Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Perjalanan Demokrasi Myanmar serta Hak Asasi Manusia
18 Maret 2024 9:41 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Dewi Sandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Myanmar atau burma merupakan salah satu dari 11 negara yang berada di Asia Tenggara serta merdeka pada 4 Januari 1948. Walaupun telah merdeka sejak beberapa dekade yang lalu, permasalahan terhadap hak asasi manusia menjadi fenomena yang masih belum bisa dikurangi dari negara tersebut. Bahkan dari pihak dunia internasional turut mengambil peran dalam meredakan permasalahan yang ada.
ADVERTISEMENT
Myanmar menggunakan konsep pemerintahan sipil sejak merdeka di tahun 1948 sampai dengan 1958. Pada tahun 1948, sangat menginginkan kinerja pemerintahan Myanmar berbentuk demokratis yang memiliki sifat parlementer. Namun, hal tersebut tidak dapat direalisasikan sebab Myanmar baru saja merdeka dan sudah pasti akan dihadapkan dengan banyaknya permasalahan sosial dan politik sekitar.
Pada tahun 1960 diadakan pemilu yang melibatkan militer. Jenderal Ne Win merupakan tokoh yang ditugaskan untuk mengatur serta mengawasi adanya pemilu tersebut. Pemilu yang dilaksanakan mengeluarkan pemenang yaitu U Nu dari perwakilan Union Party. Keberlangsungan U Nu sebagai Perdana Menteri tidak berlangsung lama hanya sampai pada tahun 1962. Perdana Menteri U Nu dikudeta oleh Jenderal Ne Win.
Kudeta yang dilakukan oleh Jenderal Ne Win berhasil sehingga militer menjadi petinggi Myanmar sehingga disaat itu juga Myanmar semakin mengalami krisis demokrasi. Kudeta yang dilakukan oleh Ne Win memiliki alasan untuk tetap mempertahankan eksistensi militer serta pengaruhnya dalam negara. Pemerintahan yang dikendalikan oleh Jenderal Ne Win hanya memiliki 1 partai yang bertugas yaitu Burmese Socialist Program Party. Partai tersebut hanya didominasi oleh anggota militer.
ADVERTISEMENT
Selama dalam kekuasaan Jenderal Ne Win, Myanmar tidak terbuka dalam dunia atau menutup diri dari dunia internasional atau dengan menggunakan praktik sosialis. Keadaan tersebut membuat rakyat tidak betah dan menginginkan perubahan terhadap negara. Sehingga pada tahun 1990 diadakannya demokrasi untuk menentukan partai dari banyaknya kandidat partai yang mendaftar. Hasil dari pemilu yang diselenggarakan tersebut dimenangkan oleh San Suu Kyi pemimpin dari partai Liga Nasional Demokrasi.
Kebekuan demokrasi yang terjadi di Myanmar disebabkan oleh redupnya semangat demokrasi dari masyarakat sipil. Lunturnya semangat tersebut sebab, adanya kekuasaan militer yang pengaruhnya besar. Ketika militer yang menguasai pemerintahan banyak para aktivis atau orang-orang politik selain militer dibatasi oleh mereka. Pihak militer melakukan hal demikian demi mewujudkan demokrasi menurut perspektif mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Hal ini memunculkan persaingan antara kelompok sipil dan kelompok militer. Pertikaian ini tentunya dapat membuat dampak yang berpengaruh pada ekonomi, pembangunan, dan salah satunya adalah melindungi serta memberdayakan etnis minoritas yang berada di Myanmar.
Setelah sekian lama Militer berkuasa di tanah Myanmar pada akhirnya di tahun 2015, Myanmar mengadakan pemilihan umum pertama yang diikuti oleh 30 juta penduduk. Kemenangan dimiliki oleh Partai Liga Nasional dari Aung San Suu Kyi. Pemilihan umum yang dilakukan secara damai membuahkan hasil yang maksimal. Namun, tentunya hal ini akan menjadi suatu tugas baru bagi partai tersebut karena akan banyak pertentangan yang dihadapi selama menjabat kursi di pemerintahan.
5 tahun kemudian pada tanggal 8 November 2020 ketika dunia sedang dilanda dengan pandemi Covid-19, Myanmar mengadakan pemilihan umum. Masyarakat dengan antusias mengikuti pesta demokrasi tersebut dengan persentase sebesar 70% dari 37 juta jumlah penduduk yang ada. Partai yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi memenangkan kursi sebanyak 396 yang sangat banyak dibanding dengan partai lain.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 1 Februari 2021 sebelum pemilu diadakan, pihak junta militer menggelarkan aksi mereka dengan menguasai balai kota Yangon. Banyak isu internal yang bertebaran menjadi suatu hal yang membuat Myanmar.
Junta militer telah hadir di Myanmar sejak setelah kemerdekaan sehingga peran mereka dalam politik juga penting. Myanmar Tatmadaw merupakan pasukan militer dari Myanmar yang sebenarnya jarang sekali berikan indoktrinasi dengan konsep profesionalisme militer dan kontrol sipil. Sehingga pada waktu kemerdekaan Myanmar, Tatmadaw ditugaskan dalam jangka waktu yang lama untuk mengurus politik Myanmar dengan tujuan agar baik secara stabilitas serta kesatuan militer dapat berjalan dengan baik.
Namun pada tahun 1962 terjadinya perpecahan pada kaum elit politik, adanya timbul rasa ketegangan antar partai sehingga hal tersebut semakin membuka gerbang untuk masuknya pihak militer dalam mengikut campur. Terlebih pada isu permasalahan kelompok etnis.
