Konten dari Pengguna

Menyambung Garis Putus Jurnalistik

I Dewa Made Suka
I Dewa Made Suka, SH., M.Pd.H, Pernah menjadi kontributor koran TOKOH, sekarang menjadi Widyaiswara pada Perwakilan BKKBN Provinsi Bali. Pendidikan Strata I, pada Fakultas Hukum Unud, Strata II di IHDN Denpasar.
12 Maret 2021 11:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Dewa Made Suka tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi menulis Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi menulis Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Pengumuman yang disampaikan BKKBN Pusat, membuat hati saya lega namun hampir tidak percaya. Bagaimana tidak. Lomba menulis untuk pertama kali saya ikuti yang diselenggarakan oleh Forum Antar Umat Beragama Peduli Keluarga Sejahtera dan Kependudukan (FAPSEDU), Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB), Departemen Agama dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana nasional (BKKBN), ternyata membuahkan hasil. Saya keluar sebagai Juara III (tiga) Nasional menulis artikel populer, yang bertemakan Keluarga Sejahtera Perspektif Agama. Di posisi ini saja, rasa syukur saya bukan kepalang.
ADVERTISEMENT
Kejadian tersebut, berlangsung cukup lama, yaitu tahun 2008, jelang perayaan Hari Keluarga Nasional (Harganas), yang jatuh setiap tanggal 29 Juni tiap tahunnya. Selembar kertas penghargaan dan uang tunai yang saya dapatkan telah memacu semangat menulis saya. Saya ingin jadi penulis, kalaupun belum, paling tidak saya ingin menuliskan setiap sisi-sisi tertentu tugas pokok fungsi yang dibebankan lembaga tempat saya bernaung. Andaikan itu belum bisa, cukuplah saya bisa menuliskan ide atau gagasan yang muncul di kepala, agar menjadi satu atau dua paragrap, sekedar menjadi dokumen indah perjalanan ASN.
Pelatihan Jurnalistik
Merasakan manfaat menulis yang membanggakan hati, saya kemudian mengikuti kelas pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan oleh Koran Tokoh bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dwijendra Denpasar pada tahun 2010. Narasumbernya adalah Dosen di Universitas tersebut, serta Pemimpin Redaksi Koran Tokoh, kala itu. Setelah seharian dijejali berbagai teori kepenulisan artikel dan berita, besoknya dilakukan praktik lapangan. Tugasnya adalah melakukan wawancara dengan elemen masyarakat sekitarnya. Apakah mereka berstatus pegawai negeri, pegawai bank, sopir angkot, buruh bangunan, pedagang, mahasiswa, pelajar, dagang dan sebagainya. Peserta pun bertebaran mencari sasaran untuk ditulis. Mencoba menerjemahkan ide atau gagasan di kepala masing-masing, menjadi tulisan nyata, dengan teori seadanya.
ADVERTISEMENT
Saya adalah salah satu dari mereka, yang berlagak wartawan. “Yang penting menulis”, pikir saya. Bertemulah saya tukang parkir, di area pasar Kereneng, Denpasar. Saya membukanya, dengan salam, “selamat pagi, maaf mengganggu waktunya sebentar”, kata saya. Setelah saya memperkenalkan diri, menyatakan maksud dan tujuan saya bertemu, wawancara pun berlangsung hangat penuh kekeluargaan.
Saya mendapatkan data identitas diri dan keluarganya, bagaimana memanfaatkan penghasilan pas-pasan untuk menanggung keluarga dan sekolahkan anak, belum lagi kegiatan sosial kemasyarakatan, juga kadang mengunjungi sanak keluarga yang sakit ataupun menikah, dan sebagainya. Saya juga mendapatkan harapan dan cita-cita si tukang parkir untuk anak-anak mereka di masa depan. Setelah data tersebut terkumpul, lalu saya olah sekenanya. Menghubungkannya dengan teori penulisan serta membuka beberapa referensi untuk memperkayanya. Seperempat hari berkutat dengan wawancara, menuangkan kata dan kalimat ke dalam paragraf, jadilah alinea, jadilah artikel. Itupun menurut saya, he…he… Dan hari itu, penutupan pelatihan jurnalistik dilakukan, setelah semua peserta setor tulisan hasil praktik lapangan kepada panitia.
ADVERTISEMENT
Mulai menulis
Besoknya, saya melakukan aktivitas ASN seperti biasa. Datang ke kantor, absen, mengerjakan kewajiban sesuai uraian tugas yang dibebankan lembaga. Jelang siang hari, saya mendapat SMS dari Pemimpin Redaksi Koran Tokoh, Pak Widminarko. Isi pesannya sebagai berikut, “tulis tentang akseptor lestari, lalu kirim ke Koran Tokoh”. Saya pun kebingungan menerjemahkan permintaan tersebut. Karena, akseptor lestari artinya, pasangan usia subur (PUS) yang menggunakan salah satu alat kontrasepsi, tanpa putus pakai dan tanpa diselingi kehamilan, dengan klasifikasi akseptor lestari 5 (lima) tahun, akseptor lestari 10 (sepuluh) tahun dan akseptor lestari 15 (limabelas) tahun.
Sebagai bentuk tanggungjawab, implementasi pasca pelatihan jurnalistik kemarin, saya kemudian menyanggupi. Pikiran dan hayalan saya ke mana-mana, bahkan saya melakukan komunikasi dengan teman-teman Penyuluh Keluarga Berencana, di lapangan. Akhirnya saya bertemu dengan pasangan akseptor lestari 10 tahun. Wawancara mendalam saya lakukan. Menghubungkan dengan data statistik rutin BKKBN Provinsi Bali dan Pusat. Menakar kebahagiaan keluarga tersebut dengan menjadi akseptor lestari, observasi kesuksesan anak-anaknya menempuh pendidikan tinggi, dan keringanan biaya ekonomi dengan 2 (dua) anak, sungguh menjadi balutan kasih sayang mereka membina keluarga sejahtera.
ADVERTISEMENT
Setelah menjadi artikel sederhana, tulisan itupun saya kirim ke Koran Tokoh, lengkap dengan foto bahagia keluarga lestari tersebut. Karena terbit mingguan, saya pun menunggu. Dan… bangga hati saya, ketika mendapatkan artikel tulisan saya tersebut dimuat. Tulisan pertama itu, menjadi pembuka tulisan-tulisan berikutnya yang tiap terbitan, saya berusaha menulis sesuai permintaan redaksi. Sehingga tulisan saya, menjangkau lebih luas lagi, tidak hanya bidang kependudukan dan keluarga berencana, tapi juga bidang pertanian, peternakan, perikanan dan pariwisata. Tiap bulan saya juga menerima informasi, untuk mengambil honor tulisan, sehingga semakin terdorong untuk lebih giat lagi menulis artikel, meskipun honor bukanlah tujuan utama.
Menyambung garis putus
Hampir 2 (dua) tahun saya lakoni, menulis artikel selingkungan Koran Tokoh, tepatnya tahun 2010-2012. Setelah itu saya berhenti menulis. Sudah 8 (delapan) tahun. Bukan karena ada masalah tertentu, tetapi karena saya pindah tugas ke BKKBN Provinsi. Lama sekali untuk move on dari kondisi stagnan terdahulu. Untunglah saya bertemu pelatihan ASN menulis, di bulan Oktober 2020 dengan Bapak Fathurrohman jadi pembimbing serta Media Online Kumparan sebagai wahana menuangkan tulisan ASN. Saya seperti terpanggil untuk menulis lagi, untuk menyambung garis jurnalistik yang sempat terputus… Aminn…
ADVERTISEMENT