Konten dari Pengguna

Migrasi Sirkuler, Ancaman Bagi Petani di Indonesia

dewi lestari
Mahasiswi Politeknik Bhakti Semesta - Bisnis Digital
11 Desember 2024 14:49 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari dewi lestari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pelajar yang menjalankan Praktik Kerja Lapangan (PKL) sektor pertanian di desa Batur, Kec. Getasan sedang membersihkan lahan pasca panen, Rabu (13/11/2024). Foto: dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Pelajar yang menjalankan Praktik Kerja Lapangan (PKL) sektor pertanian di desa Batur, Kec. Getasan sedang membersihkan lahan pasca panen, Rabu (13/11/2024). Foto: dokumentasi pribadi
ADVERTISEMENT
Ketahanan pangan nasional dan keberlanjutan sektor pertanian bergantung dengan kontribusi pemuda untuk terlibat dalam sektor pertanian. Penurunan jumlah Usaha Pertanian Perorangan (UTP) di Indonesia perlu menjadi perhatian bersama karena pertanian merupakan sektor yang berkontribusi dalam perekonomian nasional. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, jumlah usaha pertanian berdasarkan Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian 2023 Tahap 1 menunjukkan 29.360.833 unit usaha pertanian, turun sebesar 7,42% dibanding dengan tahun 2013 yang sebanyak 31.715.486 unit usaha pertanian. Penurunan jumlah usaha tani menciptakan kekhawatiran akan minimnya regenerasi tenaga kerja.
ADVERTISEMENT
Hal diatas berbanding lurus dengan menurunnya minat generasi muda untuk bertani. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, Hasil Pencacahan Sensus Pertanian 2023 Tahap I menyatakan peningkatan proporsi pengelola UTP berumur ≥55 tahun. Berdasarkan data tersebut, kelompok petani berumur 35-44 tahun mengalami penurunan dari 26.34% menjadi 22.08%, petani berumur 25-34 tahun mengalami penurunan dari 11.97% menjadi 10.24%.
Kurangnya minat generasi muda terhadap sektor pertanian tidak hanya mengancam keberlanjutan pertanian lokal, tetapi juga memicu terjadinya migrasi sirkuler dikalangan pemuda. Migrasi sirkuler adalah pergerakan atau perpindahan penduduk tetapi tidak bermaksud menetap di tempat tujuan, mereka hanya mendekati tempat pekerjaan (Rahman & Nursini, 2023). Graeme Hugo mengklasifikasikan migrasi menjadi dua kategori, yaitu migrasi permanen dan non permanen (Hugo, 1995). Bila seorang migran bertujuan untuk menetap, migran tersebut dikategorikan sebagai migran permanen, sebaliknya bila tidak ada niat menetap, dikategorikan sebagai migran sirkuler.
ADVERTISEMENT
Di desa Batur, Kec. Getasan, Kab. Semarang yang sebagian besar areanya memiliki lahan pertanian, juga terjadi penurunan minat generasi muda untuk berkecimpung langsung di dunia pertanian. Banyak pemuda desa lebih memilih untuk mencari pekerjaan di sektor non-pertanian. Menurut Kepala Seksi di Pemerintahan desa Batur, rata-rata anak muda yang baru lulus dari pendidikan sekolah menengah kejuruan memilih untuk bekerja di pabrik area kota Salatiga. Menurutnya, para pemuda memilih untuk mencari pendapatan tetap, tanpa menunggu hasil keuntungan saat masa panen. Hal ini terjadi karena pemuda memilih pekerjaan yang mendapatkan penghasilan bulanan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membantu keluarga.
Tidak banyak pemuda terutama perempuan yang terjun di sektor pertanian secara langsung. Pemuda lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dari sektor non-pertanian. Tetapi, sedikit banyak ada juga pemuda laki-laki yang menekuni bidang pertanian sebagai supplier sayur di hotel dan restoran, bekerja di tempat tengkulak sayur, serta menjadi pedagang sayur keliling.
ADVERTISEMENT
Meskipun terjadi fenomena migrasi sirkuler di desa Batur, masih tetap ada ambisi pemuda untuk berpartisipasi aktif dalam aktivitas pertanian. Berdasarkan keterangan dari Taufik salah satu pemuda desa Batur, sebenarnya pemuda memiliki ketertarikan untuk menjadikan sektor pertanian sebagai sampingan, tetapi terhalang dengan terbatasnya waktu yang digunakan karena menjalankan profesi utamanya di luar desa. Sedangkan untuk aktivitas bertani, juga membutuhkan waktu yang cukup banyak.

