Konten dari Pengguna

Agama dan Tantangan Radikalisme

Dheza Azra Mahendra
Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
11 November 2021 21:37 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dheza Azra Mahendra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Radikalisme: Ketika Konsep Agama dan Keberagamaan Disalahartikan
https://www.shutterstock.com/image-vector/conceptual-vector-illustration-social-problems-stop-540503563
zoom-in-whitePerbesar
https://www.shutterstock.com/image-vector/conceptual-vector-illustration-social-problems-stop-540503563
Gerakan radikalisme yang selama ini kerap terjadi nyatanya memberikan keresahan yang cukup mendalam bagi seluruh lapisan masyarakat. Gerakan yang mengandung makna negatif tersebut mengancam persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia pun turut terancam. Sejatinya, yang perlu diberikan perhatian penuh adalah mengenai pemahaman masyarakat terhadap agama dan keberagamaan. Tentu tidak ada satu agama pun yang memerintahkan untuk melakukan tindakan radikalisme yang keji dan apabila hal tersebut tetap terjadi, maka konsep keberagamaan perlu dipertanyakan.
ADVERTISEMENT
Pengertian Radikalisme
Menurut KBBI, radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Mereka yang radikal akan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keinginan dan cita-citanya. Sikap radikal tersebut akan menutup mata dan hati nurani para pengikutnya untuk tetap berpegang teguh kepada prinsip perubahan yang sejatinya dilakukan secara kasar dan hanya sepihak. Perubahan dalam kondisi politik kerap kali menjadi target para kaum radikal, mereka beranggapan bahwa politik atau ideologi suatu negara harus sepaham dengan apa yang mereka yakini. Adapun dapat disimpulkan bahwa radikalisme adalah suatu paham yang dianut oleh kelompok tertentu yang memiliki tujuan untuk melakukan perubahan dan menentang perbedaan dengan cara kasar.
ADVERTISEMENT
Radikalisme dalam Agama dan Keberagamaan
Hal pertama yang harus diketahui adalah perbedaan antara agama dan keberagamaan. Secara singkat, agama lebih kepada keyakinan yang diyakini oleh seseorang sebagai pedoman hidup dari Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan keberagamaan adalah praktik atau amalan yang dilakukan oleh pemeluk agama dalam kehidupan sehari-hari. Kerap kali banyak orang salah kaprah mengenai hal tersebut. Tidak ada agama yang salah karena semua agama menuju kepada kebaikan, tetapi konsep keberagamaan yang sering disalahartikan sebagai sarana untuk menjatuhkan agama.
Iman kepada Tuhan memang harus diwujudkan dengan aksi nyata. Keyakinan akan kekuatan Tuhan memang pantas menjadi motivasi agar semakin kuatnya ketakwaan seseorang. Agama memang harus dibela apa pun itu risiko yang akan didapatkan. Namun, membela juga harus dengan cara yang benar dan tidak menyalahi kodrat kemanusiaan. Hal ini yang kerap kali disalahartikan oleh mereka yang radikal. Tidak ada satu pun agama yang menghalalkan kekerasan dan pembunuhan. Oknum radikal sejatinya tidak memahami ajaran agama secara komprehensif dan matang, sehingga setiap aksi radikal yang dilakukan selalu dikaitkan dengan agama tertentu yang padahal itu merupakan bentuk ketidakpahaman mereka terhadap agama mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Dalam beragama di masyarakat, banyak sekali orang yang tanpa dilandasi ilmu yang cukup tentang agama, tetapi bertindak dengan mengatasnamakan agama, sehingga apa yang diucapkannya harus diikuti tanpa mau menerima kritik dan saran. Sebab oknum tersebut sudah telanjur dianggap tokoh masyarakat dan berperan dalam masyarakat, maka pada akhirnya melahirkan banyak kekeliruan dan kekacauan dalam masyarakat awam karena pemahaman tentang agama yang sempit.
