Konten dari Pengguna

Demokrasi Dalam Cengkeraman Kartel Politik!

Delvis sonda
Ketua PMKRI Cabang Jakarta timur
28 Agustus 2024 12:32 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Delvis sonda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi dinasti politik. foto: www.shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi dinasti politik. foto: www.shutterstock.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menuju Pilkada 2024, Indonesia kembali berada di persimpangan penting dalam perjalanan demokrasinya. Demokrasi yang seharusnya menjadi sarana rakyat untuk menentukan pemimpin yang sesuai dengan kehendak mereka, kini semakin terancam oleh praktik-praktik politik yang mencederai makna sebenarnya dari demokrasi itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Fenomena kartel politik yang mencengkeram proses demokrasi hari ini membuat rakyat kehilangan kebebasan untuk memilih pemimpin yang sejati, terutama menuju Pilkada mendatang. Demokrasi yang seharusnya menjadi tempat bagi rakyat untuk menentukan arah kepemimpinan, kini justru diamputasi oleh praktik politik yang mencederai esensi demokrasi.
Demokrasi yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur Pancasila dan esensi dari demokrasi itu sendiri adalah kesetaraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila, sebagai landasan ideologi negara, menempatkan kedaulatan di tangan rakyat, memberikan hak kepada setiap individu untuk berpartisipasi dalam menentukan arah bangsa dan negara.
Namun pada kenyataan yang terjadi pada saat ini menunjukkan bahwa praktik-praktik politik yang ada seringkali bertolak belakang dengan nilai-nilai luhur demokrasi. Demokrasi yang berkualitas seharusnya memberi kesempatan kepada rakyat untuk memilih tanpa paksaan atau tekanan. Demokrasi yang sejati tidak membatasi pilihan rakyat, melainkan memperkuat posisi mereka sebagai pemegang kedaulatan.
ADVERTISEMENT
Demokrasi dalam bingkai Pancasila harus menghormati prinsip kesetaraan, di mana setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik. Namun, demokrasi Indonesia saat ini menghadapi tantangan yang sangat serius dengan adanya dominasi kartel politik yang terdiri dari kelompok-kelompok kekuatan yang mendominasi partai-partai politik, sehingga rakyat sulit untuk menentukan calon pemimpin yang benar-benar mereka inginkan. Partai politik yang seharusnya menjadi instrumen politik dan demokrasi kini seringkali dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tersebut, yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok daripada kepentingan masyarakat.
Saat ini kartel politik mendominasi, sehingga proses demokrasi menjadi terdistorsi. Rakyat kehilangan kesempatan untuk memilih pemimpin yang memiliki rekam jejak, prestasi, dan kemampuan manajerial yang baik. Sebaliknya, yang terjadi adalah pemimpin-pemimpin yang muncul ke permukaan seringkali adalah mereka yang populer karena citra yang dibangun melalui media, bukan karena kualitas kepemimpinan yang sebenarnya. Akibatnya, demokrasi kehilangan esensi dan maknanya sebagai alat untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Ketika kartel politik menentukan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan, demokrasi kehilangan arah dan tujuannya.
ADVERTISEMENT
Demokrasi terbesar adalah ketika rakyat tidak lagi menyadari apa makna sejati dari demokrasi itu sendiri. Makna demokrasi yang sebenarnya adalah ketika rakyat memiliki kemampuan untuk menentukan pemimpin yang mereka inginkan berdasarkan pertimbangan rasional, bukan karena tekanan atau pengaruh dari kekuatan tertentu.
Senada dengan pesan Megawati Soekarnoputri dalam pidatonya pada peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-79, menegaskan bahwa rakyak harus diberi hak untuk memilih pemimpin yang benar-benar sesuai dengan kehendak mereka, bukan yang dipaksakan oleh kekuatan politik tertentu. Demokrasi harus memungkinkan rakyat untuk merdeka sepenuhnya dalam menentukan pemimpin mereka. Pemaksaan calon pemimpin yang belum mumpuni, yang tidak memiliki kapasitas atau rekam jejak yang jelas, merupakan bentuk pengkhianatan terhadap esensi demokrasi itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Politik harus menjadi alat untuk membangun peradaban, bukan sekadar untuk merebut kekuasaan.
Demokrasi Pancasila harus menempatkan kedaulatan di tangan rakyat, bukan di tangan partai atau orang yang menggunakan kekuasaannya untuk membeli partai dan menjadikannya sebagai alat kepentingan politik semata. Dalam konteks ini, kualitas demokrasi menjadi sangat penting.
