanan si kecil sambil sesekali melihat ke arah luar dari jendela di dapur. Hujan telah berhenti sejak subuh, namun air masih mengenangi jalanan luar dengan tinggi sebetis kaki.
ADVERTISEMENT
Namun, siapa sangka, sejam kemudian, air diluar mulai meninggi dan memasuki teras rumah. Air pun terus masuk melalui celah pintu dan meluap dari kamar mandi. Dalam seketika air di dalam rumah sudah mencapai tinggi 80 cm, melebihi lutut orang dewasa. Saya dan anak pun bergegas naik ke lantai atas tempat toren untuk berlindung. Sementara suami, menyelamatkan perlengkapan si kecil.
Listrik dipadamkan. Dengan sisa baterai handphone dan signal yang lemah, kami berusaha menghubungi banyak pihak untuk evakuasi. Selama menunggu, Saya terus menenangkan si kecil sambil memberikannya ASI. Malangnya, perahu karet baru tiba pukul 14.10 WIB. Padahal, bayi dan lanjut usia seharusnya mendapatkan prioritas.
Kondisi rumah hancur lebur. Kulkas yang baru kami beli jatuh mengambang. Tidak terkecuali dengan mobil, kasur, sofa serta barang-barang lainnya yang ikut terlelap. Sedih, marah, lemas, semua perasaan bercampur aduk.
ADVERTISEMENT
Gugatan Class Action? Rasa-rasanya tidak berguna. Pengelola perumahan pasti berkilah bahwa ini force majeur. Walaupun demikian, pihak pengelola seharusnya memiliki SOP pencegahan dan penanganan banjir yang memadai. Tidak hanya aktif pada saat menagih IPL dan PBB dengan mengerahkan satpam berkeliling menggunakan toak, tetapi juga wajib aktif pada saat terjadi potensi bencana. Sementara di berita, dikabarkan dengan jelas keluarga publik yang evakuasi terlebih dahulu karena telah mengetahui potensi bencana ini. Tidak salah memang, tidak ada yang salah. Tapi alangkah baiknya jika notifikasi bencana dapat diumumkan secara terbuka dan masif sehingga warga memiliki waktu untuk menyelamatkan diri dan barang berharga.
Menilik ke belakang, pembangunan tanggul setelah bencana banjir awal tahun 2020 sangatlah dibanggakan. Namun ternyata, tanggul sebesar apapun tidak mampu menampung debit air yang tinggi. Fokus solusi hanya pada pembangunan. Sementara, hal mendasar seperti pengerukan sungai dan saluran air serta pengelolaan sampah yang berkesinambungan seringkali diabaikan. Penertiban tata ruang pun demikian. Gedung-gedung pencakar semakin tinggi menjulang ke langit tanpa memikirkan ekosistem lain untuk penyerapan air.
ADVERTISEMENT
Kini, menjadi trauma tersendiri setiap kali hujan turun. Akankah banjir Bekasi menjadi tradisi lima tahunan tanpa solusi? Bukan penanganan pasca banjir yang dibutuhkan, tetapi penanganan preventif agar tidak terulang lagi. Terlebih, perbaikan pasca banjir sungguh menguras fisik, mental, dan material yang tidak dapat terdeskripsi dengan tangisan.