Penyebab Masifnya Migrasi Sirkuler di Desa Batur.

Di desa Batur lahan pertanian yang tersedia semakin berkurang untuk mendukung populasi yang terus berkembang. Keterbatasan lahan telah mendorong generasi muda untuk mencari penghasilan di sektor non-pertanian, mereka beralih ke sektor industri untuk mencari pendapatan utama, selain pemasukan orang tuanya dari bertani. Menurut Sugiyono ketua paguyuban tani Bumi Madani di desa Batur, terjadinya fenomena migrasi sirkuler dikarenakan lahan yang dimiliki hanya cukup diolah oleh orang tuanya saja. Oleh karena itu, pembagian tugas dalam mencukupi kebutuhan dilakukan oleh anaknya dengan cara bekerja di sektor non-pertanian, usaha ini dilakukan untuk mendukung ekonomi keluarga.
ADVERTISEMENT
Gagal panen yang disebabkan oleh cuaca yang buruk adalah risiko utama yang dihadapi oleh para petani dan memberikan dampak yang signifikan secara ekonomi. “Risiko kalau gagal, ya hilang semua ta mbak. Soalnya ini main, kalah ya hilang semua,” ucap Rumsiyah (13/11/2024). Ketidakpastian dan resiko gagal panen berpengaruh kepada penurunan minat generasi muda menekuni profesi petani, karena mereka melihat profesi ini memiliki resiko yang besar.

Faktor yang Menarik Pemuda ke Luar Desa.

Salah satu faktor yang menarik pemuda untuk melakukan migrasi sirkuler yang terjadi di desa Batur adalah peluang kerja sektor non-pertanian di daerah sekitar desa Batur. Di banyak daerah sekitar desa Batur terdapat beragam kesempatan kerja yang menawarkan gaji stabil. Dengan kata lain, pemuda desa mencari pendapatan yang memberikan rasa aman finansial tanpa khawatir terkait beban keuangan setiap bulan. Hal ini menjadi menarik bagi pemuda desa Batur untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dengan bekerja di sektor non-pertanian. Selain itu, pekerjaan di sektor non pertanian sering kali memberikan pengalaman dan keterampilan baru yang dapat meningkatkan daya saing di dunia kerja.
ADVERTISEMENT

Dampak dari Migrasi Sirkuler di Desa Batur

Salah satu dampak yang ditimbulkan dari fenomena migrasi sirkuler di desa Batur adalah dampak sosial. “Dampaknya sosial mbak jelas ada. Misale gini, suatu tempat ini ada gotong royong atau yang punya gawe atau sambatan gitu, gak ada sekarang anak muda sambatan karena apa mereka sibuk bekerja” ungkap Kepala Seksi Pemerintahan desa Batur (14/11/2024). Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya rasa kebersamaan dan solidaritas antar generasi. Selain itu, keterbatasan interaksi sosial juga berpotensi mengurangi rasa kepedulian antar generasi.
Selain dampak sosial yang ditimbulkan dari fenomena migrasi sirkuler, adanya petani muda dari luar desa Batur, juga menjadi dampak dari penurunan minat pemuda desa Batur dalam sektor pertanian. Banyak pemuda desa yang mencari peluang di luar desa, sehingga membuka kesempatan bagi pemuda dari daerah lain untuk mengolah lahan di desa Batur. Berdasarkan keterangan salah satu pegawai Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) desa Batur, bahwa terdapat petani muda dari Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Boyolali untuk mengurus pembibitan kentang, dikarenakan pemuda di sekitar lahan pertanian banyak yang menolak untuk bekerja di greenhouse. Kehadiran petani muda dari daerah luar desa ini dapat membantu mengisi kekurangan tenaga kerja di bidang pertanian. Namun, terdapat juga ancaman terhadap ekonomi dan struktur sosial jika terjadi secara berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Fenomena migrasi sirkuler di desa Batur menunjukkan bawa penurunan minat generasi muda untuk terlibat dalam sektor pertanian dipicu oleh beberapa faktor pendorong dan faktor yang menarik terjadinya migrasi sirkuler oleh pemuda di desa Batur. Faktor pendorong berupa keterbatasan lahan dan resiko gagal panen, faktor yang menarik terjadinya migrasi sirkuler adalah peluang kerja dengan pendapatan yang lebih stabil di sektor non-pertanian. Terjadinya fenomena migrasi sirkuler di desa Batur juga memberikan dampak sosial yang terlihat dari berkurangnya interaksi sosial masyarakat antar generasi dan kehadiran petani muda dari luar desa Batur.