Keberagamaan yang direpresentasikan oleh oknum radikal sesungguhnya membelokkan ajaran agama yang sebenarnya. Sebagai contoh, dalam agama islam dikenal dengan istilah jihad. Jihad adalah segala daya upaya yang dilakukan untuk mencapai kebaikan dan membela agama islam. Dari pengertian tersebut, kerap kali disalahartikan oleh oknum radikal sebagai perintah untuk melakukan aksi yang tidak terpuji. Banyak terjadi bom bunuh diri yang dilakukan oleh oknum radikal di gereja yang dimaksudkan sebagai jalan untuk melakukan jihad dan mati syahid. Padahal tidak demikian konsep jihad yang sebenarnya. Jihad harus dilakukan dalam kebaikan dan kebenaran, seperti menuntut ilmu. Kesalahpahaman akan konsep jihad tersebut telah mengakar kuat dan dijadikan sebagai alasan bahwa hal tidak terpuji yang dilakukan oleh oknum tersebut diperintahkan oleh agama.
ADVERTISEMENT
Ubi Caretas Deus ibi est. Di mana ada cinta, di situ ada Tuhan. Jika dan hanya jika ada cinta, maka Tuhan turut hadir. Tuhan dalam agama mana pun tidak pernah menuntut korban bakaran dan tidak ada pula perintah dari Tuhan untuk menghakimi mereka yang berbeda keyakinan. Tuhan hadir dengan cinta kasih kepada makhluk-Nya, bukan dengan cara radikal yang amat tidak terpuji.
Keterkaitan antara Radikalisme dengan Islam di Kacamata Internasional dan Nasional
Dalam konteks internasional, realitas politik standar ganda Amerika Serikat dan sekutunya merupakan pemicu dari berkembangnya paham yang mengidentifikasikan radikalisme dengan islam. Hal tersebut terus menguat dengan adanya peristiwa World Trade Center (WTC) yang terjadi pada 11 September 2001. Pihak tertuduh dari peristiwa tersebut ialah jaringan Al Qaeda yang dipimpin oleh Osama Bin Laden. Akibat dari hal tersebut, Amerika Serikat dan sekutunya terus menerus mengaitkan segala bentuk tindakan radikal dan terorisme dengan islam.
ADVERTISEMENT
Dari konteks dalam negeri Indonesia, keterkaitan islam dengan gerakan radikalisme telah diawali dari gerakan DI/TII yang melakukan pemberontakan kepada pemerintah. Selain itu, karena banyak organisasi islam yang ternyata bergerak dengan cara radikal, seperti Front Pembela Islam (FPI). Bagi FPI, islam tidak selaras dengan demokrasi karena kedaulatan berada di tangan Tuhan. FPI juga memetakan daerah yang siap menjalankan syariat islam. Selain itu, bagi FPI larangan wanita sebagai presiden sudah sangat jelas dilarang dalam islam. Apa yang diyakini oleh FPI sudah pasti bertentangan dengan prinsip negara Indonesia yang demokrasi. Salah satu pengurus FPI juga terasosiasi sebagai anggota terorisme karena ditemukan banyak bahan peledak. Dengan demikian, semakin marak masyarakat yang mengidentifikasikan gerakan radikalisme dengan islam.
ADVERTISEMENT
Pandangan dari sisi internasional dan dalam negeri terus mengidentikkan gerakan radikalisme dengan agama islam. Dengan alasan tersebut, mendorong umat islam fundamentalis untuk menampilkan diri sebagai gerakan yang radikal, seperti simbol anti Amerika Serikat. Radikalisme dalam beragama sesungguhnya dapat muncul di agama mana saja. Namun, agama islam lebih diidentikkan dengan gerakan radikal karena banyak tuduhan yang menyudutkan hal demikian. Terlepas dari itu, yang semakin mengidentikkan radikalisme dengan islam adalah ISIS. ISIS mengaku sebagai bagian dari islam dan melakukan tindakan radikalisme yang mencoreng nama baik islam. Dengan alasan-alasan yang telah dijelaskan tersebut, membuat islam selalu diidentikkan dengan gerakan berbau radikalisme.
