Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Mendorong Keterlibatan Dosen dalam Pembuatan Kebijakan di Indonesia
12 September 2022 12:46 WIB
Tulisan dari Dewi Mulyani Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
JAKARTA, 8 SEPTEMBER 2022 — Sejumlah akademisi sekaligus peneliti dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan Center for Innovation Policy and Governance menyampaikan pentingnya mendorong peran dan keterlibatan dosen dalam proses pembuatan kebijakan berbasis bukti di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dr. Yanuar Nugroho, pendiri dan penasihat di Center for Innovation Policy and Governance sekaligus mantan Deputi II Kepala Staf Kepresidenan menyampaikan bahwa dalam pembuatan kebijakan, pemerintah memiliki peran memformulasikan masalah publik.
“Kalau itu yang terjadi, apa yang dipandang masalah oleh pemerintah, itu yang akan digarap. Apa yang tidak dipandang masalah, tidak akan ditangani. Itu mengapa aktor non-pemerintah, kampus, dosen, peneliti, diperlukan untuk memperkaya cara pandang pemerintah”, ujarnya.
Sayangnya ini masih menjadi tantangan bagi para dosen. Guru Besar Universitas Gadjah Mada yang dinobatkan sebagai 100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia Tahun 2021 oleh Majalah Time, Prof. Adi Utarini, menekankan pentingnya membekali dosen dengan kemampuan komunikasi yang lebih luas untuk mendukung keterlibatan dosen dalam pembuatan kebijakan.
ADVERTISEMENT
Ia juga mengingatkan para dosen, “Negara Indonesia tercinta ini perlu banyak ‘menara air’, bukan ‘menara gading’. ‘Menara air’ yang mengalirkan air ke berbagai penjuru Indonesia, mengalirkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk masyarakat”.
Diskusi bertajuk “Mendorong peran dosen dalam mewujudkan kebijakan berbasis bukti” ini diselenggarakan oleh The Conversation Indonesia pada 7 September 2022 di Auditorium Perpustakaan Nasional dalam rangka perayaan lima tahun peluncuran The Conversation Indonesia.
Pemimpin Redaksi/Direktur Konten The Conversation Indonesia Ika Krismantari menjadi moderator dalam diskusi ini. Selain Prof. Adi Utarini dan Dr. Yanuar Nugroho, hadir juga Dr. Inaya Rakhmani dan Dr. Dasapta Erwin sebagai narasumber diskusi.
The Conversation Indonesia adalah media nirlaba online yang menyajikan berita dan analisis dari dosen dan peneliti ke masyarakat luas. Prodita Kusuma Sabarini selaku CEO/Penerbit menyampaian bahwa suara dan profil para akademisi perlu digaungkan agar lebih dikenal masyarakat umum dan pembuat kebijakan.
ADVERTISEMENT
“Kami memilih tema diskusi ini karena komunitas akademik adalah mitra terdekat kami dalam menyebarluaskan pengetahuan untuk memperkuat kebijakan. Sebagai bagian upaya meningkatkan kualitas perdebatan publik, The Conversation Indonesia berkolaborasi dengan akademisi untuk mempopulerkan riset dan analisis mereka agar pembuat kebijakan dan publik luas mendapatkan sumber acuan informasi yang berbasis bukti,” kata Prodita.
Dalam diskusi para narasumber juga membahas tantangan yang dihadapi oleh dosen di Indonesia. Dr. Inaya Rakhmani, Direktur Asia Research Institute yang juga dosen di Universitas Indonesia, mengkritisi beban kerja dosen yang begitu tinggi, khususnya untuk dosen yang baru menyelesaikan pendidikannya.
“Ketika menjalankan riset saya menemukan dosen yang S3, S2, baru lulus di bawah 5 tahun, ternyata tertimpa beban produktivitas tertinggi dari seluruh workforce perguruan tinggi PTN-BH dan PTN-BLU di 8 perguruan tinggi yang kami teliti bersama CIPG”, ujar Dr. Inaya yang juga merupakan Anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia.
ADVERTISEMENT
Beban ini tentu memengaruhi ketersediaan waktu dan tenaga dosen. Di saat yang bersamaan, sistem yang ada belum memberikan insentif bagi dosen untuk membawa penelitiannya lebih jauh, termasuk untuk meneruskannya ke masyarakat luas.
Meskipun begitu, Dr. Dasapta Erwin, dosen dari Institut Teknologi Bandung yang juga memimpin Indonesia Open Science Team, berharap para dosen tetap terpacu dan kreatif menggunakan berbagai platform media yang ada, seperti contohnya Instagram.
Ia mendorong para peneliti yang suka membagi informasi di media sosial tentang terbitnya penelitian merek untuk juga menjelaskan isi dari laporan penelitian mereka. “Misalnya seberapa besar usaha kita untuk menjelaskan isi laporan (penelitian) dalam caption Instagram. Kalau sudah terbiasa, otomatis ada format lain bagi dosen (untuk mengomunikasikan sains) agar bisa dipahami orang lain.”
ADVERTISEMENT
Dr. Dasapta dan Dr. Inaya juga menyampaikan pentingnya membuka ruang-ruang kolaborasi, salah satunya dengan media, untuk menyebarluaskan pengetahuan yang mereka produksi dan mendorong pengetahuan tersebut untuk menjadi basis kebijakan.