Derita Sevel: Ditekan Pajak, Kreditur sampai Tuan Tanah

14 Agustus 2017 19:39 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seven Eleven. (Foto: Reuters/Issei Kato)
zoom-in-whitePerbesar
Seven Eleven. (Foto: Reuters/Issei Kato)
ADVERTISEMENT
Bisnis 7-Eleven memang sudah habis tak bersisa, karena gunungan utang dan kerugian akibat kesalahan strategi, terutama dalam mengelola biaya operasional. Namun, masih banyak yang harus dihadapi PT Modern Sevel Indonesia (MSI) selaku pengelola 7-Eleven, pasca ditutupnya semua gerai Sevel di akhir Juni lalu.
ADVERTISEMENT
Hari ini, MSI mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kepada sekitar 200 kreditur. Kreditur ini tidak hanya bank atau lembaga keuangan saja, tapi juga supplier barang dan jasa yang belum mendapat pembayaran bahkan sejak 2015.
Direktur Utama PT Modern Internasional Tbk (MDRN), Sungkono Honoris dan konsultan hukum perusahaan, Joel Hogarth dari Borelli Walsh, menjelaskan soal pengajuan keringanan tersebut. Mereka mengajukan PKPU, dengan permohonan membayar hanya 13-28 persen utang (tergantung besarannya). Jika tak disetujui dalam jangka waktu yang diberikan yaitu 6 bulan, mereka akan mengajukan pailit ke Pengadilan Niaga.
Joel menyebutkan, situasi kepailitan tentu adalah pilihan terburuk, karena perusahaan tidak akan bisa melunasi kewajibannya dengan maksimal, di tengah keterbatasan aset.
ADVERTISEMENT
MSI mengaku prioritas utama saat ini adalah membayar gaji dan tunjangan karyawan yang tertunda, dan sejumlah pajak yang tertunggak. Menurut Joel, aset perusahaan saat ini tidak mencukupi untuk membayar utang perseroan yang jumlahnya sekitar Rp 1 triliun.
"Berdasarkan analisa kami, setelah membayar pajak dan gaji karyawan, tidak ada lagi dana yang tersisa. Untuk itu, kami akan memaksimalkan aset yang tersisa dan aliran kas yang masih memungkinkan," terang Joel dalam pertemuan dengan kreditur di Hotel Acacia, Jakarta, Senin (14/8).
Kreditur Seven Eleven (Sevel) (Foto: Edy Sofyan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kreditur Seven Eleven (Sevel) (Foto: Edy Sofyan/kumparan)
Ia menjelaskan, saat ini MSI tengah bernegosiasi dengan pihak Seven Eleven Inc (SEI) di Amerika untuk mendapatkan security deposit karena berakhirnya kontrak MSI sebelum jatuh tempo yaitu 2019. Dengan ini, perusahaan tak wajib membayar royalti, sehingga security deposit sekitar Rp 61 miliar bisa diminta.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada sejumlah aset di gerai seperti mesin kopi, mesin panggang dan kulkas yang akan dijual. Ada juga sisa-sisa barang yang dijual, seperti rokok yang nilainya masih tinggi. Jumlah aset ini sekitar Rp 30 miliar.
Selain itu, ada juga biaya uang sewa gerai yang biasanya dibayarkan untuk 5 tahun, dan dibayarkan penuh di depan.
"Ada sekitar 60 gerai yang kita bayar biaya sewanya di depan, rata-rata ada yang masih tersisa untuk 2-3 tahun karena toko kan sudah tutup semua sebelum selesai jangka waktu," jelas Joel.
Joel meyakinkan kreditur agar menerima PKPU mereka, karena jika ditolak maka Sevel akan pailit, dan penjualan aset akan tak menguntungkan.
ADVERTISEMENT
"Kalau bisa dapat dana seperti security deposit dan uang sewa, kan bisa menunaikan kewajiban pajak dan gaji, dan jika masih ada sisa tentu bisa untuk membayar utang. Nah kalau pailit, aset-aset yang dijual akan dijual melalui balai lelang, dan biasanya harganya jauh lebih rendah dari pada dijual normal," papar Joel.
Ia menambahkan, opsi pengalihan aset-aset di toko untuk kreditur juga cukup sulit terealisasi. Sebabnya, banyak tuan tanah atau land lord mengunci toko-toko yang ditinggalkan Sevel, sehingga perusahaan kesulitan mengambil aset-aset tersebut.
"Makanya kami akan terus mengontak dan bernegosiasi dengan land lord terkait uang sewa dan aset di toko," tuturnya.