Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Pemerintah terus meningkatkan penerimaan negara dengan berbagai cara, salah satunya melalui pajak progresif. Setelah beberapa waktu lalu rencana pajak progresif atas tanah belum juga terlaksana, kini pemerintah berencana kembali memajaki apartemen yang tidak dihuni.
ADVERTISEMENT
Pajak progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.
Pajak progresif bertujuan untuk mencipatakan keadilan. Jadi, semakin banyak jumlah asetnya, semakin tinggi pajak yang akan dikenakan.
Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil menuturkan, pajak progresif rencananya akan dikenakan terhadap apartemen tak dihuni, termasuk yang tidak terjual. Namun, ide tersebut masih berupa wacana, sebab sektor properti saat ini sedang terpuruk. Selama ini, apartemen kosong atau tidak berpenghuni tidak dipajaki hanya lapor di Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, rencana untuk memajaki apartemen kosong untuk saat ini memang kurang tepat. Selain karena alasan waktu, skema pengenaan pajak tersebut juga dinilai belum matang.
ADVERTISEMENT
"Timing kurang tepat, yang mau didorong itu kan produktivitas, konsepnya yang dulu saya lebih setuju, membatasi di tanah," ujar Yustinus kepada kumparan (kumparan.com), Sabtu (8/4).
Skema pajak progresif untuk apartemen juga dinilai bertentangan dengan kebijakan Bank Indonesia, yaitu Loan To Value (LTV), yang menurunkan uang muka atau down payment untuk properti.
LTV adalah sebuah metode yang dijadikan dasar oleh bank komersial dalam menentukan besar pinjaman yang diberikan kepada debitur berdasar nilai aset yang dijadikan jaminan.
Berdasarkan penetapan kebijakan BI, LTV diperlonggar menjadi 85 persen untuk rumah pertama, 80 persen untuk rumah kedua, dan 75 persen untuk rumah ketiga. Dengan adanya kebijakan ini, berarti debitur hanya perlu menyiapkan uang muka (down payment) 15 persen untuk kredit kepemilikan rumah bagi rumah pertama, 20 persen untuk rumah kedua, dan 25 persen untuk rumah ketiga.
ADVERTISEMENT
"Kalau kebijakan untuk apartemen kosong, akan mengganggu demand. Karena kan yang akan kena penalty pembeli. Lalu juga enggak sesuai dengan kebijakan BI yang menurunkan DP untuk akses properti, kalau pajak ya nanti disinsentif," jelasnya.
Ia juga mengatakan, seharusnya pemerintah bisa mencontoh Singapura yang menentukan batas waktu untuk pengenaan pajak progresif apartemen. Jika memiliki apartemen yang tak dihuni melebihi batas waktu yang ditetapkan, baru bisa dikenakan pajak.
"Misalnya ditetapkan lima tahun, berarti kalau apartemennya tak dihuni lebih dari lima tahun artinya dia spekulan, harus dikenakan pajak," pungkasnya.