Konten dari Pengguna

Karena Covid-19 Kawin Massal Di Desa Pengotan Tahun Ini Ditunda

I Dewa Made Suka
I Dewa Made Suka, SH., M.Pd.H, Pernah menjadi kontributor koran TOKOH, sekarang menjadi Widyaiswara pada Perwakilan BKKBN Provinsi Bali. Pendidikan Strata I, pada Fakultas Hukum Unud, Strata II di IHDN Denpasar.
25 November 2020 9:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Dewa Made Suka tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berbagai kearifan luhur dalam tradisi nusantara tetap dipertahankan sampai hari ini, meskipun kecepatan berkembangnya teknologi informasi mengalir dahsyat, telah memasuki setiap denyut nadi kehidupan keluarga Indonesia.
ADVERTISEMENT
Teknologi informasi telah mengubah perspektif manusia Indonesia. Dengan smart phone di tangan, segalanya bisa dilakukan, segalanya menjadi mudah. Mulai bayar listrik, PDAM, bayar kredit, bayar premi asuransi, bayar SPP kuliah, beli quota/pulsa. Membeli makanan/minuman dan sembako juga kebutuhan hidup lain berbagai rupa, dilakukan dengan aplikasi. Begitulah, smart phone, telah mengganti banyak hal dalam hidup kita. Transfer uang cukup dari hand phone, baca berita dapat diakses cepat, perlu buku cukup buka e-book, perlu berita apapun dapat di buka melalui alamat web berbagai media online. Sehingga banyak jenis perkerjaan konvensional akan tergantikan melalui aplikasi di masa yang akan datang.
Meskipun teknologi informasi sudah modern, sudah sangat maju, bahkan melampau kemampuan masyarakat kebanyakan untuk mengikutinya, kearifan tradisi masih tetap berjalan, bahkan bisa bersinergi, dengan kemajuan zaman.
ADVERTISEMENT
Salah satu kearifan tradisi itu adalah kawin massal. Tradisi unik tersebut, terjadi di Desa Pengotan, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Menurut bendesa adat (sejenis Ketua Perangkat adat di tingkat desa), I Wayan Kopok, bahwa kawin massal tahun 2020 ini, ditunda. Hal itu disebabkan karena pandemi Covid-19, sangat menghantui masyarakat. Kawin massal, pastinya, akan melibatkan banyak pasangan. Ditambah dengan kehadiran keluarga pengantin pada kedua mempelai, tentu riskan sekali terpapar virus corona.
Bendesa Adat Pengotan
Sementara, di lain pihak, sebagai prajuru (pimpinan) adat, harus memahamkan masyarakat untuk menerapkan 3M (mencuci tangan minimal 20 detik dengan sabun pada air mengalir, memakai masker, dan menjaga jarak). Demi keselamatan warga, terutama calon mempelai, keputusan menundan kawin massal tahun ini, merupakan tindakan tepat.
ADVERTISEMENT
Menurut Wayan Kopok, kawin massal merupakan warisan leluhur. Sudah terjadi puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Saat kawin massal dilakukan, di dahului dengan menghaturkan canang sedah (sesajen sederhana) kepada saing pat (representasi tokoh masyarakat yang paling tinggi). Saat penyerahan saing pat, akan hadir bendesa adat dan perbekel (kepala desa) sebagai saksi.
Sebelumnya, di identifikasi terlebih dahulu, berapa pasangan akan menikah. Bendesa adat akan mengumumkan jelang hari H kawin massal. Dengan menghaturkan sajen di pura desa, perkawinan dianggap sah. Sebagai bukti, pasangan remaja tersebut meninggalkan dunia remaja dan mulai memasuki masa tua. Adapun symbol masuk ke masa tua adalah dengan makan sirih bagi kedua mempelai.
Ini memberikan makna, bahwa ada perjanjian tidak tertulis pada kedua mempelai, bahwa mereka harus setia sebagai pasangan yang sah. Tugas-tugas harus dipikul bersama, seperti menjadi anggota PKK, anggota dasa wisma sekaligus anggota dinas dan anggota adat dengan segala hak dan kewajibannya. Jadi, pasangan tersebut harus bertanggungjawab baik secara sekala (nyata) maupun niskala (tidak nyata).
ADVERTISEMENT
Di lain pihak, pasangan mempelai ini, secara langsung ataupun tak langsung belajar bagaimana merawat kehamilan, merawat bayi dan anak-anak, memenuhi asupan gizi dan memberikan imunisasi. Juga memberikan kasih sayang dengan segenap belahan jiwa di dalamnya. Sehingga anak-anak yang lahir adalah anak-anak berkualitas, yang di masa depan akan mengambil estafet kepemimpinan keluarga serta meneruskan warisan luhur budaya bangsa serta kearifan tradisi setempat.
Tidak kalah pentingnya, adalah mempersiapkan mental sebagai orang tua, untuk kehadiran anak-anak, yang sering disebut dengan keluarga muda. Produktifitas ekonomi harus dijaga, karena ujian terberat saat ini, adalah mewujudkan ketahanan ekonomi keluarga di tengah pandemi covid-19. Resesi sedang berlangsung, banyak keluarga penghasilannya menurun drastis.
Prosesi kawin massal terdahulu di Desa Pengotan
Terkadang, penundaan kawin massal ada benarnya, dibandingkan berkerumun banyak orang, yang akan memunculkan klaster baru penyebaran covid-19. Menurut Wikipedia, hari ini (24 Nopember 2020), jumlah kasus Covid-19 sebanyak 506 ribu, yang sembuh 425 ribu dan yang meninggal dunia mencapai 16.111 orang. Berdasarkan lokasi, dapat dilihat, kasus terbanyak adalah DKI Jakarta dengan kasus 129 ribu, sembuh 118 ribu dan meninggal 2.561 orang. Jumlah kasus terbanyak berikutnya, adalah provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, disusul Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Calon pengantin, rasanya sedang menunggu Covid-19 segera berlalu, sehingga mereka dapat melangsungkan perkawinan dengan semangat tradisi luhur yang dimiliki Desa Pengotan, dan juga dengan biaya sangat murah, sebesar Rp 450 ribu/pengantin**