Pengenaan PPN Dinilai Belum Optimal untuk Kalangan Atas

22 Agustus 2017 14:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi Pajak (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi Pajak (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Potensi penerimaan pajak dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dinilai masih sangat bagus dibandingkan dengan Pajak Penghasilan (PPh) Nonmigas. Bahkan pencapaian PPN di tengah pengalihan daya beli dari konvensional ke online juga masih sangat bagus.
ADVERTISEMENT
Pada tahun depan, penerimaan PPN ditargetkan sebesar Rp 816,9 triliun, lebih besar dari tahun ini yang sebesar Rp 742,2 triliun. Angka tersebut belum memasukkan transaksi jual beli melalui online.
"Jangan-jangan PPN akan jadi solusi kita alami perlambatan ekonomi karena pendekatannya pada konsumsi? Jangan-jangan consumption based income tax? Bahkan ini belum capture e-commerce yang potensinya jauh lebih besar," ujar Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo saat diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Selasa (22/8).
Gedung Kantor Pusat Ditjen Pajak. (Foto: Dok. pajak.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Kantor Pusat Ditjen Pajak. (Foto: Dok. pajak.go.id)
Menurutnya, PPN merupakan jenis pajak untuk kalangan menengah. Selama ini, ada paradoks bahwa kelas menengah mensubsidi orang kaya.
"Paradoks redistribution, PPN itu kan kelas menengah, rokok juga. Orang diberi BLT (Bantuan Langsung Tunai) beli rokok, tapi dia berkontribusi ke penerimaan negara," katanya.
ADVERTISEMENT
Dia pun mengatakan, jangan sampai orang-orang menengah ke bawah tersebut justru menopang PPN yang lebih berat dibandingkan orang kaya.
"Pajak kuis, misalnya, orang ikutan kuis terus dapat hadiah Rp 1 juta, dia harus bayar PPN sampai 25 persen misalnya, negara enggak usahlah mungut pajak dari situ. Lalu ada lagi pajak royalti penulis buku," ucap Pras.