Manusia Parsial dan Pengetahuan yang Terbatas

Danny sahupala
socio political science and government . . Bekerja sebagai Tenaga Teknis Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Maluku Tengah
Konten dari Pengguna
12 April 2021 16:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Danny sahupala tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi : Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi : Penulis
ADVERTISEMENT
Dalam dunia pendidikan modern kita sering mendengar ide atau metode tentang linearitas, di mana pendidikan seyogyanya harus di bawah menuju ke jenjang yang lebih spesifik, dari semula yang bersifat umum naik ke jenjang lebih tinggi pengetahuan kita menjadi lebih khusus atau lebih spesialis.
ADVERTISEMENT
Gagasan yang menekankan linearitas hanya dilandasi oleh satu asumsi tentang indrustrialisasi pendidikan, hal ini berkaitan dengan apa yang dikenal sebagai hirilisasi pendidikan, yaitu bahwa pendidikan harus lebih tersambung dengan kepentingan yang nantinya akan dibutuhkan dunia kerja khususnya di dunia industri.
Pendidikan itu bukan hanya masalah olah pikir, tetapi juga masalah olah rasa, olah karsa atau kehendak (Ki Hadjar Dewantara).
Jadi yang lebih ditekankan dalam metode linearitas ini adalah kecocokan apa yang dihasilkan dengan jasa yang dibutuhkan oleh dunia industri, di mana ketika keduanya itu bersinergi maka akan menghasilkan apa yang kita kenal sebagai link and match antara dunia pendidikan dan dunia industri.
Menurut John Stuart Mill seorang filsuf Inggris menjabarkan bahwa pendidikan itu meliputi segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang untuk dirinya atau yang dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan mendekatkan dia kepada tingkat kesempurnaan.
ADVERTISEMENT
Sementara H. Fuad Ihsan (2005:1). Mengatakan pendidikan secara sederhana adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Metode linearitas ini terkesan menyempitkan pengertian pendidikan, pendidikan tidak hanya sekadar membuat kita memiliki satu keahlian atau kecakapan secara teknis untuk mengerjakan sesuatu. Tapi jauh lebih dalam dari pada itu.
Kita seharusnya lebih memiliki kesadaran sendiri, memiliki sikap sendiri, memiliki pikiran sendiri dan bisa merasakan sesuatu yang ada diluar kita, berempati kepada dunia di sekeliling kita serta mampu mengarahkan tindakan-tindakan kita kepada tujuan yang bermanfaat bagi masyarakat umum. Jadi ada dimensi-dimensi yang hilang dalam persepsi atau kerangka pendidikan itu jika hanya disesuaikan pada kebutuhan industri atau lapangan kerja.
Ilustrasi : wikiwand.com
Paulo Frieri dalam bukunya "Pedagogy Of The Oppressed" ia mengatakan seharusnya pendidikan menciptakan manusia yang otentik, pendidikan tidak hanya bertumpu pada nilai secara kuantitatif, di mana siswa di paksa mengambil ilmu yang didapat, tetapi pendidikan seharusnya memantau manusia agar ia secara sadar dapat mengelola rasa dan pikiran dalam menghadapi permasalahan atau keadaan lingkungannya.
ADVERTISEMENT
Kita mungkin hanya perlu sedikit belajar kembali dari sejarah konsepsi pendidikan dunia barat, salah satunya adalah tentang konsepsi atau gagasan Manusia Renaisans. Renaisans sendiri merupakan suatu era atau zaman pada abad 14 sampai abad 16. era renaisans ini dianggap sebagai jembatan penghubung antara zaman pertengahan dan modernitas, secara konvensional dianggap telah menghadirkan lonjakan serta minat dalam ilmu dan nilai-nilai klasik.
Renaisans juga menyaksikan penemuan dan eksplorasi benua baru, penurunan sistem feodal dan pertumbuhan perdagangan, dan penemuan atau penerapan inovasi yang berpotensi kuat bagi para sarjana dan pemikir pada masa itu, bagaimanapun itu adalah masa kebangkitan pembelajaran dan kebijaksanaan klasik setelah periode kemunduran dan kemandekan budaya yang lama.
Banyak pemikir modern awal sekitar abad ke 17 yang masih mewarisi pemikiran Manusia Renaisans ini, seperti Rene Descrates ia ahli dalam bidang fisika dan matematika, ada juga orang seperti Gottifried Leibniz di abad 18 awal, ia punya kecenderungan yang sama, ia mendalami ilmu biologi bahkan ahli dalam strategi militer dan juga mempelajari ilmu menghitung atau matematika.
ADVERTISEMENT
Konsep keahlian sebagai spesialisasi memang belum ada di zaman itu, tapi orang yang disebut ahli adalah orang yang bijaksana, orang yang bijaksana itu adalah orang yang mengetahui berbagai aspek dari kenyataan itu sendiri, bukan berarti orang itu tau segala sesuatu tapi ia berusaha merasakan prinsip prinsip tentang sesuatu dan mencari cara agar mengetahuinya.
Model manusia renaisans ini perlahan punah ketika ilmu pengetahuan semakin terspesialisasi terbedakan satu sama lain, orang hanya belajar ke arahnya masing-masing dengan spesialisasi tertentu saja.
Bahkan salah seorang yang dilukiskan sebagai manusia ideal renaissance Leon Batista Alberti secara tegas berani mengatakan renaisans mengajarkan kepada manusia untuk memanfaatkan kemampuan dan pengetahuannya bagi pelayanan kepada sesama. Manusia hendaknya menjalani kehidupan secara aktif memikirkan kepentingan umum.
ADVERTISEMENT
Pemikiran seorang filsuf seperti Nicolaus Driyarkara dapat dijadikan suatu bahan permenungan, bagi Nicolaus pendidikan merupakan kegiatan sadar untuk memanusiakan manusia muda, yang dia sebut sebagai hominisasi dan humanisasi. Pemikirannya dapat mencegah pendidikan yang berorientasikan gambaran manusia yang tidak fundamental.