Dinamika Wacana Green Finance dalam Sistem Ekonomi Negara-Negara ASEAN

Dewi Puspitasari
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
1 Juni 2021 16:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dewi Puspitasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Negara-negara anggota ASEAN berada di dalam lingkaran. Sumber foto: dibuat oleh penulis
zoom-in-whitePerbesar
Negara-negara anggota ASEAN berada di dalam lingkaran. Sumber foto: dibuat oleh penulis

Tulisan opini ini berupaya mengulas komitmen negara anggota ASEAN terhadap konsep green finance dalam skema perekonomian negara sejak tahun 2016 sebagai tanggapan atas perubahan iklim yang semakin memprihatinkan. Green finance dilakukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus menangani permasalah lingkungan yang timbul dari kegiatan perekonomian, seperti pencemaran, emisi gas rumah kaca, hingga eksploitasi lingkungan.

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Green finance merujuk kepada semua bentuk investasi atau pinjaman yang diberikan untuk menopang pertumbuhan ekonomi dengan mempertimbangkan efek lingkungan guna meningkatkan kelestarian lingkungan (Volz, et al., 2015). Keputusan dalam melakukan investasi perlu didasari penilaian risiko dari hasil pemeriksaan lingkungan yang sesuai dengan standar keberlanjutan.
ADVERTISEMENT
Namun, hingga saat ini pengimplementasian green finance oleh negara anggota ASEAN belum maksimal. Hal ini disebabkan oleh tiga hal, pertama, kurangnya dukungan pemerintah terhadap green finance; kedua, sektor perbankan belum memiliki regulasi yang ketat atas investasi green finance; ketiga, ketergantungan pada sumber daya alam dan bahan bakar fosil.
Pertama, pemerintah belum memberikan dukungan yang besar terhadap konsep green finance. Berdasarkan International Capital Market Association (2020), pemerintah Brunei, Kamboja, Laos, dan Myanmar tidak mengeluarkan kebijakan yang mendukung keuangan berkelanjutan, belum mewajibkan transparansi kebijakan keberlanjutan perusahaan, serta tidak ada kebijakan obligasi yang mengharuskan prinsip berkelanjutan.
Dalam laporan tersebut, Vietnam telah memiliki kebijakan yang dianggap menopang green finance, tetapi pemerintah Vietnam belum menerbitkan obligasi atau surat utang hijau yang memenuhi kriteria. Sedangkan, pemerintah Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand sudah mulai memperkenalkan sejumlah kebijakan dan inisiatif untuk mendukung pengembangan keuangan berkelanjutan yang telah diterapkan sampai batas tertentu (International Capital Market Association, 2020).
ADVERTISEMENT
Meskipun beberapa negara di kawasan Asia Tenggara telah menunjukkan keterlibatan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan yang mendukung green finance. Akan tetapi, peran pemerintah di negara lainnya masih cukup minim padahal pemerintah yang memiliki otoritas dan peranan penting dalam pelaksanaan green finance. Perlu untuk digarisbawahi bahwa green finance tidak akan memberikan hasil yang optimal apabila hanya dilakukan oleh segelintir negara sehingga semua negara harus bergandengan tangan demi kepentingan jangka panjang.
Kedua, sektor perbankan belum memiliki regulasi yang ketat atas investasi green finance. Selain pemerintah, penulis melihat peranan penting bank untuk mengarahkan aliran keuangan nasabah ke sektor bisnis yang berkelanjutan.
Laporan Sustainable Banking Assessment WWF (2019) menunjukkan hanya 9% dari 35 bank di 6 negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam) yang dinilai memiliki kebijakan nihil deforestasi, padahal kawasan ASEAN menjadi pusat deforestasi dunia, seperti di Greater Mekong, Sumatera, dan Kalimantan. Seharusnya bank-bank di kawasan ini lebih sadar akan tanggung jawabnya.
ADVERTISEMENT
Sayang sekali, 91% bank di ASEAN masih aktif mendanai pembangkit listrik tenaga batu bara yang sangat merusak lingkungan (WWF, 2019). Bahkan, dari 35 bank yang dinilai, hanya 4 bank dari Singapura dan Thailand yang memenuhi setidaknya setengah dari 70 kriteria dan 51% bank yang memenuhi kurang dari seperempat kriteria dalam merespons persoalan lingkungan (WWF, 2019).
