Matahari Tak Jadi Penghalang

DHEA ALVIONITA
Mahasiswi Jurnalistik di Politeknik Negeri Jakarta.
Konten dari Pengguna
25 Mei 2022 22:06 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari DHEA ALVIONITA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Cahaya matahari. Foto: (Pexels.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Cahaya matahari. Foto: (Pexels.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Matahari mulai menghadirkan cahaya yang menunjukkan hari sudah pagi. Kamu mengawali harimu dengan sepotong roti dan secangkir kopi. Dering telepone berbunyi dari ponsel mu, tanda bahwa kamu akan segera bersiap-siap untuk memasang AC (Air Conditioner) dari rumah ke rumah hingga gedung-gedung
ADVERTISEMENT
Jalan demi jalan terus kamu telusuri bersama kuda besimu. Terik mataharipun mulai menggosongkan kulitmu. Tetapi, itu bukan jadi penghalang bagi laki-laki bernama Jopieh untuk menghidupi keluarga kecilnya.
Mungkin julukan 'si pekerja keras' cocok untukmu karena sejak kecil, dirimu sudah mampu menghasilkan rupiah. Berbagai macam pekerjaan kamu lakukan tanpa merasa malu. Mulai dari pekerja borongan, kuli panggul, hingga ojek payung.
Kini, kamu berprofesi sebagai tukang pemasang AC. Terkadang pekerjaanmu membutuhkan kesabaran yang tinggi karena harus menghadapi berbagai macam pelanggan (customer). Ada yang ramah dan royal. Ada juga yang pahit, sampai membuat dirimu mengelus dada.
"Kalau ketemu yang ramah dan royal, makanan apa aja dikasih. Sedangkan yang pahit, minum aja tidak dikasih," tambah Jopieh dengan nada pilu.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kamu pernah dituding sebagai penipu oleh pelangganmu hingga ingin dilaporkan ke pihak kepolisian. Emosi, kesal, dan marah jelas terpancar dari wajahmu. Tidak tinggal diam, kemudian kamu membuktikan dan benar saja, kamu tidak terbukti salah.
Pekerjaan yang dibayangkan olehmu ternyata tidak semulus itu. Banyak risiko yang harus kamu hadapi. Nyawalah yang menjadi taruhan karena kamu harus naik ke atas genting rumah hingga apartemen. Kamu juga tidak pernah mengeluh walaupun penghasilanmu tidak sebanding dengan pekerjaanmu yang mempertaruhkan nyawa.
Dengan segala jerih payahmu, kamu yakin bisa mewujudkan salah satu cita-citamu yaitu menyekolahkan anakmu hingga menjadi seorang sarjana. Tanpa mengenal letih, akhirnya dari pekerjaan itulah cita-citamu kini menjadi kenyataan.
(Dhea Alvionita/Politeknik Negeri Jakarta)
ADVERTISEMENT