Perangi Adiksi Gawai pada Anak

Konten dari Pengguna
17 Juli 2019 14:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dewa Ayu Nandya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi adiksi gawai pada anak. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi adiksi gawai pada anak. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kasus kecanduan gawai pada anak masih belum terselesaikan, bahkan sudah semakin parah keadaannya. Fitur yang semakin lengkap dan canggih, serta games yang menarik menjadi daya tarik utama sehingga menghasilkan adiksi yang sulit dihentikan.
ADVERTISEMENT
Gawai dianggap seperti dua bilah pisau, memiliki dampak yang positif dan negatif pada pemiliknya untuk mempermudah menjalankan aktivitas. Kita ketahui bersama bahwa kehadiran gadget berupa smartphone sangat membantu kita dalam mengakses suatu informasi dan sebagai media komunikasi. Namun, ia dapat menjadi candu jika kita terbuai dalam kemudahannya.
Baru-Baru ini kasus terjadi di Bondowoso, Jawa Timur. Poli jiwa RSUD Koesnadi Bondowoso menyatakan bahwa mereka telah merawat dua orang siswa yang kecanduan bermain gawai. Salah satu dari mereka akan membenturkan kepalanya ke tembok jika orang tuanya melarangnya. Keadaan psikotes tersebut menjelaskan bahwa ia mengidentifikasi diri sebagai seorang pembunuh dan membenci kedua orang tuanya.
Kedua anak tersebut bukanlah satu-satunya korban kejamnya adiksi gawai. Menurut hasil survey Kementerian Informasi dan Komunikasi (Kemkominfo), menemukan bahwa 98 persen dari anak-anak dan remaja yang disurvei tahu tentang internet, dan bahwa 79,5 persen diantaranya adalah pengguna internet.
ADVERTISEMENT
Kecanduan ini biasanya bermula ketika anak mengikuti gaya keseharian orang tua yang sibuk menatap gawai yang dimiliki, dan mengizinkan anaknya bermain gawai dengan tujuan menjadi tenang dan penurut. Kejadian ini digunakan sebagai pamungkas untuk orang tua saat anaknya mulai rewel dan menangis. Hal ini berkaitan dengan teori belajar sosial yang menegaskan bahwa pembelajaran terjadi sebagai hasil pengaruh lingkungan. Ketika sang anak melihat orang tua sibuk dengan gawai, maka ia akan mengikuti kebiasaan tersebut.
Ilustrasi anak bersosialisasi. Foto: Shutterstock
Mirisnya, orang tua yang membiarkan kebiasaan tersebut tidak mengetahui bahwa lamanya anak dalam bermain gawai tentu memiliki konsekuensi. Hal ini dapat mengganggu psikologis serta tumbuh kembangnya. Anak yang seharusnya aktif dalam menjalankan gerak motoriknya, terhambat karena adiksi pada gawai dan enggan untuk bermain di luar dan bersosialisasi dengan teman sebayanya.
ADVERTISEMENT
Selain berdampak buruk pada tumbuh kembang, hal ini juga menyangkut kesehatan pancaindra. Paparan radiasi terus menerus dapat merusak mata sehingga mengalami rabun dekat. Kondisi ini terjadi karena penglihatan dipaksa bekerja dan tidak mendapatkan istirahat dengan cukup.
Pengenalan anak sejak dini dengan gawai tentu bukanlah langkah yang tepat. Anak seharusnya belajar banyak hal pada masa tumbuh kembang. Permainan tradisional merupakan permainan yang tepat dimainkan oleh anak karena lebih memiliki banyak manfaat.
Melalui permainan tradisional, anak dapat melatih gerak motorik agar menjadi aktif dan cekatan. Selain itu, anak diajak untuk bersosialisasi dalam mencari teman sebayanya dan mengembangkan kecerdasan emosi ketika ia berkomunikasi dengan sekitarnya. Hal ini dapat memengaruhi kematangan kesehatan mental serta fisiknya di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
Dalam melakukan hal ini, peran dan fungsi orang tua haruslah berjalan dengan baik. pemakaian gawai sudah sepantasnya dibatasi. Bila anak merengek untuk meminta tambahan waktu, sudah seharusnya orang tua bersikap tegas untuk menolaknya agar tidak menghasilkan candu yang dapat merusak seorang anak nantinya.
Selain itu, orang tua dinilai perlu untuk mengajak anaknya bermain di luar, sehingga menciptakan quality time yang berkualitas. Pentingnya pengawasan orang tua dalam perkembangan anak adalah hal yang paling penting. Gawai tak sebanding dengan masa depan anak–anak kelak. Keputusan tegas orang tualah yang menentukan bagaimana seorang anak akan bersikap kelak.