Pagelaran Wayang Kulit Bukan Sekadar Seni

Dhifa Febriyanti
Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia, Universitas Pamulang.
Konten dari Pengguna
11 Desember 2023 16:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dhifa Febriyanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Foto Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Foto Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wayang adalah salah satu seni budaya Indonesia yang berbentuk boneka tiruan orang terbuat dari pahatan kulit atau kayu--tergantung jenis wayangnya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, wayang berarti sesuatu yang dimainkan oleh seorang dalang. Menurut Jaya, dkk (2018: 235) seorang dalang memilki peranan sentral dalam pertunjukan wayang kulit. Dalang adalah seorang yang ahli dalam ilmu pewayangan dan mempunyai kemampuan untuk melakukan pementasan wayang kulit. Sebagai salah satu warisan budaya agung nenek moyang bangsa Indonesia, pertunjukan wayang mempunyai makna filosofis yang mendalam dan diterapkan oleh dalang dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Menjadi seorang dalang dalam pertunjukan wayang kulit tidaklah mudah. Tidak semua orang dapat melakukannya. Terdapat sebuah ritual yang dilakukan oleh dalang dalam pementasan wayang baik sebelum atau sesudah pementasan tersebut. Seperti dalam Pagelaran Wayang Kulit Surakarta oleh Ki Kasmin G. dalam Lakon Gatotkaca Winisuda yang diselenggarakan di Kota Tua, lebih tepatnya Museum Wayang pada Minggu, 24 September 2023 lalu. Pergelaran wayang tersebut menjadi yang terakhir kalinya tahun ini dikarenakan renovasi yang akan dilakukan Museum Wayang. Karena hal itu, puluhan mahasiswa dari Universitas Pamulang antusias menyaksikannya hingga memenuhi aula pergelaran.
Sumber: Foto Pribadi. Foto Bersama Ki Kasmin G.
Dalam durasi waktu kurang lebih 3-4 jam, Ki Kasmin Guno Prayitno, seorang dalang berhasil mementaskan Lakon Gatotkaca Winisuda dengan epik. Dalam pergelaran tersebut, tertangkap hal menarik bagi mahasiswa yang baru pertama kali menonton pementasan wayang kulit. Yakni, saat sebelum dan sesudah ceritanya dimulai, tampak punggung sang dalang diusap-usap oleh penyimping—orang yang membantu dalang dalam menyiapkan pementasan wayang. Apakah hal itu berkaitan dengan mistis?
ADVERTISEMENT
Beberapa persepsi mengatakan bahwa dilakukannya ritual itu bertujuan untuk ‘menjaga’ sang dalang dari awal pementasan hingga akhir. Jika dilakukan oleh orang biasa, mana mungkin bisa melakukan pementasan dalam berjam-jam tanpa henti. Dalam filosofis orang Jawa, pada awal sebelum cerita dimulai, penyimping mengusap punggung sang dalang untuk memasukkan “sesuatu” yang membuat dalang bisa menggerakan wayang kulit berjam-jam. Pada akhir cerita selesai, penyimping kembali mengusap punggung sang dalang untuk mengeluarkan “sesuatu” yang dimasukkan tadi diawal.
Hal itu terkait dengan suatu kepercayaan yang berisi mantra atau doa saat sebelum, selama, dan sesudah pergelaran wayang dilakukan. Bukan hanya orang Jawa saja, di daerah lain seperti Bali memiliki ritual dalang sesuai dengan budaya mereka. Dapat disimpulkan, wayang sebagai suatu perpaduan budaya tidak hanya mengandung unsur seni tetapi juga mengandung unsur tradisi, ritual, adat istiadat, kebiasaan sosial, etika, moralitas, falsafah hidup, pengetahuan umum, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT