Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Uniknya Tradisi Pernikahan Kawin Culik Adat Suku Sasak di Desa Sade Lombok
22 November 2022 16:45 WIB
Tulisan dari Dhea safitri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tradisi pernikahan di setiap suku yang ada di Indonesia memiliki ciri khas dan adat yang berbeda-beda. Salah satunya Suku Sasak yang ada di Nusa Tenggara Barat (NTB), Pulau Lombok. Tradisi unik menjelang pernikahan di Suku Sasak biasa disebut Merariq.
ADVERTISEMENT
Desa sade merupakan salah satu daerah yang masih menggunakan tradisi unik saat menjelang pernikahan yang berada di salah satu dusun di Desa Rembitan, Pujut, Lombok Tengah. Desa Sade merupakan salah satu Desa Adat Suku Sasak, terletak persis di samping jalan raya Praya-Kuta, jaraknya kurang lebih 30 km dari Kota Mataram. Dalam menjelang pernikahan, ada beberapa proses yang akan dilakukan calon pengantin, salah satunya adalah calon mempelai pria diharuskan menculik calon mempelai wanita saat menjelang pernikahan.
“Jadi adat kami disini saat menjelang pernikahan itu harus dibawa lari dulu dan anak gadisnya diculik tanpa sepengetahuan orang tua baru akan dilaksanakan akad nikah,” ujar Amaq Fano, warga lokal Desa Sade.
Amaq fano juga menambahkan penjelasan mengenai perbedaan antara kawin lari dan kawin culik, dimana kawin culik ini kedua pasangan memiliki perasaan saling sama-sama suka dan siap untuk menikah. Sedangkan kawin lari yaitu perkawinan yang masih garis keturunan keluarga atau biasanya perjodohan antar sepupu, jadi apabila wanita tidak menyukai pria maka wanita boleh dipaksa untuk menikah, kemudian calon mempelai wanita harus diculik oleh pihak pria tanpa sepengetahuan orang tua wanita.
ADVERTISEMENT
“Namun, sebelum menikah anak gadis disini harus pandai menenun, jadi harus bisa membuat tenun ikat atau yang bernama seseq,” ujar Amaq Fano. Anak gadis tersebut sudah mulai belajar menenun dari umur 7 sampai 8 tahun. Pada saat umur 16 tahun mereka sudah pandai menenun dan diperbolehkan untuk menikah.
Setelah berhasil menculik calon mempelai wanita, pihak pria harus segera memberi informasi ke pihak keluarga wanita bahwa wanita tersebut telah diculik dan diketahui seluruh warga setempat atau biasa disebut Nyelabar. Selanjutnya, kedua pasangan harus segera melaksanakan rangkaian proses adat pernikahan selama 3 hari yaitu proses meminta kepada keluarga mempelai wanita untuk memberikan persetujuan terhadap kedua calon mempelai biasa disebut Selabar. Selanjutnya, pihak laki-laki mengutus beberapa tokoh masyarakat setempat untuk melaporkan kepada kepala desa atau dusun untuk mempermaklumkan mengenai perkawinan tersebut tentang jati diri calon mempelai pria biasa disebut Mesejati. Selanjutnya proses Bait Wali yaitu kedua pihak keluarga akan membicarakan mengenai mahar dan sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
ADVERTISEMENT
“Untuk mahar sendiri di sini kebanyakan pihak keluarga wanita meminta mahar berupa mas kawin atau uang tunai, tetapi untuk uang tunai pihak wanita di sini biasa meminta mahar sebesar 10 ribu rupiah,” tambah Amaq Fano.
Kemudian, dilanjutkan upacara yang bernama Sorong Serah Aji Kkrame ini merupakan penyerahan berupa kain 25 lembar kain songket yang ditenun diserahkan kepada pihak wanita. Kedua mempelai melaksanakan akad nikah sesuai dengan cara Islam. Pada saat akad nikah berlangsung warga setempat melaksanakan adat Begawe yaitu hajatan makan-makan bersama.
Selanjutnya, kedua mempelai mengadakan arak-arakan dari rumah mempelai pria menuju rumah mempelai wanita tradisi ini disebut Nyongkolan dengan diiringi rombongan musik disertai Gendang Beleq (musik tradisonal Suku Sasak).
ADVERTISEMENT