Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Menjawab Program DP KPR 0 Persen Anies-Sandi dari Sisi Perbankan
16 Februari 2017 16:10 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno menggagas program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan Down Payment (DP) 0 persen alias tanpa uang muka.
ADVERTISEMENT
Skemanya, masyarakat yang ingin membeli rumah diminta menabung selama 6 bulan. Uang hasil menabung selama 6 bulan ini sebagai pengganti DP yang nilainya mencapai 10 persen dari harga rumah.
Nantinya, cicilan KPR tetap diberlakukan dan tenornya ditetapkan selama 15 tahun. Program ini digagas Anies dan Sandi sebagai cara agar masyarakat Jakarta punya tempat tinggal.
Lantas, munginkah program KPR tanpa uang muka ini bisa direalisasikan? Kumparan mencoba membedah dari sisi perbankan.
Menurut Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja, usulan DP KPR 0 persen bisa saja diberlakukan di bank milik pemerintah seperti Bank DKI, namun tidak bisa diberlakukan di bank komersial. Tak hanya itu, DP KPR 0 persen ini menyalahi aturan Bank Indonesia (BI).
ADVERTISEMENT
"Kalau Pemda Bank DKI bisa saja, kalau bank komersial mana bisa kasih KPR (DP) 0 persen, itu juga enggak sesuai ketentuan BI/OJK," ujarnya kepada kumparan, Kamis (16/2).
Senada dengan Jahja, Corporate Secretary PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rohan Hafas mengatakan, program DP KPR 0 persen jelas tidak diperkenankan. Hal tersebut tertuang dalam peraturan BI.
"Tidak diperkenankan oleh aturan perbankan," ucap dia.
Hal tersebut juga diamini Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya Effendi Siregar.
"Maksudnya KPR dengan DP 0 persen? rasanya jarang yang tanpa DP," katanya.
Meski demikian, menurut Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Haru Kusumahargo, program tersebut mungkin saja diberlakukan dengan menggunakan skema jual beli syariah. Namun, Haru tidak merinci secara jelas skema yang dimaksud.
ADVERTISEMENT
"DP 0 persen mungkin saja. KPR tanpa bunga dengan sistem jual beli syariah kan sudah ada," katanya.
Dihubungi terpisah, Ekonom BCA David Sumual menjelaskan, dalam sejarah perbankan di Indonesia belum ada penerapan DP KPR 0 persen. Dalam kebijakan makroprudential BI juga tidak ada aturannya.
BI memiliki aturan soal pembayaran KPR. Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/10/PBI/2015 yang diubah terakhir bulan Agustus 2016, BI mengharuskan setiap orang yang ingin mengambil rumah harus membayar uang DP sebesar 15 persen.
BI memastikan penurunan DP ini merupakan kebijakan pelonggaran Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) untuk kredit pemilikan rumah. Kebijakan bank sentral ini sekaligus mendukung Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XIII yang dirilis pemerintah yang salah satu isinya: reformasi dalam perizinan pembangunan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
ADVERTISEMENT
Kebijakan BI tersebut yang kemudian harus dipatuhi perbankan sehingga setiap bank yang menyalurkan KPR juga menetapkan uang muka dengan besaran berbeda, tergantung apakah yang akan dibeli adalah rumah pertama, kedua, atau seterusnya.
Hal itu juga berkaitan dengan prinsip kehati-hatian perbankan. Semakin tinggi uang muka maka akan semakin murah cicilannya, begitupun sebaliknya. Justru, jika tanpa DP, maka cicilan akan lebih tinggi dan ini tentu memberatkan konsumen.
Terlepas dari itu, membeli rumah tanpa uang muka juga bisa jadi ajang para spekulan. Ketika ada program rumah murah tanpa uang muka, orang akan berbondong-bondong mengajukan kredit ke perbankan. Mereka membeli rumah bukan untuk tempat tinggal namun sebagai tempat memutar uang, artinya rumah ini akan dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
"Jadi secara regulasi BI enggak boleh DP KPR 0 persen. Kalau pun mau menerapkan, harus diubah dulu aturan BI. Jadi, kalau mau diterapkan sulit," kata David.
Kecuali, kata dia, uang muka pembelian rumah tersebut sepenuhnya disubsidi pemerintah DKI Jakarta. Namun, Pemda DKI harus siap mengalokasikan dana lebih besar dalam Anggaran Pendapatan Daerah (APBD) khusus untuk subsidi rumah.
"Kalau pun bisa ya harus disubsidi pemerintah. DP nya dibayarin pemerintah jadi kayak subsidi KUR (Kredit Usaha Rakyat). Tapi itu rentan, takutnya salah sasaran subsidi ini," tandasnya.