Beauty Influencer sebagai Pelopor Self Diagnose di dalam Dunia Kecantikan

Devita Kurnia
Mahasiswi Sosiologi Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
26 November 2022 17:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Devita Kurnia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejak berkembangnya suatu teknologi di masyarakat yang berbasis digital, informasi mengenai kecantikan dan segala upaya yang diinginkan agar menjadi cantik mulai dibentuk melalui berbagai platform di dalam dunia digital itu sendiri. Hadirnya beberapa influencer di masyarakat dalam dunia digital juga memberi gambaran bagaimana informasi dapat tersebar sehingga dapat dengan mudah didapatkan hanya dengan melalui teknologi yang sudah dikuasai oleh masyarakat. Influencer sendiri merupakan seseorang yang memiliki banyak pengikut dalam platform digital sehingga segala hal yang diucapkannya mampu menarik perhatian serta diikuti oleh banyak audience. Sejalan dengan hadirnya influencer, informasi mengenai kecantikan hingga kesehatan kulit pun mulai dibangun oleh para influencer untuk disebarluaskan kepada masyarakat. Seorang influencer yang secara khusus bergerak untuk membahas topik kecantikan disebut dengan beauty influencer. Choi dan Behm-Morawitz pada tahun 2017 mengungkapkan bahwasannya beauty influencer adalah sosok yang memiliki peranan untuk memberikan informasi, memberi pelajaran terkait dengan keterampilan tertentu, dan memberikan gambaran cara untuk melakukan sesuatu melalui konten yang berbentuk klip video lalu kemudian di postingnya dalam platform YouTube ataupun instagram dimana konten tersebut hanya berfokus kepada pembahasan seputar dunia kecantikan di media sosial (Choi dan. Behm-Morawitz, 2017).
Beauty Industry. Sumber: Pexels.com
Dari fenomena ramainya pengikut di dalam platform yang dimiliki oleh para beauty influencer menyebabkan seorang mereka memiliki suatu power yang dianggap lebih kuat daripada masyarakat umum untuk membicarakan terkait dengan hal-hal yang mengarah kepada ranah kecantikan. Power ataupun kekuatan tersebut menyebabkan para beauty influencer memiliki kuasa untuk membangun, mendorong, dan menghadirkan sebuah standar kecantikan yang ada di masyarakat. Hal tersebut disebabkan karena suatu fenomena mengenai kecantikan yang sejatinya dapat dibangun oleh konstruksi di dalam masyarakat. Sedangkan konstruksi itu sendiri dimulai dari pihak yang memiliki kekuatan dominan di dalam masyarakat. Salah satu konstruksi di masyarakat mengenai standar kecantikan yang semakin kuat sejak hadirnya beauty influencer yakni kulit yang glowing adalah definisi dari kecantikan dimana hal ini telah dibuktikan melalui survei Magdalene oleh Purnama Ayu Rizky yang menyatakan bahwa dari jumlah keseluruhan 725 responden, 254 diantaranya memiliki pernyataan bahwa cantik itu ketika seseorang memiliki kulit glowing (Rizky 2022).
ADVERTISEMENT
Atas dasar konstruksi sosial di masyarakat yang semakin berkembang mengenai kulit glowing sebagai standar kecantikan yang baru, menyebabkan hadirnya banyak produk-produk kecantikan yang memberikan janji untuk menghadirkan efek kulit yang menjadi lebih glowing dengan cara pemakaian rutin produk tersebut. Tidak hanya itu, beberapa beauty influencer juga menghadirkan beragam konten untuk merawat kulit agar lebih sehat dan glowing. Kulit sehat yang diartikan oleh banyak orang disini adalah kulit yang tidak memiliki struktur kasar, tanpa jerawat, bersih dari komedo, bahkan pori-pori yang diharuskan untuk tampak lebih kecil. Kulit yang tidak tampak glowing karena adanya beragam struktur baik itu disebabkan karena adanya jerawat dan komedo lalu diarahkan oleh banyak beauty influencer untuk menggunakan produk kecantikan tertentu dengan klaim anti jerawat dan anti komedo. Para beauty influencer juga kerap kali membahas suatu kandungan di dalam beberapa produk untuk menjelaskan bahan-bahan apa yang sensitif bagi kondisi kulit tertentu dan bahan apa saja yang dibutuhkan jika ingin mendapatkan kondisi kulit yang lebih baik. Selain itu, beauty influencer di dalam laman YouTube ataupun Instagram juga sering membagikan mengenai informasi penyebab kondisi kulit berjerawat dan sensitif yang dialami oleh orang lain. Beberapa hal tersebut, kemudian tanpa disadari oleh masyarakat menyebabkan suatu kecenderungan setiap orang untuk melakukan self-diagnosis mengenai kondisi kulit yang dialami saat itu. Self-diagnosis sederhananya adalah suatu cara mendiagnosa secara mandiri mengenai apa yang dialami oleh tubuhnya melalui pengalamannya sendiri. Lebih lengkapnya lagi, menurut Ahmed pada tahun 2017, self-diagnosis sudah dipelajari secara beragam sebagai suatu perilaku kognitif atau proses perilaku yang diinduksi emosi, dibedakan dengan adanya tekanan emosional (Aaiz Ahmed and Stephen S 2017). Kemudian, self-diagnosis diyakini sebagai proses seorang individu mengamati di dalam dirinya mengenai gejala patologi dan mengidentifikasi penyakit maupun gangguan atas dasar itu tanpa adanya konsultasi secara medis (Meizara et al. 2022). Dalam dunia kecantikan, Seseorang yang kemudian menganggap dengan cara menebak-nebak kondisi kulitnya dan juga menganalisis sendiri bahan yang sekiranya sensitif untuk digunakannya merupakan bentuk bagaimana beauty influencer mendorong masyarakat untuk melakukan self-diagnosis. Self-diagnosis pada dunia kecantikan selanjutnya juga mendorong masyarakat yang terinfluence oleh para beauty influencer untuk menggunakan produk yang sesuai dengan apa yang direkomendasi untuk tujuan promosi oleh mereka.
ADVERTISEMENT
References
Aaiz Ahmed, and Stephen S. 2017. “Self-Diagnosis in Psychology Students.” International Journal of Indian Psychology 4(2). doi: 10.25215/0402.035.
Choi, G., & Behm-Morawitz, E. (2017). Giving a new makeover to STEAM: Establishing YouTube beauty gurus as digital literacy educators through messages and effects on viewers.
Meizara, Eva, Puspita Dewi, Ratna Sari, Dearni Regina Lestari, Muh Nurfath, and Muhammad Ma. 2022. “Psikoedukasi Self Diagnose : Kenali Gangguan Anda Sebelum Menjudge Diri Sendiri.” Pengabdi 3(1):19–26.
Rizky, Purnama Ayu. 2022. “Obsesi Cantik, Standar Hingga Peran Media Dan Influencer.” Magdalene. Retrieved November 24, 2022 (https://magdalene.co/story/teknologi-dan-obsesi-cantik-yang-problematik).