Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Mengizinkan Rasa Duka Akibat Kehilangan Orang Tercinta di Masa Pandemi
28 Juli 2021 10:38 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari dewi arini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemik COVID-19 yang dimulai pada awal tahun 2020 dan masih berlangsung hingga saat ini membuat duka mendalam bagi masyarakat Indonesia. Menurut data statistik belum adanya penurunan kasus yang signifikan dari awal tahun hingga saat ini di mana kasus terinfeksi dan kematian makin terus meningkat. Belakang ini, varian Delta COVID-19 yang makin mengganas pun tidak hanya menularkan pada kalangan produktif dan usia senja, akan tetapi pada anak-anak dan balita sehingga makin bertambah kasus baru dan kematian. Hingga saat ini kasus yang tercatat adalah 3,17 juta orang yang dinyatakan terinfeksi virus COVID-19, pasien yang dinyatakan sembuh adalah 2,51 juta, dan meninggal 83.279 orang yang berjuang dan akhirnya tutup usia (Data Statistik Juli 2021, Kementerian Kesehatan RI).
ADVERTISEMENT
Upaya pemerintah yang maksimal untuk mengurangi laju perkembangan penularan virus mulai dari PSBB dengan beberapa jenjang, WFH bagi karyawan dan belajar di rumah pada anak-anak sekolah, penutupan arus datang dan masuk luar wilayah, memberikan vaksin cuma-cuma kepada hampir seluruh masyarakat Indonesia, mengedukasi dengan slogan 3 M sampai 5 M agar memudahkan seluruh masyarakat memahami dampak dan pentingnya menjaga kesehatan. Namun sampai saat ini masih belum dapat mengurangi laju penularan virus.
Kehilangan orang-orang terkasih yang tiba-tiba di masa pandemi ini menyebabkan duka mendalam yang dialami oleh sebagian orang. Belum lepas satu berita duka, melalui laman media sosial dan pemberitahuan langsung dari rumah ibadah, pun membuat perasaan duka kita semakin mendalam. Kehilangan seorang yang sangat penting keberadaannya dan bermakna dalam hidup (significant others) memberikan duka mendalam dan kepedihan hebat yang menghasilkan rasa lelah tanpa alasan, makan tidak nafsu dan sulit untuk tidur atau sering kali melamun.
ADVERTISEMENT
Perasaan duka akibat kematian mempengaruhi sistem perasaan, pikiran, dan perilaku yang dipicu karena kehilangan yang menyebabkan kelumpuhan emosi, tidak percaya, cemas akan berpisah, putus asa, sedih, dan kesepian yang menyertai. Selain itu, Kehilangan seorang terkasih membawa perubahan dalam status dan peran, seperti status individu sebagai anak dan akhirnya kehilangan salah satu orang tua, kehilangan saudara tertua maka ia yang akan menggantikan, status suami atau istri yang kehilangan salah satunya dan berubah peran menjadi orang tua tunggal. Ini yang menjadikan seseorang tidak siap menerima peran baru secara tiba-tiba.
Teori yang dikenalkan dan dikembangkan oleh Psikiater Elisabeth Kubler-Ross berupa lima tahapan kedukaan (The Five Stages Of Grief) pada tahun 1969 (dalam buku Psikoterapi kedukaan) dari penelitiannya berdasarkan wawancara pasien yang mengalami penyakit serius akibat kematian. Ia menyampaikan bahwa terdapat lima tahapan dalam mengatasi kedukaan yaitu :
ADVERTISEMENT
1. Penyangkalan (Denial), ini adalah reaksi normal kita, ini merupakan pertahanan sementara untuk diri sendiri. Perasan ini akan tergantikan dengan kesadaran yang mendalam akan kepemilikan individu yang ditinggalkan karena kematian. Reaksi ucap yang muncul adalah “Saya merasa baik-baik saja”; “Ini ga mungkin terjadi, tidak pada saya” ; “Saya tidak butuh bantuan dari siapa pun.”
2. Marah (Anger), ketika masuk tahap kedua, individu akan menyadari bahwa ia tidak dapat senantiasa menyangkal. Ini wajar, anda dihadapkan pada kenyataan yang baru dan sedang alami kesedihan. Luapan emosi dengan kemarahan mungkin terasa sebagai hal yang paling ‘benar dan sesuai’ menurut individu tersebut. Setelah kemarahan mereda, Ia akan berpikir lebih rasional dan merasakan emosi lain yang selama ini tersingkirkan oleh amarah. Reaksi ucap yang muncul, “Kenapa ini terjadi pada saya?”; “Ini tak adil, kenapa dokter diam aja?”; “ Suster itu jahat, tidak perhatikan ayah saya saat di ICU?”
ADVERTISEMENT
3. Menawar (Bergaining), di sini adalah fase awal dari kebimbangan di mana muncul rasa putus asa dan kehilangan saling bersamaan di tahap kesedihan. Karena terlalu berduka sampai mau melakukan apa saja untuk meredakan rasa sakit dan duka. Salah satunya adalah tawar-menawar. Pada tahap ini, Individu akan memikirkan kalimat pengandai dalam kepala agar mendapatkan kekuatan dari kedukaan dan rasa sakit. Seperti “ Kenapa bukan saya saja yang diambil, Tuhan?”; “ Saya akan melakukan apa pun demi bisa bersamanya, beberapa hari lagi?”; “Seandainya saya dengerin keluhan terakhir dia, mungkin dia masih di sini.”
