Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Memperbaiki Krisis Iklim : Bisakah Media Memberi Dukungan Lebih Baik?
3 Juli 2022 10:26 WIB
Tulisan dari Dhela Seftiany tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Suhu bumi terus meningkat, bumi menjadi lebih panas dari sebelumnya. Krisis iklim semakin menonjol terlihat, beriringan dengan bumi yang semakin panas. Musim panas dan musim dingin menjadi lebih lama dari sebelumnya, mengancam kestabilan lingkungan kehidupan manusia yang selalu bergantung pada alam. Saat kehidupannya terancam, bagaimana manusia tidak menyadarinya?
ADVERTISEMENT
Perubahan iklim terjadi karena adanya pemanasan global di bumi. Pada tahun 2018, Penilaian Iklim Nasional Amerika Serikat menyimpulkan bahwa perubahan iklim di bumi berlangsung sangat cepat sepanjang sejarah modern ini, diakibatkan oleh aktivitas manusia (Dietz, 2020).
Dalam Buku berjudul Emerging Trends in Agriculture Science, Bab Global Warming: Causes, Effect, and Solutions, dijelaskan bahwa pada 2021 lalu, suhu rata-rata sistem iklim bumi diperkirakan meningkat 0,3 hingga 1,7 derajat celcius dalam skenario emisi terendah dan 2,6 hingga 4,8 derajat celcius dalam skenario emisi tertinggi.
Emisi gas yang tinggi itu semakin menumpuk di atmosfer dan terperangkap menyelubungi bumi. Pembakaran energi fosil seperti batu bara, minyak bumi, penggunaan kendaraan bermotor, dan lainnya, menjadi salah satu penyumbang emisi terbesar yang terperangkap di atmosfer. Keberadaan emisi gas ini menumpuk bersama karbon lain yang menyelubungi bumi.
ADVERTISEMENT
Tingginya emisi di atmosfer ini menyebabkan panas matahari yang masuk ke bumi yang seharusnya terpantul kembali ke luar atmosfer, malah tertahan dan terpantulkan kembali ke dalam bumi. Hal ini menyebabkan suhu di bumi menjadi lebih panas.
Pemanasan global inilah yang berdampak pada adanya perubahan-perubahan cuaca yang tidak lazim. Meningkatnya suhu bumi mengakibatkan perubahan iklim berupa berubahnya jangka waktu cuaca secara global atau dalam wilayah tertentu, yang juga berakibat pada berubahnya ekosistem yang mengancam terjadinya bencana alam.
Emisi Gas: Pemicu Pemanasan Global
Emisi gas yang berpengaruh terhadap perubahan iklim didominasi oleh emisi karbon CO2. Emisi karbon ini paling banyak dihasilkan oleh pembakaran batu bara. Hal ini terlihat dalam data yang dirilis oleh International Energy Agency (IEA), di mana penghasil emisi karbon terbesar selama 29 tahun (1990-2019), dihasilkan oleh energi batu bara.
ADVERTISEMENT
Indonesia sendiri menjadi salah satu negara yang masih menggantungkan sumber listrik terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dari hasil pembakaran batu bara. Badan Pusat Statistik mencatat, PLTU menjadi penyumbang tenaga listrik terbesar di Indonesia dalam skala Megawatt.
Grafik di atas memperlihatkan bahwa PLTU menjadi penyumbang tenaga listrik terbesar di Indonesia dalam skala Megawatt pada tahun 2020. Hal ini memperlihatkan adanya kebutuhan yang besar terhadap pembakaran batu bara untuk menjalankan pembangkit listrik.
Krisis iklim yang mengancam kehidupan manusia, mulai menjadi perhatian tersendiri bagi banyak masyarakat Indonesia. Berbagai demonstrasi dan kampanye terus dilakukan, mengharapkan informasi darurat bisa sampai pada masyarakat lainnya.
Indonesia sendiri menjadi salah satu negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dengan status Indonesia sebagai negara dengan ribuan pulau, Indonesia menjadi rumah bagi berbagai jenis topografi, geografi, pesisir pantai, hingga iklim. Belum lagi penduduk Indonesia yang cukup padat pada wilayah tertentu. Hal ini menjadikan Indonesia cukup rawan terhadap terjadinya berbagai bencana alam jika perubahan iklim ini terjadi.
ADVERTISEMENT
Peran Media Terhadap Upaya Memperbaiki Krisis Iklim
Peran media yang turut aktif dalam menyuarakan isu perubahan iklim menjadi sebuah mitigasi sendiri bagi masyarakat. Upaya media untuk menyajikan informasi sebagai bentuk mitigasi dini terhadap dampak krisis iklim, dapat menjadi salah satu sumber masyarakat untuk mendapatkan edukasi. Hal ini juga dapat berdampak terhadap kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dan memahami dampak nyata perubahan iklim.
