Konten dari Pengguna

Tingkah Jenaka Fadjar Sop San: Dari 'Gentawil Gek' Hingga 'Lan Sia Ling Lung'

Dewi Ika Wijayanti
Halo! Saya Dewi, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Amikom Purwokerto.
30 Desember 2024 10:03 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dewi Ika Wijayanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Fadjar Sop San: Dokumen milik penulis
zoom-in-whitePerbesar
Foto Fadjar Sop San: Dokumen milik penulis
ADVERTISEMENT
Gemerlap cahaya lampu menyinari panggung hiburan yang dipenuhi semangat di festival Taman Budaya Soetedja, yang digelar pada 8 dan 9 November 2024. Festival yang diselenggarakan di Gedung Soetedja, Purwokerto Selatan, Banyumas ini memiliki tujuan untuk melestarikan dan memperkenalkan kembali kekayaan budaya Banyumasan yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Kabupaten Banyumas. Lebih dari sekedar perayaan seni, acara ini juga berfungsi sebagai sarana untuk menjaga dan mengenalkan budaya kepada generasi muda serta mengenang Raden Soetedja Poerwodibroto, musisi berbakat asal Banyumas yang karya-karyanya telah memberikan warna dalam dunia musik Banyumasan.
ADVERTISEMENT
Festival ini menyuguhkan berbagai penampilan tradisi Banyumasan yang memukau, seperti Buncisan, Cowongan, Lengger, Laisan, dan banyak lainnya. Setiap penampilan mencerminkan ciri khas seni dan budaya Banyumasan yang hanya, yang mampu menghibur serta mendidik penonton mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam setiap gerakan dan musik. Dalam acara ini, tradisi dan era modern bertemu, menciptakan atmosfer yang menggambarkan betapa hidupnya budaya Banyumasan di tengah zaman yang terus berkembang.
Salah satu aspek penting dalam festival ini adalah penghormatan yang diberikan kepada Raden Soetedja Poerwodibroto, merupakan sosok yang berjasa besar dalam dunia musik Banyumasan, terutama melalui ciptaannya yang legendaris, langgam keroncong “Di Tepinya Sungai Serayu.” Lagu ini telah menjadi simbol yang khas bagi masyarakat Banyumas, terutama setiap kali kereta tiba di stasiun Purwokerto, menciptakan suasana penuh nostalgia.
ADVERTISEMENT
Festival ini juga dimeriahkan dengan penampilan band-band dari kompetisi yang diikuti oleh siswa-siswi SMA/SMK/Sederajat di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Para pelajar muda ini hadir dengan penuh semangat dan kreativitas dalam menunjukan bakat mereka dalam dunia musik yang baru dan penuh inovasi. kompetisi ini menjadi salah satu daya tarik utama, memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk unjuk gigi dan menampilkan karya-karya mereka. Melalui ajang ini, para pelajar tidak hanya diajak untuk berkompetisi, tetapi juga untuk terus berkembang dan berinovasi membawa budaya Banyumasan yang terus hidup dan berkembang.
Festival Taman Budaya Soetedja 2024 bukan hanya sekedar acara seni, tetapi juga mampu menghargai sejarah, melestarikan tradisi, dan membuka ruang bagi generasi muda untuk terus berkarya. Selain dimeriahkan oleh kompetisi band pelajar di Kabupaten Banyumas, acara ini juga dimeriahkan oleh sang maestro, Fadjar Sop San. Siapa yang tak mengenal Fadjar Sop San? Seorang pelawak dan penyanyi ngapak yang eksis sejak awal 2000-an. Fajar telah lama menjadi ikon di dunia hiburan Banyumas yang mampu membawa tawa dan keceriaan ke seluruh penjuru dengan gaya khasnya yang jenaka.
ADVERTISEMENT
Nama Fadjar Sop San sudah melekat erat dalam ingatan masyarakat Banyumas, terutama bagi mereka yang mengikuti perkembangan seni dan budaya Banyumasan. Kini, di Festival Taman Budaya Soetedja, ia hadir kembali menghidupkan suasana dengan penampilan yang tidak hanya mengandung tawa tetapi juga lengkap dengan budaya yang ia bawakan.
