Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Emansipasi Siti Walidah Dalam Memperjuangkan Hak Perempuan
16 November 2022 20:27 WIB
Tulisan dari Dewi Naila Farichatul Izza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siti Walidah yang merupakan istri pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan lahir pada tanggal 3 Januari 1872 di daerah Kauman, Yogyakarta. Tidak hanya sebagai seorang istri pendiri Muhammadiyah, Siti Walidah juga seperti R.A. Kartini yang memperjuangkan hak perempuan pada masa tersebut. Kehidupan Siti Walidah tidak berjalan dengan mulus dalam memperjuangkan hak perempuan bangsa Indonesia. Pada abad 20 Siti Walidah terkenal setia pada suaminya yaitu K.H. Ahmad Dahlan Nyai Ahmad Dahlan. Setelah kepergian K.H. Ahmad Dahlan pada 1923, dia terus aktif di Muhammadiyah dan Aisyiyah.
ADVERTISEMENT
Siti Walidah memiliki empati besar kepada para perempuan di Indonesia terutama pada unit usaha batik Kauman yang dekat dengan tempat tinggalnya. Kauman merupakan pusat batik pada masa itu dan industri yang terus meningkat menjadikan daerah Kauman sebagai pusat batik yang terkenal, sehingga banyak buruh dari luar Yogyakarta datang ke Kauman. Seiring berjalannya waktu, banyak buruh batik dari luar kota Yogyakarta yang menumpang di kawasan tersebut, sehingga terbentuklah masyarakat yang diberi nama Ngindungan. Siti Walidah mendirikan sebuah perkumpulan pengajian yang dikenal dengan nama Maghribi School. Dalam organisasi tersebut beliau memberikan pengajaran pada buruh perempuan melalui pengajian agama yang diadakan setelah mereka bekerja yaitu sesaat setelah waktu magrib. Oleh karena itu, mereka diajari pengetahuan agama, membaca, dan juga menulis. Siti Walidah memiliki tujuan agar perempuan di Indonesia memiliki sikap jujur dan tidak merasa kecil hati karena merasa bahwa perempuan selalu berada di bawah laki- laki sehingga menganggap dirinya bodoh dan budak dari kaum laki-laki.
ADVERTISEMENT
Di dalam organisasi yang diberi nama Maghribi School, Siti Walidah juga memberikan sebuah asrama sebagai tempat tinggal. Dalam perjalanannya, Siti Walidah mendidik seluruh murid putrinya dan beliau menyampaikan petuah Ketika kelak muridnya menjadi seorang istri harus berpenampilan sederhana dan tidak silau pada kilauan perhiasan sampai mereka rela meminjam pada tetangga hanya agar terlihat cantik. Kemudian beliau juga berpesan “Wanita jangan memiliki jiwa kerdil, tetapi berjiwa srikandi! Apabila wanita itu minta bermacam-macam menunjukkan bahwa mereka miskin!” kiranya seperti itu tuturnya kepada para semua santri putri. Siti Walidah juga memiliki dua orang putri yaitu Siti Busyro dan Siti Aisyah, namun hal tersebut tidak menjadikan kedua anak tersebut mendapat perhatian khusus semuanya dianggap setara. Siti Walidah juga terkenal sering mengajak sesama perempuan untuk tak sekadar bergantung pada suami, karena menurut Siti Walidah hal tersebut pasti menyebabkan kerugian bagi perempuan itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Menurut Siti Walidah, pendidikan merupakan sarana yang efektif dalam membangun sebuah nilai-nilai kepada generasi muda perempuan pada masa itu. Anak-anak yang berada dalam asrama dibimbing dalam pendidikan dan mengenal lingkungan, muridnya tidak diperkenankan untuk menutup diri dari masyarakat luas karena menurutnya hal ini merupakan suatu dampak negative. Kemudian Siti Walidah mengajak untuk melakukan sebuah kunjungan ke panti jompo maupun tempat pemeliharaan anak yatim. Dengan melakukan aksi tersebut terbentuk rasa empati perempuan untuk saling mengasihi dan menjaga satu dengan yang lain.
