Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Merasa Hampa dan Tidak Bersemangat : Kenali Emotional Numbness
2 Januari 2023 18:01 WIB
Tulisan dari Devita Nisa Maharani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Aku merasa kosong dan tidak bersemangat untuk melakukan kegiatan apa pun,” Mungkin kamu sering merasa dan berpikiran seperti itu dalam kehidupan sehari-hari. Ternyata, 2 hal di atas adalah beberapa gejala yang mengarah kepada Emotional Numbness atau yang lebih sering dikenal dengan mati rasa. Mati rasa adalah suatu kondisi di mana kita merasakan adanya kehampaan, tidak bersemangat dan tidak berminat untuk melakukan aktivitas seperti biasanya, karena kita tidak bisa merasakan adanya emosi atau perasaan dalam diri kita.
ADVERTISEMENT
Menurut Mayra Mendez, seorang psikoterapis di Pusat Pengembangan Anak dan Keluarga di Saint John, mati rasa adalah suatu proses mental dan emosional dalam menutup perasaan, yang dapat dialami sebagai defisit dari respons emosional. Biasanya, mati rasa akan berlangsung sementara saja, namun bagi beberapa orang, mati rasa menjadi sebuah strategi melindungi diri dari kemungkinan terjadinya luka fisik maupun mental. Tanpa disadari, mati rasa ini dapat membawa dampak jangka panjang yang buruk, lho.
Mati rasa menghambat kemampuan kita dalam merasakan suatu emosi dan mengekspresikannya. Kita tidak bisa merasakan emosi positif seperti kebahagiaan dan cinta, serta emosi negatif seperti kekecewaan dan kesedihan yang membuat kita merasa terputus dari dunia (Flack dkk., 2000). Mati rasa juga berdampak kepada dampak yang bisa dilihat seperti pelampiasan kepada alkohol untuk merasa berenergi dan aktif kembali, bahkan hingga tidak bisa mengenali diri kita sendiri di mana kita terpaksa untuk menciptakan identitas baru untuk menggambarkan diri kita sendiri.
ADVERTISEMENT
Gejala Emotional Numbness
Gejala mati rasa sendiri memiliki banyak kemiripan dengan gejala depresi, seperti kehilangan ketertarikan dan semangat untuk beraktivitas, susah merasa senang, dan apatis terhadap lingkungan sosial. Dalam kondisi mati rasa, seseorang hanya bisa merasakan emosi marah dan murka saja, yang terkadang cukup mengganggu pada beberapa kondisi tertentu. Yang paling parah, seseorang tidak bisa merasakan perasaan apa pun, benar-benar tidak ada emosi yang dirasakan dan untuk diwujudkan dalam rupa ekspresi. Lantas, apa saja gejala mati rasa?
1. Kesulitan untuk mengakses perasaan dan emosi yang dimiliki, yang juga berdampak pada kesulitan dan keterbatasan merasakan perasaan dan emosi, baik itu positif maupun negatif.
2. Merasa hampa dan kosong, sehingga sulit berkonsentrasi dan pelupa yang memengaruhi seseorang untuk menjadi tidak tertarik dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas keseharian yang biasanya dilakukan.
ADVERTISEMENT
3. Merasa tidak mampu untuk berkontribusi dalam kehidupan, baik itu untuk diri sendiri maupun dalam lingkungan sosial, sehingga lebih memilih untuk bersikap apatis dan mengisolasi diri dari orang lain.
4. Dengan 3 keadaan di atas, seseorang merasa pasrah dengan kehidupan yang dia miliki.
Penyebab Emotional Numbness
Para pakar percaya bahwa emosi membantu kita dalam beradaptasi dengan lingkungan, seperti perasaan negatif yang berguna dalam menghadapi situasi yang tidak menyenangkan. Emosi juga merupakan salah satu bagian dari sistem respons stres kita. Dengan emosi, kita bisa mencari solusi dan mengambil tindakan untuk mengatasi adanya suatu ancaman. Namun, ketika kita sudah tidak bisa merasakan suatu emosi apa pun, hal tersebut akan menjadi masalah. Mati rasa dapat terjadi sebagai efek samping dari adanya strategi melindungi diri yang muncul bahkan tanpa kita sadari, sebagai dampak dari adanya pengalaman traumatis pada masa lalu dan stres yang menimbulkan luka bagi kita. Lalu, apa saja penyebab dari terjadinya mati rasa?
ADVERTISEMENT
1. Gangguan kecemasan dan depresi
Individu dengan diagnosis gangguan kecemasan (Anxiety) dan depresi bisa mengalami mati rasa sebagai efek / konsekuensi dari tingginya tingkat stres, rasa takut, dan rasa khawatir yang berlebihan. Salah satu contohnya yaitu Post Traumatic stres Disorder (PTSD) yang muncul setelah seseorang mengalami sebuah pengalaman traumatis seperti peperangan, kekerasan, bencana alam, dan keadaan lain yang membahayakan nyawa (King dkk., 1998) yang dapat mengarah ke mati rasa.
