Konten dari Pengguna

Perspektif Dunia Lain Melalui Kereta Lokal

Devita Nisa Maharani
Mahasiswi Psikologi di Universitas Brawijaya
7 Juli 2023 8:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Devita Nisa Maharani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber : Dokumen Pribadi Ketika di Stasiun Wonokromo
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Dokumen Pribadi Ketika di Stasiun Wonokromo
"Muda berkelana, tua bercerita."
Kalimat sederhana yang selalu terngiang di otakku ketika aku sedang merantau di kota yang berjarak 4 jam dengan menggunakan moda transportasi kuda di atas rel besi.
ADVERTISEMENT
Mungkin sudah di angka belasan ketika membahas total aku menaiki kereta api, baik itu kelas Eksekutif, Ekonomi, maupun Kereta Lokal yang harus berjejalan di kereta restorasi karena tidak mendapat tiket dengan tempat duduk.
Membahas kereta lokal, Jawa Timur memiliki kereta lokal yang terbilang cukup beragam, salah satunya kereta api Penataran dan kereta api Dhoho yang saat ini dipegang oleh KA Commuter dan mengalami perubahan semenjak diberlakukannya GAPEKA 1 Juni 2023 kemarin.
Sebagai perantau di kota Malang yang suka melihat pemandangan gedung tinggi, saya senang sekali untuk menjelajah kota sebelah, yaitu Surabaya. Kereta lokal adalah satu-satunya alternatif bagi saya, selain karena ramah di kantung mahasiswa, juga ramah bagi perut yang sensitif terhadap jalan raya. Memang tidak main-main, untuk bisa menelusuri jejak Kota Pahlawan, hanya bermodalkan Rp12.000 saja.
ADVERTISEMENT
Disinilah tempat saya beraksi, entah itu duduk maupun berdiri. Hal pertama yang selalu saya lakukan ialah melontarkan pertanyaan kepada penumpang di depan atau samping saya, "Turun di mana, Kak?", khususnya kepada penumpang wanita atau gadis yang terlihat sepantaran dengan saya.
Biasanya, berangkat dari sebuah pertanyaan sederhana, bisa mengantarkan kami ke berbagai topik. Salah satunya, cerita hidup. Cerita mengenai perantauan, pasangan, hingga kondisi rumah. Khususnya sebagai mahasiswa Psikologi, saya paling suka mendengar cerita orang lain dan meresponnya dengan netral, dan sebisa mungkin menunjukkan ketertarikan saya pada orang tersebut.
Manusia itu unik. Kita berbeda satu sama lain.
Sejauh saya mengobrol dengan berbagai penumpang, saya menemukan hal-hal baru yang memperluas wawasan, hingga mampu mengubah mindset saya mengenai hidup.
ADVERTISEMENT
Ada pasutri dengan 2 balita yang bercerita, bahwa anaknya ingin menaiki kereta lokal. Jadilah mereka memesan tiket kereta lokal, dari Surabaya Gubeng ke Surabaya Gubeng dengan total perjalanan 11 jam! Itupun mereka memesan tanpa tempat duduk. Sungguh mengubah pemikiran saya, bahwa masih ada orang tua yang mau menuruti kemauan anak demi kebahagiaan buah hati.
di sisi lain, ada ibu-ibu yang naik dari Kepanjen dan turun di Waru, nekat untuk berdiri. Padahal, saya saja berdiri dari Blimbing ke Surabaya Gubeng perut sudah mual. Katanya, ibu ini ingin menikmati liburannya yang hanya berkisar 3 hari saja, tanpa anak-anaknya. Sekarang saya tahu, bahwa setiap ibu memang berhak bahagia, dan tidak bisa disalahkan jika kebahagiaannya itu salah satunya dengan bepergian sendiri.
ADVERTISEMENT
Saya juga mengobrol dengan gadis yang terlihat sepantaran dengan saya, ternyata berasal dari kampus sebelah. Dan hebatnya lagi, kami memiliki nama depan yang sama, dan kami sama-sama berasal dari kota kecil di Jawa Timur. Hal ini mengubah pandangan saya, bahwa semua hal pasti sudah diatur oleh Allah dan Allah mempertemukan dua insan itu pasti tidak tanpa sebab.
di sisi lain, ketika menaiki Kereta Jarak Jauh kelas ekonomi, saya mendapat kesempatan berkenalan dengan seorang gadis yang beberapa tahun lebih tua daripada saya, dan kami berasal dari kota yang sama. Saya percaya, bahwa setiap hal yang diberikan oleh Allah kepada saya, pasti akan berguna untuk kedepannya. Wallahualam. Entah kapan, saya percaya bahwa Allah tahu yang terbaik bagi saya.
ADVERTISEMENT
No offense, tetapi terkadang kereta ekonomi-lah yang mempertemukan dan mempersatukan orang-orang. Jika dibandingkan dengan kereta eksekutif, menurut saya, kita lebih individualis (Bahkan saya sendiri pun sengaja memesan seat yang bersebelahan dengan jendela dan sendiri). Kita menginginkan ketenangan dan waktu untuk beristirahat, hal yang bisa didapat di kereta eksekutif.
Maka dari itu, walaupun saya memiliki uang, memang kenangan dan hal spesial dari menaiki kereta lokal dan sekadar bercakap-cakap dengan orang asing adalah hal yang tidak mungkin terulang dan terlupa. Barangkali, pada masa depan kita akan dipertemukan lagi dalam berbagai kondisi.