Konten dari Pengguna

Menanti Dukungan dan Keterwakilan Suara Masyarakat Sipil yang Lebih Inklusif

Dewi Rahmawati
Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute
19 September 2023 9:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dewi Rahmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
The Indonesian Institute baru-baru ini diketahui telah melakukan sejumlah kegiatan peningkatan kapasitas pada sejumlah kelompok masyarakat sipil di Jakarta. Adapun kegiatan yang berbentuk workshop tersebut dilakukan dalam rangka upaya peningkatan literasi kepemiluan baik untuk diberikan kepada dua kelompok, yakni;para penyandang disabilitas maupun kepada komunitas anak muda. Selain itu pentingnya kegiatan ini dilakukan mengingat bahwa kedua kelompok masyarakat tersebut merupakan kelompok potensial dalam menarik dukungan suara politik terhadap calon peserta pemilu pada tahun 2024 mendatang.
ADVERTISEMENT

Kelompok Masyarakat Sipil dan Daya Tarik Dukungan Politik

Pemilihan umum (Pemilu) sebagai bagian dari demokrasi telah berlangsung sejak tahun 1955. Pemilu dalam konteks pemilihan anggota legislatif, merupakan proses untuk memilih sosok individual yang berasal dari partai politik tertentu. Sosok individual tersebut dinilai mampu membawa aspirasi kepentingan di tingkat pembuatan kebijakan yang diharapkan nantinya mampu menciptakan produk kebijakan yang berpihak, khususnya terhadap kelompok masyarakat sipil.
Kelompok penyandang disabilitas merupakan kelompok masyarakat yang memiliki kerentanan terhadap diskriminasi dan peminggiran terhadap hak – hak sipil lainnya seperti hak politiknya untuk memilih. Hak Politik merupakan hak universal yang menembus batas-batas fisik manusia dan memberikan kesempatan kepada semua orang (inklusif) untuk mendapatkannya termasuk penyandang disabilitas.
The Indonesian Institute bersama KPU RI pada Workshop Peningkatan Literasi Kepemiluan Bagi Penyandang Disabilitas dalam Rangka Penguatan Pemantauan Kampanye di MediaSosial pada Pemilu 2024 (Kamis, 7 September 2023).
Kondisi disabilitas tidak menghalangi seseorang untuk memperoleh hak politiknya dalam memilih. Hal inilah yang kemudian disampaikan oleh salah satu narasumber Kaka Suminta dalam workshop “Peningkatan Literasi Kepemiluan Bagi Penyandang Disabilitas dalam Rangka Penguatan Pemantauan Kampanye di Media Sosial pada Pemilu 2024”, Kamis 7 September 2023. Pada pemaparan materi yang disampaikan oleh Kaka Suminta tentang “Pemilu Inklusif Sebuah Tantangan” menjelaskan bahwa Pemilu inklusif adalah pemilu yang diselenggarakan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua warga negara yang telah berhak memilih, tanpa memandang suku, ras, agama, jenis kelamin, penyandang disabilitas, status sosial ekonomi dan lain-lain. Maka sudah sepatutnyalah para penyelenggara mulai mempertimbangkan penyelenggaraan pemilu yang ramah dan dapat dijangkau oleh para penyandang disabilitas begitu juga dengan kelompok anak muda.
Kegiatan diskusi kelompok anak muda pada Workshop “Pemuda Hebat, Pemilu Sehat” (Kamis, 14 September 2023).
Di sisi lainnya, para peserta pemilu baik dari jalur perseorangan (calon anggota DPD) maupun mereka yang berasal dari partai politik kerap memanfaatkan situasi rangkaian penyelenggaraan seperti kampanye dan sosialisasi untuk merebut dukungan suara kelompok masyarakat sipil ini. Peserta pemilu memanfaatkan kelompok masyarakat sipil, seperti penyandang disabilitas untuk menampung aspirasi sekaligus meletakkan kepentingan mereka pada suara yang akan diperoleh. Begitupula dengan kelompok anak muda yang digadang-gadang sebagai target populasi kelompok suara. Para peserta pemilu akan segala cara merebut perhatian kelompok ini dengan turut mengikuti standar tren yang melekat pada anak muda melalui komunitas-komunitas hobi.
ADVERTISEMENT

Tantangan Penyelenggaraan Pemilu Pada Kelompok Masyarakat Sipil Terutama Penyandang Disabilitas, Kelompok LGBTQ+ dan Anak Muda.