4. Depresi ( Depression), Ada saat di mana id dihadapkan pada kenyataan dan melihatnya secara nyata tanpa ada unsur emosi. Individu terpaksa menghadapi situasi sulit dan mengalami kesedihan serta kebingungan yang mendalam. Ada reaksi praktis di mana khawatir dan bingung terkait kondisi finansial, biaya pemakaman, cemas dalam mengasuh anak atau cemas menghadapi kondisi ekonomi ke depan. Bahkan akan muncul depresi pribadi di mana mungkin menjauh dari orang lain untuk mengatasi rasa duka yang mendalam. Ucapan yang kerap muncul adalah “Saya sudah tak punya semangat untuk hidup sekarang”; “ Saya merindukan orang yang saya cintai, kenapa harus melanjutkan hidup?” atau perkataan yang setara dengan maksud tersebut.
ADVERTISEMENT
5. Penerimaan (Acceptance), pada tahap ini anda menerima kenyataan yang ada. Individu merasa sedih, namun Ia belajar untuk hidup dengan situasi kini dan mencoba keluar dari fase kehilangan. Pada tahapan ini, anda belajar untuk menerima dan hidup dengan situasi terkini. Ucapan yang sering muncul adalah “I’m Gonna be OK”; “Saya ga bisa mengubah apa yang terjadi”; “semua yang terjadi pasti ada hikmahnya.”
Tahapan kedukaan, tidak senantiasa akan berada pada urutan seperti di atas, tapi setiap orang yang mengalami kedukaan dan kehilangan pasti akan melalui tahapan-tahapan tersebut. Setiap orang bisa saja menghadapi tahapan yang berulang dan ganti tahap sebelum menyelesaikannya, bisa saja tahap ini masa marah lalu kembali ke menyangkal pada hari berikutnya. Oleh karena setiap orang memiliki fase yang berbeda-beda pada tahapan kesedihannya. Kedukaan yang dialami oleh seseorang bukan saja pada kematian, tapi kehilangan pekerjaan, perceraian, menghadapi tragedi dan bencana atau putus dari pacar yang sudah lama sekali bersamanya.
ADVERTISEMENT
Hal tersulit dari menghadapi kedukaan adalah mempersiapkan kehidupan tanpa orang yang telah tiada. Hal ini karena ketergantungan yang mendalam di antara kedua belah pihak. Inilah yang menjadi sumber kesedihan akut yang dialami oleh seseorang dan membuat kondisi kejiwaan yang ditinggalkan menjadi goyah dan terganggu. Namun kita perlu merelakan perasaan itu sama ketika mantan kita meninggalkan kita, Maka dengan merelakan seseorang yang telah meninggal adalah hal paling masuk akal untuk memulai hidup yang lebih baik. Di saat suasana sedih, kita sering dinasihati untuk tidak terlalu sedih, ini terasa klies dan kita menolak karena memang hanya dia yang kita inget. Lalu bagaimana? bagi mereka yang kehilangan dianjutkan untuk menangis hebat, beri waktu bagi mereka merasakan kepedihan di dalam dada.
ADVERTISEMENT
Perasaan kepedihan hebat itu menghasilkan rasa lelah tanpa alasan, kehilangan nafsu makan dan seks, sering kali melamun dan sulit tidur. Ini adalah suatu hal yang wajar, karena ini adalah mekanisme normal yang terjadi bagi siapa saja yang kehilangan. Menurut Ikatan Psikologi Klinis hal yang paling penting adalah :
1. Menerima kenyataan bahwa ia sudah tidak ada di sini melalui jalan pandemi, bahwa semua proses yang ditempuh untuk menyelamatkan adalah maksimal dan Tuhan menggariskan hidup ia demikian.
2. Mengakui perasaan dan pikiran anda akan kehilangan saat menghadapi fase dan tahapan di atas.
3. Bangkit dengan menyesuaikan diri dengan kenyataan baru tanpa kehadirannya dengan mengisi hal positif seperti mencoba dan memulai suatu hal yang baru seperti hobi baru, pekerjaan baru atau tempat tinggal yang baru.
ADVERTISEMENT
4. Amalkan perilaku baik dari keluarga yang meninggal sehingga kenangan baiknya masih bersama kita, ada kalanya dengan mencari perilaku baiknya dapat memotivasi kita menjadi orang yang bermanfaat.
Bagi sebagian orang, cara ini tidak selamanya berhasil dan berdampak. Namun hal terpenting adalah tetap memotivasi dan mendampingi dengan memberikan kesempatan mencoba berdiri dengan kakinya sendiri agar dapat bangkit. Ketika hal-hal tersebut sudah tidak mampu maka ajak untuk berkonseling baik secara pribadi atau kelompok. Hal terpenting adalah, ungkapkan kesedihan pada orang terdekat anda atau psikolog terutama saat anda tak berdaya dan merasa sangat stres. Ini untuk mengurangi perasaan duka yang berlarut dan berangsur menerima kenyataan agar dapat kembali menata masa depan dengan perasaan lebih ringan.
ADVERTISEMENT
Sumber :
Ikatan Psikologi Klinis (2020): https://ipkindonesia.or.id/psikoedukasi-covid19/2020/03/psikoedukasi-covid-19-berduka-di-masa-pademi/
Totok S Wiryasaputra , Grief Psychotherapy (2020) , Pustaka referensi.