Pada tahun 2019 lalu, masyarakat Indonesia digegerkan dengan dirilisnya film dokumenter karya Watchdoc Documentary, berjudul Sexy Killers. Dalam video tersebut, diperlihatkan bagaimana industri pertambangan batu bara, proses distribusinya, hingga proses menjadi energi listrik di PLTU, berdampak pada kerusakan lingkungan. Karya ini,menuai banyak komentar positif dari mereka yang mengaku ‘tersadarkan’ atas rusaknya lingkungan saat itu.
ADVERTISEMENT
Melansir dari VOAIndonesia.com, anggota LBH Bandung, Lasma Natalia mengungkap bahwa dampak dan pembangunan industri batu bara ini tidak pernah disampaikan secara jujur kepada publik. Dokumentasi Sexy Killers ini merupakan salah satu produk jurnalisme investigasi dan jurnalisme lingkungan yang memberi gambaran pada khalayak tentang keadaan krisis lingkungan akibat industri pertambangan batu bara dan PLTU di beberapa wilayah. Dokumentasi Sexy Killers menjadi salah satu contoh karya jurnalistik yang berhasil menarik perhatian masyarakat.
Pemberitaan tentang perubahan iklim sendiri menjadi suatu hal yang penting. Melalui karya jurnalistik berbasis sains, masyarakat bisa mendapatkan edukasi tentang urgensi krisis iklim. Untuk mendukung hal ini, diperlukan pemahaman yang mendalam dari para jurnalisnya terkait studi perubahan iklim yang dimaksud.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Jurnalis Menyajikan Berita Perubahan Iklim?
Dalam talkshow bertajuk Encouraging the Society in Understand Climate Change Matters Through Science Journalism, Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat, Meiki Wemly Paembong, menjelaskan bahwa seorang jurnalis yang akan menginformasikan terkait perubahan iklim harus mampu bertanya banyak hal sebelum menyajikan informasi terhadap khalayak.
Meiki mencontohkan bagaimana seorang jurnalis bisa saja keliru terhadap pemberitaan yang disampaikannya, meskipun berbasis sains. Misalnya menurut Meiki, informasi tentang inovasi mengurangi sampah melalui didirikannya PLTS, teknologi pirolisis, dan lainnya, tidak bisa secara mentah dan begitu saja dijadikan pemberitaan.
Menurutnya, jurnalis perlu mencari informasi pembanding untuk mengetahui dampak yang akan terjadi melalui inovasi tersebut.
“Publik tidak banyak yang tahu, proses pembakaran ini akan menghasilkan emisi-emisi yang merusak lingkungan. Solusi yang dianggap tidak tepat ini mungkin dianggap sains tanpa mencoba mengklarifikasi, tanpa meminta informasi pembanding”, jelas Meiki.
ADVERTISEMENT
Bagi Meiki, jurnalis seperti itulah yang dinamakan berimbang, di mana mereka (jurnalis) juga bisa mendapat pengetahuan baru berbasis sains.
Di sisi lain, Meiki juga merekomendasikan bentuk karya jurnalisme sains seperti apa yang bisa menjadi media informasi kepada masyarakat terkait perubahan iklim ini. Menurutnya, selain informasi berbentuk audio visual yang biasa dianggap lebih menarik bagi publik, tetap diperlukan produk jurnalisme berbentuk tulisan. Baik cetak maupun digital, menurutnya keduanya bisa menuliskan detail-detail sains yang ingin disampaikan.
Sebagai negara berkembang yang publiknya masih disibukkan oleh kegiatan ekonomi, Meiki berpendapat bahwa para jurnalis perlu membuat produk jurnalisme sains yang menarik. Hal ini dianggapnya sebagai tantangan tersendiri untuk para jurnalis agar dapat menyajikan informasi tentang urgensi perubahan iklim secara detail, namun menarik dan mudah dipahami.
ADVERTISEMENT
___________________
Referensi :
Ainurrohmah, S., & Sudarti, S. (2022). Analisis Perubahan Iklim dan Global Warming yang Terjadi sebagai Fase Kritis. Jurnal Phi; Jurnal Pendidikan Fisika dan Terapan, 3(3), 1-10.
Climate Chage Overview - Indonesia. (2021). Climate Change Knowledge Portal.
Dietz, T., Shwom, R. L., & Whitley, C. T. (2020). Climate change and society. Annual Review of Sociology, 46, 135-158.
Fawzy, S., Osman, A. I., Doran, J., & Rooney, D. W. (2020). Strategies for mitigation of climate change: a review. Environmental Chemistry Letters, 18(6), 2069-2094.
Kumari, S. (2021). Chapter-5 Global Warming: Causes, Effects and Solutions. Emerging Trends in Agriculture Sciences, 67.
Tuasikal, R. (April 21, 2019). Film “Sexy Killers” Ungkap Elit Politik di Balik Batu Bara. VOA Indonesia.
ADVERTISEMENT
Live Update