Tidak ada satu pun agama yang mengarah pada radikalisme. Melihat lebih jauh ajaran islam sebenarnya, yakni dalam surah Al-Anbiya (107) Allah berfirman:
ADVERTISEMENT
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”.
Ayat tersebut menegaskan bahwa Allah telah menjamin bahwa islam adalah agama yang penuh dengan rahmat. Kapan pun dan di mana pun islam berada, hendaknya di situ juga ada kepastian akan keamanan dan kedamaian bagi seluruh makhluk hidup. Dengan akal dan hati nurani yang dimiliki, manusia seharusnya dapat mencermati makna dari ayat tersebut dan mengamalkannya dalam beragama sehari-hari.
Dampak dan Solusi untuk Membendung Gerakan Radikalisme
Radikalisme dapat menjadi awal dari perpecahan. Keegoisan dan kerasisan yang dimiliki orang berpaham radikal akan membuatnya tidak mau menerima perbedaan. Padahal, dalam kehidupan, perbedaan tersebut akan terus ada karena kita adalah masyarakat yang majemuk. Pada akhirnya, prinsip tidak mau menerima perbedaan tersebut akan menimbulkan kekotak-kotakan dalam masyarakat. Perbedaan akan secara jelas terlihat karena di antara yang beda tersebut tidak mau menjalin hubungan interaksi sosial.
ADVERTISEMENT
Solusi untuk menekan gerakan radikalisme adalah perlunya dilakukan pembinaan dan penyuluhan. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan, media sosial, pergaulan dan lain sebagainya. Dengan melakukan hal tersebut, masyarakat akan memiliki pehamaham yang pasti mengenai apa itu radikalisme dan bahayanya, sehingga pengetahuan masyarakat akan semakin meluas dan tidak mudah untuk menerima doktrin tentang radikalisme. Pembekalan juga harus menjangkau semua lapisan masyarakat, termasuk kaum muda. Kaum muda sebagai target mudah untuk diberi doktrin harus memiliki kemampuan mumpuni untuk menghalang hal tersebut. Apabila generasi sudah cukup pandai dalam memahami radikalisme dan bahayanya, maka angka gerakan radikalisme pasti akan menurun setiap tahunnya.
Opini Penulis
Radikalisme agama merupakan pergerakan dengan tujuan mengubah ideologi bangsa dengan ideologi yang bersumber kepada hukum agama dan dilakukan dengan cara kekerasan. Pada dasarnya, radikalisme dalam agama dapat terjadi di agama mana saja, tapi islam selalu diidentikkan dengan radikalisme karena terdapat oknum yang memanfaatkan islam sebagai agama yang memberi kedamaian untuk mewujudkan kepentingan golongan tertentu.
ADVERTISEMENT
Sudah pasti tidak ada satu agama pun yang memperbolehkan umatnya untuk melakukan tindakan yang radikal dalam konotasi negatif. Radikalisme lebih mengancam kepada keberlangsungan hidup dalam beragama karena radikalisme bukan bagian dari agama, melainkan berupa sifat atau tindakan yang dilakukan oleh umat beragama.
Radikalisme sebagai tantangan dalam beragama kian nyata di kehidupan masyarakat. Penyebaran paham melalui berbagai aspek, terutama media sosial ikut menjadi penyebabnya. Sayangnya, di era kemajuan zaman, justru pemikiran kolot seperti radikalisme malah berkembang. Hal tersebut menandakan bahwa kemajuan zaman sejatinya menunjukkan kemunduran moral.
Hal ini menjadi tugas besar untuk generasi penerus, terutama mahasiswa sebagai agent of change untuk kembali menanamkan sikap luhur dan berbudi pekerti agar nantinya tindakan radikalisme yang tidak terpuji dapat perlahan berkurang.
ADVERTISEMENT