Bangkit dari Keterpurukan

Dewi Komalasari
Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
13 Juli 2021 15:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dewi Komalasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Keadaan seseorang yang sedang terpuruk, Sumber foto : Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Keadaan seseorang yang sedang terpuruk, Sumber foto : Pixabay
ADVERTISEMENT
Terpuruk memiliki arti merosotnya suatu kehidupan yang kita alami sekarang ini. Aku percaya tidak ada yang ingin merasakan terpuruk. Namun, keluargaku merasakannya. Hidup memang tidak selalu sesuai dengan apa yang kita inginkan.
ADVERTISEMENT
Munculnya Covid-19 di Indonesia membuat Pemerintah menerapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala besar) untuk mencegah penyebaran corona. Inilah awal mula keterpurukan yang terjadi di keluargaku.
Dengan diterapkannya PSBB membuat ayahku yang bekerja sebagai karyawan swasta di suatu pabrik harus tidak bekerja selama berbulan-bulan. Aku masih dapat bersyukur karena disaat banyak orang yang terkena PHK, ayahku tidak merasakannya. Ayahku hanya diberi gaji pokok. Namun, gaji yang diterima tidak mencukupi membiayai kehidupan sehari-hari dan tanggungan yang orang tuaku punya.
Ayahku memiliki sejumlah utang yang nilainya cukup banyak. Setelah membayar semua utang yang dimiliki uang yang tersisa hanya bisa digunakan untuk kehidupan sehari-hari seperti membayar listrik, membeli keperluan dapur, dan membeli keperluan rumah. Sedangkan saat itu aku yang masih mengenyam pendidikan tinggi harus membayar biaya kuliah semester 2.
ADVERTISEMENT
Aku sebagai anak pertama merasa teriris-iris hatinya melihat ibuku yang kerap menangis di sepanjang sujudnya. Aku merasa sedih karena tidak bisa membantu apapun. Tiba-tiba muncul pertanyaan yang hinggap di otakku “Apa aku harus berhenti kuliah dan bekerja untuk membantu kedua orang tuaku”.
Ibuku menolak niat baik ku tersebut. Akupun marah dan mempertanyakan mengapa ibuku melarangku untuk bekerja membantu perekonomian keluarga. Namun, jawaban yang ibuku berikan membuat hatiku tertegun dan terenyuh. Ibuku melarangku karena ingin aku mendapatkan pendidikan yang tinggi dan memiliki pekerjaan yang bagus agar tidak merasakan susah seperti dia. Ibuku juga mengatakan masih bisa menangani masalah ini dengan meminjam uang ke beberapa teman kerja ayahku.
Gambar yang menunjukan usaha Bangkit dari Keterpurukan, Sumber foto : istockphoto
Akhirnya setelah keluargaku mengalami keterpurukan selama kurang lebih tiga bulan dan covid-19 mengalami penurunan. Pemerintah sedikit melonggarkan aturan PSBB. Ayahku dapat bekerja kembali walaupun keadaan belum sepenuhnya normal. Keluargaku dapat pelan-pelan bangkit dari keterpurukan.
ADVERTISEMENT
Bangkit dari keterpurukan menjadi sesuatu yang harus dilakukan dan jangan sampai kita berlarut dalam kesedihan dalam waktu yang panjang. Seseorang yang mampu bangkit setelah jatuh adalah orang yang lebih kuat daripada seseorang yang tidak pernah jatuh sama sekali. Bangkit dari keterpurukan memang lebih mudah untuk diucapkan dari pada dilakukan. Namun, Tuhan tidak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan yang dimiliki hambanya.
Dewi Komalasari
Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta