Pak Jokowi, Tolong Segera Selamatkan Bali dari Pandemi

Dewa Komang Ady Suryadinatha
Saat ini bekerja sebagai Humas di Badan Pusat Statistik. Orang Bali yang tinggal di Jakarta. Pemain tenis yang hobi menonton bola. Gemar mendengar musik namun lebih senang mendengar cerita dari lingkungan sekitar.
Konten dari Pengguna
2 Agustus 2021 10:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dewa Komang Ady Suryadinatha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Kondisi Bali Terkini

ADVERTISEMENT
Dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3-4 yang sampai saat ini masih diterapkan di berbagai Kabupaten dan Kota yang ada di Bali, kasus COVID-19 masih kekeuh berada pada kondisi yang mengkhawatirkan. Betapa tidak, Bed Occupancy Rate (BOR) atau keterisian kamar beberapa rumah sakit yang ada di Pulau Dewata tak bisa lagi memenuhi seluruh permintaan untuk isolasi. Di Pulau Seribu Pura, per hari ini (1/8), terdapat 1.146 tambahan kasus dengan 33 kematian dan 839 kesembuhan. Menambah jumlah total kematian menjadi 2.184 korban, atau 2,82% dari total kasus. Sebagai gambaran kasar, jumlah tersebut sama dengan 0,05% penduduk Bali yang diestimasikan sejumlah 4,32 juta jiwa berdasarkan Sensus Penduduk 2020.
ADVERTISEMENT
Situasi ini kian miris. Mengingat beberapa daerah di Pulau Jawa yang sebelumnya dipandang sebagai episentrum penyebaran COVID-19 varian Delta kini sedang memasuki tren minor penurunan kasus. Tentu jika dibandingkan dengan awal ledakan penyebaran di bulan Juli. Pergeseran puncak kasus di Pulau Jawa dan luar Jawa (termasuk Bali) ini perlu diwaspadai. Fasilitas, sarana, dan prasarana yang ada di daerah luar Jawa (termasuk Bali) tidak selengkap yang ada di Pulau Jawa. Di Bali, pemandangan ini terpampang jelas dengan dibangunnya Instalasi Gawat Darurat (IGD) sementara khusus pasien yang tidak terpapar COVID-19 di rumah sakit. Sebut saja Rumah Sakit Wangaya, Rumah Sakit Sanglah (Denpasar), Rumah Sakit Umum Daerah karangasem, dan Rumah Sakit Umum Daerah Buleleng. Situasi ini menunjukkan bahwa alarm bahaya kasus COVID-19 terjadi hampir di seluruh Kabupaten/Kota di Bali.
ADVERTISEMENT

Menelisik Dampak Ekonomi

Pemerintah Provinsi Bali saat ini memang berada pada situasi yang serba sulit. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2021 Bali terkontraksi -9,85% secara year on year. Ini merupakan capaian pertumbuhan ekonomi paling buruk se-Indonesia. Terang saja, jika pertumbuhan ekonomi tersebut ditinjau berdasarkan kategori lapangan usaha, peranan sektor tersier (seperti pariwisata) terhadap perekonomian Bali masih tercatat mendominasi dibandingkan dengan dua sektor lainnya (primer dan sekunder). Share sektor ini pun tak tanggung-tanggung. Selama lima tahun terakhir, sektor tersier rata-rata tercatat menyumbang 65-66% dari total perekonomian seluruh Provinsi.
Sementara itu, penurunan sektor tersier yang terjadi selama masa pandemi mengakibatkan kontribusi sektor primer (seperti pertanian) memiliki ruang untuk menggeliat. Setelah selama 4 tahun kontribusi sektor primer selalu menurun, akhirnya pada tahun 2020 sektor ini mengalami peningkatan sebesar 1,72 poin dibanding tahun 2019.
Sektor pertanian di Bali. Meski berpotensi, namun tidak menguntungkan secara ekonomi.
Mudah ditebak, kelesuan mata pencaharian di sektor pariwisata yang bersifat formal mendorong masyarakat beralih ke pekerjaan yang cenderung informal di sektor primer. Meski ada peluang kecil, perubahan struktur atau transformasi sektor dalam perekonomian adalah hal yang sangat sulit terwujud dalam waktu singkat.
ADVERTISEMENT
Pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak pernah disertai dengan perubahan struktur tenaga kerja yang berimbang. Artinya, laju pergeseran ekonomi sektoral relatif cepat dibandingkan dengan laju pergeseran tenaga kerja. Sedikit saja transformasi ini berjalan kurang seimbang maka dikuatirkan akan terjadi proses pemiskinan dan eksploitasi sumber daya manusia pada sektor primer yang akhirnya berujung pada krisis.

Jadikan Bali Wisata Vaksinasi

Bali tentu tak menutup mata dengan kemungkinan di atas. Buktinya sampai saat ini, pemerintah daerah tampak masih terus melakukan negosiasi pembukaan sektor pariwisata pada pemerintah pusat. Berbagai kebijakan pemerintah pusat pun terpampang nyata mendukung dan diarahkan ke sana. Kebijakan Work From Bali dan sertifikasi Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), dan Environment Sustainability (Kelestarian Lingkungan) menunjukkan prioritas pemerintah pada sektor tersier tersebut untuk menyelamatkan Bali. Cukupkah?
ADVERTISEMENT
Sejatinya saat ini pemerintah sudah melihat bahwa beberapa negara di belahan dunia lain telah memilih untuk hidup berdampingan dengan pandemi. Meski secara eksplisit sektor pariwisata belum beroperasi, namun mereka telah memperlihatkan betapa kegiatan tersier mulai diperbolehkan di muka umum dengan syarat utama vaksinasi.
Prinsip amati-tiru-modifikasi tentu dapat diterapkan. Bali harus secepatnya mencapai kondisi yang sama dengan negara-negara itu. Jika mau nekat, jadikan Bali sebagai wilayah percontohan yang boleh tidak menerapkan PPKM dengan catatan seluruh penduduk yang ada di Pulau Dewata telah divaksinasi komplit tanpa terkecuali. Jatahkan 9 juta dosis sejak awal, lengkap dengan pengerahan Posyandu, Puskesmas, Penyuluh Desa/Banjar, serta libatkan unit kesehatan dari jajaran Korem Wirabuana dan Polda Bali sebagai tenaga vaksinasi. Tak cukup sampai di sana, seluruh pendatang yang ingin datang ke Bali juga diwajibkan untuk menerima dua kali vaksinasi.
Tari Kecak yang sering dipertontonkan di Bali, sebelum pandemi.
Tentu, tulisan ini hanyalah sebuah opsi. Namun tak ada salahnya dicoba, sehingga Bali benar-benar kembali.
ADVERTISEMENT