Perjuangan Siti Walidah berujung dengan manis di mana, murid-murid bimbingan Siti Walidah menjadi pionir Aisyiyah, organisasi wanita di bawah bendera Muhammadiyah. Aisyiyah merupakan sebuah organisasi yang embrionya muncul dari kursus, pengajian, dan sekolah untuk kamu perempuan yang diadakan oleh Sopo Tresno, adalah bagian dari organisasi Muhammadiyah. Tahun 1917, organisasi perempuan ini mengubah namanya “Aisyiyah”, setelah sebelumnya diusulkan nama “Fathimah.” Perkumpulan perempuan tersebut akhirnya menjadi organisasi formal yang telah dikelola sendiri oleh kamu perempuan dalam payung Persyarikatan Muhammadiyah.
ADVERTISEMENT
Setelah sekian banyak kegiatan yang dilakukan oleh Siti Walidah beliau terpilih sebagai ketua Hoofdbestuur Muhammadiyah bagian Aisyiyah menggantikan posisi Siti Bariyah. Pada awal kepemimpinannya di bulan puasa, Aisyiyah menyuplai muballighat ke kampung untuk memimpin Tarawih mengadakan kursus agama untuk pekerja dan istri pegawai di sana serta merayakan hari-hari besar Islam. Lahir budaya baru wanita dalam berpakaian kepandaian Siti Walidah yang mahir dalam mengubah ekonomi masyarakat Kauman tidak membuatnya mundur karena industri batik mulai redup, Siti Walidah merupakan salah satu pelopori pembuatan kerudung, kerudung tersebut memiliki model songket bergambar bunga (songket Kauman) yang menjadi ciri khas anggota wanita di Muhammadiyah.
Aisyiyah merupakan organisasi yang bergerak pada bidang khusus untuk merespon isu tentang kamu perempuan. Berdirinya organisasi ini dilatar belakangi dari gerakan perlawanan atas ketidakadilan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa terhadap hak perempuan yang memberikan tempat perempuan di posisi bawah. Aisyiyah merupakan organisasi pembaruan Islam di bawah naungan Muhammadiyah dalam usahanya organisasi yang dikenal dengan nama Aisyiyah ini mengajak dan menggerakkan perempuan dalam usaha untuk memahami ajaran agama islam dengan baik dan benar. Usaha tersebut dilakukan agar perempuan Islam Indonesia dapat mengembangkan potensi yang dimiliki sesuai dengan fungsi dan kedudukannya sebagai perempuan yang setara dengan laki- laki. Dalam mendukung tujuan tersebut Aisyiyah melakukan gerakan pembaruan pada bidang pendidikan maupun politik.
ADVERTISEMENT
Siti Walidah memiliki gagasan yang kuat konsep pendidikan untuk perempuan dapat dikatakan relevan dengan konsep pendidikan masa kini, di mana pola pikir manusia akan terus berkembang dan cenderung terbuka dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Siti Walidah memiliki anggapan di mana perempuan muslim tidak hanya sekadar memiliki peran dalam pekerjaan rumah tangga, namun juga mengetahui tugas dan kewajiban dalam bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itu beliau kemudian mendirikan sekolah-sekolah perempuan dan program pendidikan Islam bagi perempuan. Tidak berhenti pada kegiatan itu saja, Siti Walidah juga mendirikan masjid-masjid, keagamaan, dan kursus-kursus khusus perempuan.
Setelah berbagai pergerakan yang dipimpin oleh nyai Ahmad Dahlan ini menghembuskan napas terakhirnya di Kauman Yogyakarta, tanggal 31 Mei 1946, pada usia 74 tahun. Pemakaman jenazahnya dilakukan di Masjid Gede Kauman dihadiri oleh sejumlah tokoh nasional, juga para menteri yang mewakili pemerintah RI juga ikut dalam perjalanan pemakamannya. Banyak orang yang merasa kehilangan terutama kamu perempuan bagaimana tidak kemurahan hati Siti Walidah yang mampu mengikat rasa simpati masyarakat Indonesia pasti membuat masyarakat merasa kehilangan. Untuk mengingat perjuangan Siti Walidah akhirnya melalui sebuah Surat Keputusan Presiden Nomor 42/TK Tahun 1971, pemerintah RI menetapkan Nyai Ahmad Dahlan sebagai seorang pahlawan perempuan nasional, pada saat ini Aisyiyah yang didirikannya dan sempat dilarang pada masa pendudukan Jepang terus berkembang bahkan makin eksis hingga saat ini.
ADVERTISEMENT