Saat malam puncak Festival Taman Budaya Soetedja tiba, suasana di Gedung Soetedja semakin terasa meriah. Suara pembawa acara menggema di seluruh ruangan, mengumandangkan nama Fadjar Sop San dengan penuh semangat. Riuh tepuk tangan penonton penuh dalam ruangan, pertanda sudah tidak sabar menyaksikan penampilan sang legendaris. Begitu langkahnya memasuki panggung, semua mata tertuju padanya.
Dibalutnya dengan beskap hitam yang lengkap dengan blangkon mampu memancarkan aura elegan yang berpadu dengan identitas budaya Jawa. Kain batik yang berada di pinggangnya membawa kesan yang kuat dan keanggunan budaya tradisional, yang tetap relevan meskipun di tengah arus modernisasi. Tak hanya tampil memukau secara visual, Fajar juga membuka penampilannya dengan candaan jenaka yang mampu mencairkan suasana panggung. Dengan gaya khasnya yang penuh keakraban, ia mengawali dengan berpantun, "Lor gunung Slamet, kidul kali Serayu, moga-moga sing padha rawuh nang kene diparingi rahayu," sambil tersenyum lebar, membuat penonton semakin tertawa sebelum ia mulai melantunkan tembang yang akan ia bawakan.
ADVERTISEMENT
Dengan penuh percaya diri, Fadjar kemudian memulai penampilannya dengan lagu yang sudah menjadi ikon bagi banyak orang “Gentawil Gek”. Lagu ini menceritakan sosok seorang lelaki tua yang meskipun sering sakit-sakitan, tingkah lakunya masih seperti anak muda. Dalam liriknya, sang pria tua bersemangat naik sepeda jauh, berkacak pinggang dengan sikap angkuh, dan terkadang berlagak genit saat melihat perempuan. “Gentawil Gek” menggambarkan dengan jenaka bagaimana seorang lelaki tua yang seharusnya tenang dan bijak, justru bertingkah laku seperti remaja, menciptakan gambaran yang lucu dan menggelikan.
Fadjar membawakan lagu ini dengan penuh kelucuan, sesuai dengan karakternya yang memang dikenal sebagai pelawak. Setiap bait lagu dibawakan dengan ekspresi wajah yang luwes dan gerak tubuh yang penuh energi, seolah ia menjadi bagian dari cerita yang ia nyanyikan. Tidak hanya kata-kata dalam lirik, tetapi juga intonasi suara dan raut wajah Fadjar yang mengundang tawa, seakan menghidupkan sosok lelaki tua dalam lagu tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun, penampilan Fajar tidak berhenti di situ. Setelah “Gentawil Gek”, ia mengejutkan penonton dengan penampilan yang tak terduga menyanyikan lagu dengan genre musik China dengan judul “Lan Sia Ling Lung” . Dengan suara khasnya yang merdu dan mampu mengikuti lantunan irama musik, Fadjar berhasil memukau penonton. Bahkan, ia mengenakan topi China yang menambah keunikan dan keceriaan penampilannya. Penonton pun tak bisa menahan tawa dan kekaguman mereka, terhibur dengan gaya dan imajinasi Fajar yang tidak pernah kehabisan ide untuk menghibur dengan cara yang berbeda.
Foto Fadjar Sop San: Dokumen milik pribadi
Festival Taman Budaya Soetedja 2024 tidak hanya merayakan kekayaan seni dan budaya Banyumasan, tetapi juga mengingatkan kita akan pentingnya melestarikan warisan budaya. Penampilan tradisional yang memukau, kreativitas generasi muda, serta kehadiran Fadjar Sop San yang penuh warna menjadikan acara ini istimewa. Festival ini berhasil menciptakan suasana yang hangat, menghibur, dan penuh makna, menggabungkan nostalgia dan inovasi dalam satu panggung.
ADVERTISEMENT
Semangat yang ditunjukkan oleh semua pihak, baik penampil maupun penonton, membuktikan bahwa budaya Banyumasan akan terus hidup dan berkembang. Semoga Festival Taman Budaya Soetedja menjadi ajang yang terus menginspirasi untuk melestarikan dan mengenalkan budaya kita ke generasi mendatang.