Pemilu yang berlangsung pada bulan Februari 2024 nanti memberikan tantangan pada KPU RI sebagai penyelenggara. Tantangan tersebut yaitu merebaknya pemberitaan bohong yang dilakukan sejumlah pihak untuk menyudutkan kelompok masyarakat sipil tertentu seperti kelompok penyandang disabilitas, LGBTQ+ termasuk stigma terhadap pemilih mula (anak muda).
Penyebaran berita bohong melalui media sosial dinilai sangat meresahkan dan merugikan pihak tertentu terutama beberapa kelompok masyarakat sipil yang selama ini rentan terhadap diskriminasi (baik kelompok penyandang disabilitas, LGBTQ+, termasuk kelompok anak muda).
The Indonesian Institute bersama Peserta Workshop “Pemuda Hebat, Pemilu Sehat” (Kamis, 14 September 2023).
Narasi pemberitaan yang muncul terhadap kelompok disabilitas (misalnya) rentan menyebutkan bahwa disabilitas mental (orang dengan gangguan jiwa yang memiliki ketidakstabilan emosional) tidak layak menggunakan hak politiknya dalam memilih. Padahal, kelompok penyandang disabilitas mental sama seperti di masyarakat umumnya, namun yang membedakan mereka adalah menggunakan perawatan obat- obatan (psikofarmasi) untuk menstabilkan gangguan yang dimiliki. Hal ini tentunya dapat di amati dari praktik pemilu 2019 sebelumnya yang telah melibatkan partisipasi penyandang disabilitas mental dalam memberikan hak pilihnya di TPS 79 Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa (Tempo, 17/4/2019).
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, kelompok LGBTQ+ sebagai bagian kelompok masyarakat sipil rentan mengalami persekusi akibat informasi palsu yang berkembang dimasyarakat. Temuan AJI (Aliansi Jurnalis Indonesia), Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk) dan Organisasi Non Pemerintah yang membela kelompok LGBTQ+ menemukan banyaknya muatan pernyataan politisi dan pejabat pemerintah yang menyerukan anti LGBTQ+ (Siaran rilis AJI, 17/3/2023). Muatan pernyataan tersebut tentunya berpotensi menguatkan permusuhan, kebencian, diskriminasi termasuk persekusi. Oleh sebab itu, penting bagi penyelenggara dan pengawas pemilu (Bawaslu) untuk menindak setiap pelanggaran terhadap bentuk kampanye yang dilakukan oleh peserta pemilu.
Demikian pula dengan partisipasi politik anak muda yang dinilai sebagian pengamat cukup diragukan. Kelompok anak-anak muda cenderung apolitis (tidak memiliki ketertarikan terhadap isu politik) terhadap isu elektoral. Kecenderungan gejala ini terekam dari hasil jajak pendapat Kompas pada pertengahan bulan Agustus 2022 lalu. Lima dari 10 responden muda jarang mengikuti pemberitaan politik, bahkan tidak sedikit yang mengaku tidak pernah sama sekali. Meskipun data menyebutkan demikian, namun antusiasme pemilih anak muda dan mula untuk menggunakan hak pilih di pemilu tetap stabil. Hasil survei Kompas juga merekam, lebih dari 80 % pemilih muda berniat akan menggunakan hak pilihnya di pemilu nanti. Tingginya rasa antusiasme kelompok muda tersebut patut untuk diperhitungkan mengingat mereka juga merupakan bagian kelompok penting dalam proses menghasilkan produk kebijakan. Oleh sebab itu, peningkatan literasi kepemiluan penting diberikan kepada anak muda agar mereka memperoleh informasi dengan benar termasuk berperan dalam mengawasi setiap proses demokrasi yang terjadi saat ini.
ADVERTISEMENT
Kegiatan Workshop yang dilakukan oleh The Indonesian Institute baik pada kelompok penyandang disabilitas maupun kelompok anak muda menjadi bentuk kolaborasi institusi maupun antar kelembagaan (baik antara The Indonesian institute bersama KPU sebagai penyelenggara pemilu, Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Komunitas Warga Muda). Selain itu, aktivitas kolaborasi ini juga merupakan upaya merangkul partisipasi masyarakat sipil untuk menghasilkan keterwakilan suara masyarakat sipil yang lebih inklusif.

Dewi Rahmawati Nur Aulia

Peneliti Bidang Sosial

The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)