Indonesia Berdaya dalam Wacana 'New Normal'

Dewi Ambarwati
Dosen Universitas Islam Raden Rahmat (UNIRA) Malang Pegiat Antikorupsi Penyuluh Antikoupsi Jenjang Pratama
Konten dari Pengguna
28 Mei 2020 10:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dewi Ambarwati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok: Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Dok: Pixabay.
ADVERTISEMENT
Belakangan sering terdengar wacana “New Normal” yang akan diberlakukan dalam 5 tahapan atau fase pemulihan ekonomi di Indonesia. Mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta tanggal 15 Mei 2020, bahwa kehidupan masyarakat dipastikan berubah untuk mengatasi risiko wabah pandemi, dan disebut sebagai new normal atau tatanan kehidupan baru. Pemerintah dalam hal ini meminta masyarakat untuk “berdamai” dan “hidup berdampingan” dengan covid-19 dimana akan merubah seluruh cultur life and social di segala aspek dan tentu hal ini tidak mudah.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari grafis tempo.co, bahwa Direktur Regional World Health Organization (WHO) untuk Eropa, Dr. Hans Henri P. Kluge pun telah memberikan panduan untuk negara-negara Eropa yang akan menerapkan new normal tersebut. Setiap tahapan yang dilakukan untuk meringankan pembatasan dan transisi harus memastikan bahwa (1) terbukti pandemi covid-19 telah dikendalikan; (2) kesehatan masyarakat dan kepastian sistem kesehatan mampu untuk mengidentifikasi, mengisolasi, menguji, melacak kontak dan mengkarantina; (3) mengurangi risiko wabah dengan pengaturan ketat terhadap tempat yang memiliki kerentanan tinggi terutama dirumah orang lanjut usia, fasilitas kesehatan mental dan pemukiman padat; (4) pencegahan ditempat kerja ditetapkan seperti jarak fisik, fasilitas mencuci tangan, etiket penerapan pernapasan; (5) Risiko penyebaran imported case dapat dikendalikan; dan (6) masyarakat ikut berperan dalam transisi. Lantas bagaimana di Indonesia?
ADVERTISEMENT
Pemberlakuan new normal ini, sejatinya dapat dilakukan jika kurva infeksi covid-19 di Indonesia cenderung dapat dikendalikan (landai) bahkan berkurang. Jika Indonesia belum menunjukkan kualitas penurunan kasus infeksi atau minimal tidak ada peningkatan, maka pemberlakuan new normal tersebut rasanya “kurang aman” untuk diberlakukan. Sangat diperlukan kesadaran masyarakat yang tinggi minimal untuk melindungi dirinya sendiri dan memutus penyebaran mata rantai pandemi.
Fase new normal ini merupakan fase dimana kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai dihentikan dan mengajak masyarakat untuk sadar serta kembali berkegiatan dengan lebih memperhatikan protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah seperti menjaga jarak (physical distancing) pada saat beraktivitas, menggunakan hand sanitizer, menggunakan masker saat keluar rumah serta berolahraga dan makan makanan yang bergizi bagi tubuh.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa kemungkinan yang dihadapi pada saat pemberlakuan new normal nanti, di antaranya adalah jika masyarakat mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan maka lambat laun perekonomian akan pulih, masyarakat akan lebih berdaya untuk mandiri serta mampu menghasilkan sumber daya baru di tengah masa pandemi. Sebaliknya, potensi penambahan pasien covid-19 pun bisa bertambah apabila pemerintah tidak tegas menerapkan sanksi baik pengawasan dan imbauan untuk tetap mengikuti protokol kesehatan di era new normal nanti.
Potensi New Normal Terhadap Geliat Perekonomian
Masa pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia, berdampak pada perubahan kehidupan yang sangat siginifikan serta mempengaruhi kondisi perekonomian. Banyak korban baik yang terdampak langsung maupun tidak langsung merasakan penurunan pendapatan yang cukup tajam. Anjuran pemerintah untuk “work from home” nyatanya masih menyisakan beberapa permasalahan di beberapa lapisan masyarakat terutama di level akar. Aksentuasinya terletak pada ruas yang berimbang yaitu dari sisi kesehatan dan sisi pemenuhan kebutuhan sehari-hari bagi kalangan buruh maupun pekerja sektor informal yang notabene “butuh” untuk mengais penghidupan di luar rumah.
ADVERTISEMENT
Ekspor impor pun terkendala. Banyak pengangguran baru karena maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), minimnya lapangan pekerjaan yang buka hingga pengurangan (pemotongan) gaji karyawan yang kian marak diperbincangkan. Banyaknya potensi problematika perekonomian yang dihadapi Indonesia saat ini mendorong negara untuk mencari jalan keluar yang tentunya solutif nan aman untuk merangsang pertumbuhan perekonomian di tahap new normal kedepannya.