Cukup memprihatinkan, hanya tiga bank dari Singapura, yaitu DBS, OCBC, dan UOB yang melarang pembiayaan pembangkit listrik tenaga batu bara baru dan melaksanakan komitmen nihil deforestasi dari puluhan bank yang beroperasi (WWF, 2019). Kebijakan tiga bank tersebut perlu untuk diikuti bank-bank di negara lainnya sehingga investasi pada sektor penyebab degradasi lingkungan dapat ditekan. Namun, hingga kini bank-bank di ASEAN masih memiliki komitmen yang rendah padahal pemberhentian aliran dana oleh bank ini dapat mendukung keberhasilan green finance.
ADVERTISEMENT
Ketiga, beberapa negara ASEAN masih bergantung pada sumber daya alam dan bahan bakar fosil yang berkontribusi signifikan terhadap emisi gas rumah kaca. Hal ini tentu bertentangan dengan tujuan green finance. Hutan Asia Tenggara memainkan peran krusial dalam konservasi keanekaragaman hayati dan keseimbangan karbon global, tetapi kawasan ini justru marak akan praktik deforestasi (Estoque, et al., 2019).
Dalam rentang tahun 2005-2015 saja, Asia Tenggara telah kehilangan 80 juta hektar hutan, Indonesia dan Malaysia memimpin pembukaan hutan dan konversi lahan menjadi pertanian dan perkebunan kelapa sawit (Estoque, et al., 2019). Pada periode yang sama, Indonesia telah menyumbang 62,0% hampir dua pertiga hutan, Malaysia berada di urutan kedua dengan pangsa 16,6%, Myanmar dan Kamboja dengan pangsa masing-masing 5,3% dan 5,0%.
ADVERTISEMENT
Ketergantungan perekonomian negara terhadap eksploitasi lingkungan menjadi tantangan atas keberhasilan green finance. Selain itu, kepentingan nasional negara dengan dalil menjamin kesejahteraan masyarakatnya dengan mengorbankan lingkungan turut menjadi persoalan yang serius.
Brunei, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Thailand, dan Vietnam memberikan subsidi langsung kepada perusahaan milik negara dengan memberikan potongan harga yang besar pada tagihan listrik di mana sumber pembangkitnya didominasi oleh batubara yang paling intensif karbon, di Indonesia mencapai 46%, disusul Vietnam 39%, Filipina 37%, dan Malaysia 31% (Merdekawati, 2020). Alih-alih memberikan keringanan, penggunaan energi batu bara seharusnya ditekan dan dikenakan pajak karbon yang tinggi.
Konsep green finance belum terimplementasi secara efektif dan efisien. Sikap pemerintah yang kurang memberikan dukungan, diikuti sektor perbankan yang belum memiliki regulasi ketat atas aliran investasi, serta negara yang masih bergantung pada eksploitasi lingkungan untuk kepentingan nasionalnya mempengaruhi pengimplementasian green finance.
ADVERTISEMENT
Kebijakan pemerintah yang ketat hingga pengetatan regulasi peminjaman dana oleh perbankan pun tidak akan memberikan hasil yang optimal apabila hanya dilakukan oleh beberapa negara saja. Oleh karena itu, faktor-faktor yang menghambat terwujudnya green finance di semua negara anggota ASEAN perlu untuk mendapatkan perhatian yang serius.
Referensi
Estoque, R.C., Ooba, M., Avitabile, V. et al. (2019). The Future of Southeast Asia’s Forests. Nat Commun 10, 1829. Diakses pada 31 Mei 2021 dari https://doi.org/10.1038/s41467-019-09646-4
International Capital Market Society. (2020). Closing the SDG Financing Gap in ASEAN: A Sustainable Finance Guide for Corporates. Diakses pada 31 Mei 2021, dari https://www.icmagroup.org/assets/documents/Regulatory/Green-Bonds/Closing-The-SDG-Financing-Gap-in-ASEAN-A-Sustainable-Finance-Guide-for-Corporates-201120.pdf
Merdekawati, M. (2020, September 14). ASEAN's Road To A Green Economic Recovery. Eco-Business. Diakses pada 31 Mei 2021, dari https://www.eco-business.com/opinion/aseans-road-to-a-green-economic-recovery/
ADVERTISEMENT
Volz, U. (2018). Fostering Green Finance for Sustainable Development in Asia. ADBI Working Paper 814. Tokyo: Asian Development Bank Institute. Diakses pada 30 Mei 2021, pada https://www.adb.org/publications/fostering-green-finance-sustainable-development-asia
Volz, U., J. Böhnke, V. Eidt, L. Knierim, K. Richert, and G.-M. Roeber (2015): Financing the Green Transformation – How to Make Green Finance Work in Indonesia, Houndmills, Basingstoke: Palgrave Macmillan.
WWF. (2019). Sustainable Finance Report 2019. Diakses pada 31 Mei 2021, dari https://wwfint.awsassets.panda.org/downloads/wwf_sustainable_finance_report_2019.pdf