Konten dari Pengguna

Pilih Cinta atau Luka?

Najwa Nur Utami Dewi
Mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, fakultas dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam
10 Desember 2021 10:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Najwa Nur Utami Dewi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pasangan Egois Foto: Dok. Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pasangan Egois Foto: Dok. Shutterstock
ADVERTISEMENT
Dalam menjalin hubungan pacaran semua orang mengharapkan hubungan yang sehat, seperti saling menjaga, saling berusaha membina komunikasi yang terbuka, saling membantu untuk berkembang, saling percaya, dan saling memberi kasih sayang. Namun ketika ingin mendapatkan hubungan yang sehat, banyak orang yang justru malah mendapatkan sebuah emosi negatif saat sedang menjalani hubungan pacaran.
ADVERTISEMENT
Karena terjadinya emosi negatif membuat hubungan pacaran tersebut tidak bisa berkembang ke hubungan yang positif, jika sudah mengalami hal tersebut berarti hubungan dalam pacaran itu sudah berada dalam hubungan yang tidak sehat atau beracun atau lebih populer dengan sebutan Toxic Relationship.
Ciri-ciri toxic relationship antara lain adanya keegoisan, kecemburuan yang berlebihan, mendapat tekanan dari pasangan, tidak dihargai, direndahkan, menjadi kambing hitam, tidak adanya kejujuran, selalu disalahkan, tidak bisa menjadi diri sendiri, mendapat kekerasan fisik atau verbal, dan masih banyak lagi. Hubungan yang tidak sehat hanya menguntungkan satu pihak sedangkan pihak satunya lebih sering dirugikan atau bersifat satu arah.
Dampak psikologis bagi orang yang mengalami toxic relationship yaitu menjadi individu yang susah percaya terhadap siapa pun, merasa rendah diri dan pesimis bahkan dapat membenci dirinya sendiri yang diakibatkan dari perlakuan atau perkataan negatif yang diberikan pasangannya terhadap dirinya dan yang lebih parahnya lagi bisa berujung melukai diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Banyak sekali yang terjebak dalam hubungan yang toxic. Namun mereka terkadang tidak sadar bahwa hubungan yang dialaminya termasuk toxic relationship. Keluar dari toxic relationship memang tidaklah mudah, kebanyakan orang yang mengalaminya tidak ingin memutuskan hubungannya, namun ada juga yang bisa mengakhiri/memutuskan hubungannya.
Yang sudah mengakhiri biasanya kerap mengalami trauma untuk menjalin hubungan kembali dengan orang lain dan bahkan ada juga yang sulit untuk membangun relasi baru dikarenakan dampak fisik dan psikologis yang muncul. Sedangkan yang masih berada di fase toxic mereka merasa takut untuk merasakan sedih berkepanjangan, meyakinkan diri bahwa pasangan bisa berubah menjadi lebih baik, takut diancam oleh pasangannya, dan lain-lain.
Namun bagaimanapun juga toxic relationship memanglah tidak baik apalagi untuk kesehatan mental, jika tidak ingin memutuskan hubungan dengan pasangan memang harus memikirkan lagi apakah hubungannya masih bisa diperbaiki atau tidak? Bahagia apa tidak? Lebih sering menangis atau bahagia ketika bersama? Sedang mempertahankan hubungan atau sedang menunda perpisahan? Apa yang dipertahankan? Dan masih banyak lagi yang harus dipertanyakan. Namun jika merasa sudah tidak bisa diperbaiki lagi lebih baik untuk diakhiri.
ADVERTISEMENT
Karena dirimu berhak bahagia dan dirimu juga berhak mendapatkan yang lebih baik. Lebih baik sakit sekali karena perpisahan lalu menangis beberapa pekan setelah itu bahagia, daripada harus bertahan namun menangis setiap hari dan tidak merasakan kebahagiaan karena bertahan dengan orang yang salah.
DAFTAR PUSTAKA