ADVERTISEMENT
Peran yang dimiliki oleh militer terlihat pada tahun 1997 yaitu terbentuknya State Development and Peace Council (SPDC). Lembaga tersebut menjadi penopang awal adanya rezim yang demokratis.
Konstitusi Myanmar pada tahun 2008 dan masih berlaku sampai dengan sekarang adalah harus dapat memberikan sebanyak 25% jumlah kursi yang ada di parlemen Myanmar. Tidak hanya itu Konstitusi tersebut juga menyatakan bahwa paling tidak ada 75% dari anggota parlemen Myanmar. Sehingga Fraksi militer di parlemen harus menyetujui hal tersebut agar dapat memveto semua keputusan.
Tidak hanya itu, Konstitusi 2008 juga memberikan kontrol militer terhadap beberapa kementerian di dalamnya. Sehingga demikian pengaruh militer sangat kuat dalam birokrasi Myanmar. Demokratisasi dalam Myanmar akan sulit diciptakan.
Sejak 18 bulan bertugas, Tatmadaw dinilai sangat berkompeten dalam menjalani tugas mereka selama masa pasca merdeka. Secara historis, pihak militer merasa bahwa mereka merupakan pelindung negara. Hal tersebut yang membawa militer masuk ke dalam proses politik Myanmar.
ADVERTISEMENT
Bahkan adanya konflik internal, pastikan akan melibatkan pihak militer untuk turut ikut campur mengatasi permasalahan tersebut. Struktur militer yang sangat kuat dan menguasai setiap sudut negara menjadikan langkah pihak selain militer sangat kurang.
Dampak negatif yang ditimbulkan tentunya adanya keterlibatan pihak militer dalam bidang ekonomi. Militer tidak mengerti bidang tersebut dan menganggap pihak politisi dan pihak swasta tidak baik dalam mengelola maupun menciptakan profit bagi negara. Hal ini menyebabkan banyaknya terjadi korupsi dan keserakahan uang.
Militer Myanmar memberikan tugas kepada Jenderal melalui siaran tv milik militer itu sendiri secara langsung dan menuduh Komisi Pemilihan Umum Myanmar melakukan tindakan yang tidak berhati-hati sehingga membuat hasil dari pemilu tersebut tidak benar.
Kudeta yang dilakukan oleh militer adalah untuk mengambil alih pemerintah setelah adanya perjanjian selama 10 tahun yaitu dengan memberikan pemerintahan kepada sipil. Militer membuat kudeta yang luar biasa membuat semua orang merasa ketakutan. Sebab, setelah sekian lama tidak dipimpin oleh pihak militer dalam jangka waktu yang panjang.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2015, komisi pemilihan umum Myanmar memberikan hasil pemilu sehari lebih cepat dengan hasil bahwa partai yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi menang dan memperoleh kursi sebanyak 1.117 lebih banyak dari kelompok partai militer. Militer berulang kali mempermasalahkan serta meragukan hasil pemilu yang telah dilaksanakan tersebut. Militer sering memberikan tuduhan tanpa bukti serta meminta komisi pemilihan umum di Myanmar untuk lebih terbuka terhadap data-data yang ada.
Setelah meminta hal tersebut, militer akhirnya memberikan kabar disebuah siaran tv milik militer bahwa mereka telah menangkap Aung San Suu Kyi beserta dengan para pemimpin politik yang searah dengan Aung San Suu Kyi tersebut. Hal ini dilakukan sebab militer menganggap Ia telah gagal dalam memberikan hasil kecurangan di pemilu sebelumnya. Pihak militer memberikan himbauan dan tegasan bahwa Negara Myanmar akan mengalami situasi keadaan darurat selama 1 tahun lamanya dibawah kendali pemerintahan militer.
ADVERTISEMENT
Situasi dan kondisi yang berlangsung selama kurang lebih 3 tahun lamanya setelah junta militer memegang kekuasaan pemerintahan di Myanmar, banyaknya korban jiwa yang melayang. Warga sipil khususnya ibu dan anak menjadi korban yang sering diberikan ancaman senjata.
Kebebasan berpendapat tidak dapat dilakukan dalam negara Myanmar. Setiap orang yang mengatakan perbedaan dalam berpendapat maka akan diasingkan atau dibunuh. Demokrasi bagi pihak militer hanya berlaku pada dalam lingkaran militer tidak pada masyarakat sipil selain mereka.
Banyaknya korban jiwa juga menjadi permasalahan yang dikhawatirkan hak asasi manusia di negara tersebut. Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memberikan himbauan kepada Junta untuk turut berhenti melakukan pencabutan nyawa korban dan meningkatkan hak asasi manusia di negara tersebut tidak dihiraukan oleh junta militer.
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini masih belum ada jalan tengah bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun dari pihak ASEAN itu sendiri dalam mengatasi permasalahan yang terjadi di Myanmar.
Referensi:
Lebih dari 6 Ribu Warga Sipil Terbunuh Akibat Kudeta di Myanmar. (14 Juni 2023) https://mediaindonesia.com/internasional/589285/lebih-dari-6-ribu-warga-sipil-terbunuh-akibat-kudeta-di-myanmar
Myanmar: Partai Aung San Suu Kyi kembali menang dalam pemilu.
(13 November 2020). https://www.bbc.com/indonesia/dunia-54928325
Sukamta: Indonesia-ASEAN ambil tindakan terkait junta militer Myanmar. (18 Juni, 2021).https://setnasasean.id/news/read/sukamta-indonesia-asean-ambil-tindakan-terkait-junta-militer-myanmar
Rugian, Niode, & Tulung. (2022). Dinamika Kehidupan Demokrasi Di Myanmar (Suatu Studi Tentang Pengalihan Kekuasaan Oleh Militer Di Tahun 2021)