2. Pengalaman traumatis pada masa lalu
Rasa duka / berkabung dialami ketika seseorang melihat orang terdekatnya menghadapi kematian, atau bahkan ketika dia sendiri merasa bahwa kematian dekat dengannya, dia akan mengalami masa ‘terputusnya’ pikiran dengan emosi yang dirasakan, sehingga berdampak kepada mati rasa. Selain itu, pengalaman seperti pelecehan, kekerasan fisik, bencana alam, dan kecelakaan dapat memicu tumbuhnya stres yang dapat menjadi masalah ketika tanpa disadari muncul pemikiran untuk melindungi diri sendiri. Anak kecil dengan pengalaman traumatis dapat merasakan mati rasa akibat dari ketidakmampuan melindungi diri sendiri.
ADVERTISEMENT
3. Efek samping obat-obatan
Orang dengan diagnosis depresi, harus meminum beberapa obat tertentu untuk mengurangi tingkat depresi tersebut. Namun, beberapa obat yang bertujuan untuk mengobati depresi dan gangguan kecemasan seperti SSRIs dan SNRIs justru memiliki efek samping berupa mati rasa. Sejumlah orang melaporkan bahwa mereka merasa mati rasa setelah meminum antidepressant. Antidepressant dapat menyebabkan penurunan dalam merasakan emosi positif dan negatif, tidak bersemangat, hingga apatis dengan lingkungan sosialnya. Sehingga disarankan untuk berkonsultasi dengan psikiater tentang mati rasa akibat efek samping obat yang diberikan tersebut untuk penggantian obat atau sekadar penyesuaian dosis.
Berdamai dengan Emotional Numbness
Kunci utama dari mati rasa yaitu untuk mendapatkan dukungan dari tenaga professional seperti psikiater. Namun, selain pengobatan yang dilakukan di bawah pengawasan tenaga professional, beberapa teknik sederhana dapat dilakukan secara pribadi untuk membantu berdamai dengan mati rasa yang sedang dialami agar kita bisa merasakan kembali perasaan positif dan negatif.
ADVERTISEMENT
1. Terapi
Terapi diawali dengan konsultasi dengan psikolog / psikiater untuk menemukan solusi yang efektif bagi mati rasa. Jika solusinya yaitu terapi, maka terdapat 2 jenis terapi yang bisa digunakan dalam proses pengobatan mati rasa, yaitu Cognitive Behavioral Therapy, di mana terapi ini memberi kita kesempatan untuk memahami dan mengeskpresikan emosi kita, sehingga pikiran kosong kita teralihkan menjadi kepercayaan / prinsip yang kuat. Dan yang kedua yaitu Acceptance Commitment Therapy, yang biasanya ditujukan untuk penderita PTSD dan gangguan mental lain dengan gejala mati rasa dengan menggunakan metode mindfulness untuk mengenali bagaimana kita mengontrol emosional kita dengan memfokuskan perhatian kepada kehidupan yang bermakna.
2. Mindfulness
Menurut Berceli & Napoli, mindfulness adalah sebuah kemampuan untuk bisa merasakan sebuah pengalaman, dengan menerima segala pikiran dan perasaan, hingga yang negatif sekalipun. Melatih kebiasaan mindfulness dapat mengurangi gejala mati rasa serta membantu untuk tetap fokus dengan apa yang terjadi saat ini, daripada menyesali masa lalu maupun mengkhawatirkan masa depan. Mindfulness dapat diawali dengan mengambil napas dalam dengan pikiran yang rileks untuk merasa tenang dan tidak mudah terganggu dengan pikiran negatif. Mindfulness dapat menenangkan sistem saraf serta meningkatkan kelenturan fisik dan mental yang dapat berdampak pada perbaikan kualitas tidur, pencernaan, dan lain-lain yang mendukung ketahanan emosional.
ADVERTISEMENT
3. Prioritaskan diri sendiri
Fokus pada diri sendiri dapat dimulai dari berusaha untuk pulih, dengan berpikiran bahwa emosi yang dirasakan itu wajar dan tidak salah. Salah satu contoh fokus pada diri sendiri yaitu hidup sehat seperti berolahraga secara teratur (joging, berenang, yoga, hingga berjalan-jalan) yang dilakukan setiap hari dapat meningkatkan kadar endorfin pada tubuh. Selain olahraga, tidur cukup minimal 8 jam sehari juga dapat membantu memperbaiki dan meningkatkan suasana hati. Melakukan hobi yang disukai seperti jurnaling, berkumpul dengan orang-orang dan bermain dengan hewan peliharaan juga dapat memperbaiki pengalaman emosi. Dan yang paling penting, tetap hindari penyebab stres dan kekhawatiran berlebih.