Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
ANTISIPASI “BROADBAND COLLAPSE” OPERATOR TELEKOMUNIKASI di TANAH AIR
5 April 2020 18:26 WIB
Tulisan dari Dhany Malau tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
[Menghadapi tantangan Covid-19 & budaya kerja baru; WFH]
ADVERTISEMENT
WFH (work from home) atau kerja dari rumah, kini menjadi budaya kerja baru yang sangat populer di seluruh penjuru dunia. Perusahaan-perusahaan di lebih dari 170an negara yang terjangkit wabah virus Covid-19 kini memindahkan seluruh kegiatan bisnis dan karyawannya ke rumah masing-masing, dengan memanfaatkan media online dan infrastruktur internet untuk melakukan berbagai aktivitas seperti rapat, presentasi sampai dengan negosiasi. Hal yang sama juga terjadi dengan institusi pendidikan di berbagai level yang mengubah kegiatan belajar mengajar dari metode tatap muka secara langsung menjadi kelas online. Lebih dari itu, berbagai kegiatan belajar seperti presentasi, pengumpulan tugas sampai dengan ujian juga dilaksanakan secara online. Trend yang sama saat ini juga terjadi di Indonesia.
Budaya kerja WFH ini tentu membawa konsekuensi yang tidak mudah, baik kepada perusahaan/institusi pendidikan, maupun kepada para karyawan/pelajar, yang “dipaksa” untuk secepatnya beradaptasi dengan budaya baru in demi mempertahankan performa kerja/pendidikan yang tidak jauh berbeda dengan budaya kerja konvensional. Kesuksesan adaptasi akan sangat bergantung kepada kemampuan masing-masing perusahaan/institusi dan para karyawan/pelajar dalam menentukan metode kerja online yang tepat, yang sesuai dengan karakteristik masing-masing. Namun demikian, satu faktor krusial yang akan sangat berperan di dalam akselerasi adaptasi budaya kerja baru ini adalah dukungan infrastruktur internet atau jaringan komunikasi yang handal dan konsisten. Kekuatan jaringan komunikasi yang tersedia di suatu negara akan sangat berpengaruh dalam menentukan kelancaran transisi budaya kerja ini, dan pada akhirnya juga akan sangat berpengaruh terhadap kondisi ekonomi yang dialami suatu negara di tengah badai virus Covid-19 ini.
ADVERTISEMENT
Indonesia saat ini tercatat memiliki sekitar 171 juta pengguna aktif internet, atau sekitar 65% dari total 260 juta total penduduk. Migrasi ke budaya kerja WFH saya perkirakan akan memberikan kenaikan jumlah pengguna internet aktif sebesar 20-25% menjadi 210 juta pengguna, dengan asumsi bahwa perusahaan/institusi menggunakan infrastruktur internet yang disediakan oleh operator internet jaringan kabel. Kenaikan jumlah pengguna aktif internet nirkabel ini tentunya akan sangat mempengaruhi performa jaringan komunikasi yang disediakan oleh setiap penyedia jasa internet nirkabel seperti Telkomsel, XL, Indosat, Smartfren dan 3. Dengan rata-rata persentase kemampuan penetrasi internet nasional saat ini di posisi 59%, kenaikan dan demografi (persebaran) pengguna internet nantinya akan mengalami perubahan yang sangat signifikan, yang secara langsung juga akan mempengaruhi kemampuan penetrasi internet itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Saya memperkirakan dengan penambahan pengguna internet sebanyak 20%-25%, akan terjadi penurunan penetrasi/akses internet sebesar 35–42% dari level penetrasi saat ini. Artinya, penetrasi internet akan mengalami penurunan dari 59% menjadi sekitar 38-40%. Dengan asumsi tidak ada investasi baru, berupa pembangunan infrastruktur baru (hardware maupun software) dan peningkatan kapasitas ataupun pembangunan core network/backbone atau jaringan inti, selama periode Covid-19 ini, hampir bisa dipastikan bahwa setiap operator internet di atas akan bekerja keras untuk mengatasi kemacetan arus lalu lintas internet, bahkan bisa dihadapkan pada kemungkinan kolapsnya jaringan internet operator tersebut.
ADVERTISEMENT
1) Setiap operator perlu segera melakukan analisis demografi terkait peta persebaran pelanggan plus calon pelanggan baru mereka akibat dampak virus Covid-19 dan penerapan budaya kerja baru WFH.
2) Hasil analisis demografi ini kemudian dipakai untuk mendesain kluster baru terkait allocated capacity and traffic management (kapasitas dan manajemen lalu lintas) sesuai dengan peta persebaran dan kepadatan pelanggan di suatu daerah atau wilayah.
3) Jika analisis data pada opsi (1) dan (2) tidak memungkinkan disebabkan oleh keterbatasan waktu, maka solusi berikutnya adalah berupa penuruan/pengurangan kapasitas lalu lintas data, dengan klusterisasi/pengelompokan berdasarkan bobot aktivitas internet yang dilakukan setiap pelanggan. Bobot aktivitas pelanggan bisa dikelompokkan dalam kategori; “RINGAN”; 40 kbps (browsing, chatting, media sosial, email), “SEDANG”; 70 kbps (online banking, data backup, voice messaging) dan “BERAT"; 110 kbps (video conferencing, online gaming, download/upload data berukuran besar). Dengan pengelompokan seperti ini, operator internet dapat meningkatkan jumlah pelanggan yang bisa dilayani dalam satu waktu, walaupun dengan kapasitas internet yang terbatas.
ADVERTISEMENT
4) Berkaitan dengan penelitian yang saya lakukan saat ini, implementasi infrastruktur antena pemancar portable, yang dengan mudah bisa dipasang dan dibangun di berbagai tempat dengan konfigurasi ruang yang berbeda-beda, baik di dalam dan di luar ruangan bisa menjadi solusi untuk operator,dalam rangka memberikan layanan internet dengan kecepatan dan kualitas data yang sangat tinggi ke setiap pelanggan .
Perangkat yang kami kembangkan, hasil kerjasama antara Ofcom (The Office of Communications), salah satu provider lokal UK dan University College London (UCL), yang disebut sebagai Metasurface Antenna Array (MRA), merupakan kumpulan puluhan pemancar antenna yang disusun sedemikian rupa dalam bidang berukuran relatif kecil (saat ini 100 antenna bisa didesain dalam bidang berukuran 30 cm x 30 cm atau hanya sekitar ukuran kertas A4).
ADVERTISEMENT
Dengan senang hati saya terbuka untuk kemungkinan kolaborasi ataupun pemesanan secara cepat dengan pemerintah Indonesia dan operator lokal di tanah air.
* Penulis saat ini bekerja sebagai peneliti yang berbasis di kota London, Inggris