Keputusan MK beberapa waktu lalu juga memberikan kita pelajaran penting tentang membangun demokrasi yang kreatif dan partisipatif. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi di mana partisipasi rakyat diutamakan, di mana pilihan rakyat dihargai dan diakomodasi, bukan diabaikan atau dimanipulasi.
Dalam konteks saat ini, partai-partai politik memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa mereka tidak terjebak dalam politik kartel yang hanya menguntungkan segelintir elite. Sebaliknya, mereka harus menjadi pelayan publik yang sejati, yang lebih mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
ADVERTISEMENT
Realitas politik Indonesia pada saat ini menunjukkan bagaimana kartel politik dapat menguasai demokrasi, dengan menghalangi munculnya calon-calon terbaik dan memanipulasi proses demokrasi untuk kepentingan segelintir elite. Dalam konteks Pilkada DKI Jakarta, fenomena borong tiket oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) menunjukkan betapa demokrasi kita tengah berada di bawah ancaman serius.
Ketika partai-partai politik lebih mementingkan keuntungan pragmatis dan kekuasaan daripada mengedepankan kehendak rakyat, esensi dari demokrasi itu sendiri mulai terkikis. Pemilih hanya disodori calon boneka, tanpa adanya pilihan yang nyata dan bermakna. Ini bukan hanya menghina nalar demokrasi, tetapi juga merampas kedaulatan rakyat. Fenomena kartel politik adalah salah satu dampak langsung dari penerapan threshold yang tinggi.
Kartel politik terbentuk ketika partai-partai besar bekerja sama untuk menguasi panggung politik, seringkali mengabaikan atau bahkan menyingkirkan partai-partai kecil dan calon independen. Dalam konteks pilkada Jakarta, koalisi indonesia maju (KIM) telah menjadi contoh dari bagaimana kartel politik dapat menguasai pemilihan, dengan memborong tiket pencalonan dan menghalangi munculnya calon-calon potensial lainnya.
ADVERTISEMENT
Kartel politik seperti ini menciptakan monopoli kekuasaan yang merusak esensi demokrasi. Dalam demokrasi yang sehat, rakyat seharusnya memiliki banyak pilihan, dan setiap calon seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing.
Namun, ketika kartel politik menguasai panggung politik, pilihan rakyat menjadi terbatas, dan mereka sering kali hanya disodori calon boneka yang diusung oleh kartel tersebut. Ini adalah bentuk penghinaan terhadap nalar demokrasi, di mana rakyat tidak lagi memiliki kontrol penuh atas proses politik.
Dalam situasi di mana kartel politik mendominasi, kekuasaan cenderung terkonsentrasi pada segelintir elite, yang dapat mengakibatkan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Dengan membuka ruang bagi lebih banyak partai politik untuk bersaing, putusan MK ini membantu memastikan bahwa kekuasaan tidak terkonsentrasi pada satu atau dua partai besar saja.
ADVERTISEMENT
Selain itu, putusan ini juga dapat mendorong partai-partai kecil untuk lebih aktif terlibat dalam politik, karena mereka tidak lagi harus bergantung pada koalisi dengan partai besar untuk dapat mencalonkan kandidat. Ini dapat memperkuat sistem politik Indonesia secara keseluruhan, karena partai-partai kecil yang sebelumnya terpinggirkan kini memiliki kesempatan untuk menunjukkan potensi mereka.
Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 untuk menurunkan ambang batas pencalonan gubernur di DKI Jakarta menjadi 7,5 persen merupakan langkah berani yang menantang hegemoni politik kartel, yang selama ini mengancam kualitas demokrasi Indonesia. Dengan menurunkan threshold, MK tidak hanya memperluas kesempatan bagi partai-partai kecil dan calon independen, tetapi juga membuka pintu bagi beragam calon yang sebelumnya terhambat oleh batasan tinggi.
ADVERTISEMENT
Langkah ini menciptakan ruang yang lebih adil untuk kompetisi politik, mengurangi ketergantungan pada koalisi dengan partai besar, dan memberikan rakyat pilihan yang lebih beragam. Namun, tantangan masih ada. Proses implementasi harus dilakukan dengan transparansi dan keadilan untuk memastikan bahwa penurunan threshold tidak hanya menjadi simbol perubahan, tetapi benar-benar meningkatkan kualitas demokrasi.