Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Teka-teki Pencopotan Dua Pucuk Pimpinan Pertamina
8 Februari 2017 15:54 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Internal Pertamina gonjang-ganjing. Dua pucuk pimpinan BUMN minyak dan gas itu tiba-tiba dicopot. Ada apa sebenarnya?
ADVERTISEMENT
Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang dicopot secara bersamaan dari jabatannya sebagai direktur utama dan wakil direktur utama Pertamina. Lewat keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dwi diberhentikan dari jabatannya, sementara Bambang dihilangkan jabatannya, sehingga membuatnya harus meninggalkan Pertamina setelah 29 tahun bekerja.
Berbagai opini muncul terkait alasan pencopotan yang disebut-sebut sebagai 'Matahari Kembar' ini. Ya, Matahari Kembar ini dimunculkan karena posisi dirut dan wadirut Pertamina dianggap sebagai dualisme kepemimpinan. Hal ini pula yang dinilai menyebabkan konflik di antara keduanya.
Versi Dewan Komisaris, pencopotan ini terkait hubungan pribadi antara dua pimpinan tersebut yang tidak harmonis.
Komisaris Utama Pertamina Tanri Abeng mengungkapkan, salah satu isu yang muncul antara keduanya adalah persoalan impor solar yang dilakukan Pertamina pada bulan lalu.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus itu, Tanri menjelaskan, Ahmad Bambang memutuskan menandatangani impor solar karena stok merosot hingga di bawah 20 hari. Keputusan itu diambil karena Dwi tak kunjung meneken permohonan impor yang diminta Bambang.
“Permohonan minta pengalokasian itu sudah, tapi antara Dirut dan Wadirut enggak jalan. Karena Dirut belum menandatangani, jadi dia (Bambang) yang menandatangani. Dia dianggap mengambil kewenangannya Dirut,” kata Tanri Jumat (3/2) lalu.
Tanri mengatakan, berdasarkan data perusahaan, impor solar memang diperlukan untuk memenuhi stok normal yakni 23 hari. Bambang sebagai Wadirut, memiliki tugas pengalokasian, termasuk mengajukan impor. Menurut Tanri, persoalan itu tak perlu terjadi jika Dwi menandatangani permohonan impor solar.
“Mereka tidak bekerja sama,” katanya.
Masalah lainnya adalah terkait pergantian 20 tenaga kerja strategis yang seharusnya sudah harus diputuskan. Salah satunya PT Pertagas yang beberapa waktu lalu sempat terjadi kekosongan jabatan.
ADVERTISEMENT
“Itu pun terlambat, masih banyak yang masih kosong,” tuturnya.
Benarkah hanya itu persoalan yang terjadi? kumparan mencoba menelusuri alasan di balik pencopotan tersebut.
Seorang sumber di internal Pertamina menyebutkan, ketidakharmonisan hubungan Tjip (sapaan akrab Dwi Soetjipto) dan Ahmad Bambang yang akrab disapa Abe ini terjadi sejak Abe menjabat posisi direktur pemasaran Pertamina.
Saat itu, Abe memunculkan ide untuk menelurkan produk Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis baru, Pertalite.
Produk ini diciptakan untuk secara perlahan menghapus Premium yang selama ini dinilai membebani Pertamina karena harganya terus disubsidi. Ini yang menyebabkan Pertamina terus defisit. Di tahun 2015 misalnya, Pertamina minus hingga 400 juta dolar AS atau sekitar Rp 5,2 triliun (kurs Rp 13.000).
ADVERTISEMENT
Usulan Pertalite ini kabarnya secara tegas ditentang Tjip. Bos Pertamina tidak setuju ada produk luar yang dihasilkan bukan dari kilang Pertamina.
Namun, Abe bersikukuh untuk tetap memasarkan Pertalite dan terbukti sukses. Sudah banyak masyarakat beralih ke Pertalite dan mulai meninggalkan Premium. Angka penjualannya terus meningkat.
Dari situlah, 'gesekan' antara Tjip dan Abe bermula. Sejak saat itu, hubungan mereka mulai renggang. Namun tetap profesional bekerja.
Hubungan keduanya juga tidak harmonis karena Tjip kabarnya tak kunjung meneken surat keputusan untuk mengisi jabatan Senior Vice President (SVP) yang sudah diajukan oleh direksi lain. Hal ini membuat posisi jabatan tersebut kosong sehingga Abe harus merangkap.
Dikonfirmasi soal ini, Tjip belum merespons. Sejak kasus ini mencuat, Tjip belum bicara kepada media. Sementara Abe dalam kesempatan sebelumnya mengatakan, pencopotan ini agar kegaduhan di Pertamina berakhir.
ADVERTISEMENT
“Agar ‘kegaduhan’ soal Pertamina berakhir,” kata Bambang.