Ada beberapa sektor perekonomian yang dapat dimaksimalkan selama pemberlakuan new normal, di antaranya adalah sektor pertanian dan sektor sumber daya manusia. Pada sektor pertanian, pemerintah dapat memberikan stimulus-stimulus baru dengan memberikan akses pendistribusian yang merata akan hasil-hasil desa untuk digunakan menyuplai kebutuhan masyarakat, pemanfaatan hasil bumi dan berusaha memenuhi kebutuhan hidup dengan swadaya.
Di Sektor sumber daya manusia, peran pemerintah dan seluruh warga negara sangat diperlukan. Sumber daya manusia yang dibutuhkan adalah mengarah pada pemenuhan kebutuhan secara swadaya dengan menemukan potensi-potensi sumber daya yang bisa dimanfaatkan dan menghasilkan sumber penghidupan baru. Selain itu, penciptaan lapangan pekerjaan baru dengan cara meningkatkan skill atau keahlian masyarakat melalui program-program pemberdayaan pemerintah yang minim biaya, sehingga akses keahlian untuk menciptakan lapangan pekerjaan dapat diakses seluas-luasnya oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Self Healing Saat Fase New Normal
Traumatik yang dirasakan masyarakat terkait terjangkitnya Indonesia dari covid-19 ini memberikan pelajaran tersendiri. Masyarakat yang pada awalnya terkesan kurang sadar dan paham betapa pentingnya menjaga kesehatan, tidak serta merta melakukan kontak fisik, memahami etika saat sedang sakit (flu atau batuk) dengan menggunakan masker kesehatan akhirnya mengetahui secara gamblang seiring dengan meningkatnya orang yang terinfeksi covid-19.
Rasa takut untuk berinteraksi di luar rumah, pemberlakuan jam malam dan aktivitas warga tentu sangat berpengaruh pada kondisi menyongsong new normal di Indonesia. PSBB yang bertujuan untuk mencegah meluasnya penyebaran penyakit yang berstatus darurat kesehatan di suatu wilayah tertentu dirasa masih belum optimal. Faktanya, masih didapati masyarakat yang berkerumun (seperti di tempat perbelanjaan, café dan tempat-tempat lain yang masih diizinkan untuk beroperasi), tidak menggunakan masker dan sarung tangan saat berkendara dan beraktivitas di luar rumah.
ADVERTISEMENT
Kondisi semacam ini memang tidak sepenuhnya kesalahan dari masyarakat untuk mengerti akan betapa pentingnya mengikuti anjuran dari pemerintah, melainkan adanya faktor eksternal yang melatarbelakangi hal tersebut terjadi. Seperti halnya pemberian edukasi, pengawasan dan faktor kepatuhan lingkungan yang juga dapat mempengaruhi tingkat kesadaran masyarakat. Jika edukasi mengenai bahaya dan urgensi memutus pandemi covid-19 menyentuh setiap lapisan masyarakat dengan merata tentu hal tersebut dapat diminimalisir. Kepatuhan masyarakat akan imbauan protokol kesehatan dari pemerintah pun bisa teraktualisasi dengan baik.
Indonesia Berdaya
Terlepas dari pro dan kontra publik atas pemberlakuan era new normal di Indonesia, marilah kita menyadari satu hal dimana hal ini merupakan sebuah titik balik dari segala permasalahan bangsa di era pandemi. Indonesia berdaya. Berdaya yang dimaksudkan disini adalah mampu untuk bangkit, menjadi lebih mandiri dan berswadaya terhadap pemenuhan kebutuhan dengan menggali potensi-potensi unggul setiap daerah.
ADVERTISEMENT
Tentu saja, esensi dari berdaya menurut penulis adalah sesuai dengan pengamalan sila ketiga dan sila ke lima Pancasila yang mana mencerminkan nilai gotong royong. Inilah momentum yang tepat untuk bangkit dari keterpurukan, dari situasi yang ‘kemarin’ sempat dirasakan ‘mementingkan diri sendiri’ seperti adanya kasus penimbunan masker, hand sanitizer, menaikkan harga dsb. Tentu kondisi demikian tidak mencerminkan nilai gotong royong sama sekali.
Berdaya untuk lebih mawas diri dan sadar akan betapa pentingnya ‘peduli’ dengan orang lain. Hidup tidak hanya berbicara pada kemanfaatan pribadi, tetapi lebih berfokus pada kesejahteraan dan keseimbangan antara kita dengan individu lainnya. Berdaya untuk lebih tepa selira atau mampu menempatkan diri di lingkungan sehari-hari. Era new normal tidak berkutat pada kesehatan dan ekonomi saja tetapi pada perubahan tatanan sosial yang membutuhkan kesadaran dari seluruh elemen negara.
ADVERTISEMENT
Jika kita bisa ‘berdaya’ di segala aspek, baik kesehatan, Pendidikan, sosial dan ekonomi, niscaya, seusai pandemi ini berakhir, kita dapat menjadi bangsa yang produktif, kreatif dan mampu berdaya saing dengan negara-negara lain. Ini adalah mimpi dan tujuan terbesar yang dapat kita wujudkan bersama.
Salam