Pembangunan Tidak Dapat Dijadikan Alasan untuk Deforestasi

Dhika Khoirun Nisa
Mahasiswi Pembangunan Wilayah Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
28 Desember 2021 15:02 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dhika Khoirun Nisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar: Unsplash
ADVERTISEMENT
Pengurangan lahan hutan atau deforestasi menjadi perbincangan yang layak untuk mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan utamanya pemerintah. Deforestasi selalu bisa terbayangkan dengan berbagai dampak negatifnya, seperti penggundulan hutan, kurangnya penghijauan, peningkatan risiko bencana, peningkatan polusi udara, dll. Deforestasi merupakan hilangnya tutupan hutan secara permanen maupun sementara (FAO 1990; World Bank 1990; Sunderlin & Resosudarmo 1997). Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 70 tahun 2017, deforestasi merupakan perubahan secara permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan. Deforestasi seringkali menjadi topik yang dikawal oleh para pegiat lingkungan di Indonesia sebagai upaya untuk mengurangi deforestasi.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 3 November 2021, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar mengunggah cuitan yang cukup mengundang kontroversi melalui sosial media Twitter.
Sumber gambar: Twitter.com/SitiNurbayaLHK
Ringkasnya, dalam cuitan tersebut Siti Nurbaya Bakar menjelaskan bahwa pembangunan di Indonesia (terutama infrastruktur/prasarana dasar) memang harus dilakukan dengan pembabatan hutan, seperti untuk membangun jalan di Kalimantan dan Sumatera. Pembangunan infrastruktur/prasarana dasar sejatinya difungsikan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, yang mana akan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan infrastruktur/prasarana dasar tentunya membutuhkan lahan yang cukup dan sesuai (termasuk lahan hutan), karena itu pemerintah dinilai perlu melakukan deforestasi dengan alasan tersebut. Lantas, benarkah deforestasi yang telah terjadi berasal dari pembangunan infrastruktur/prasarana dasar? Ataukah didominasi oleh pembangunan komersial?
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka deforestasi Indonesia mencapai 462.458,5 Ha pada tahun 2018-2019. Angka tersebut hanya berdasarkan angka deforestasi per provinsi, belum berdasarkan proporsi kegiatan-kegiatan apa saja yang menyebabkan adanya deforestasi. Kalimantan dan Sumatera menjadi contoh daerah yang disebutkan oleh Siti Nurbaya Bakar. Kalimantan memiliki angka 128.018 Ha. Sumatera memiliki angka deforestasi sebesar 82.381 Ha, tentunya angka yang cukup besar.
Hadiyan dkk (2017) menyebutkan terdapat berbagai faktor penyebab deforestasi di Sumatera dan Kalimantan, di antaranya konversi hutan alam menjadi areal usaha (kelapa sawit, karet, hutan tanaman industri, dan tambang), pembakaran lahan gambut, lemahnya penegakan hukum, pembakaran/kebakaran hutan, pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum dan sosial, illegal logging, pengelolaan hutan yang buruk, dll. Keberadaan pembangunan areal usaha/areal komersial tidak lepas dari tujuan daerah untuk meningkatkan perekonomian daerah melalui peningkatan kegiatan kelapa sawit, karet, batu bara, dan minyak dan gas. Hal tersebut tentunya berdampak positif terhadap ekonomi, tetapi menjadi mimpi buruk bagi lingkungan ketika disandingkan dengan lemahnya perizinan, pengelolaan, dan penegakan hukum daerah. Salah satunya, di Kalimantan Timur terjadi besarnya luas perizinan tambang batu bara hingga 13.87 Ha (padahal luas wilayah hanya 12.7 Ha) dikarenakan keluarnya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang mana izin tambang diatur oleh pemerintah daerah (Sonny & Wardhana, 2020). Hal tersebut menjadi salah satu contoh bahwa terjadinya deforestasi didominasi oleh pembangunan komersial.
ADVERTISEMENT
Deforestasi bukanlah masalah sepele, kehilangan hutan bukan hanya berarti berkurangnya pasokan oksigen, tetapi juga berdampak pada peningkatan kerentanan bencana, misalnya banjir, longsor, hingga permasalahan iklim. Pembangunan infrastruktur maupun prasarana dasar merupakan hal yang penting untuk menunjang kebutuhan masyarakat, tetapi bukan berarti pembangunannya harus mengabaikan lingkungan. Pembangunan yang dilakukan harus seimbang antar sektornya. Oleh karena itu, pengurangan maupun pembatasan deforestasi tidak hanya dilakukan oleh satu sektor (kehutanan), tetapi juga perlu adanya dukungan dari sektor-sektor lainnya, seperti sektor industri, pertambangan, pertanian, dll. dengan meningkatkan pengelolaan lahan yang lebih transparan didukung dengan pendataan yang rinci agar terciptanya regulasi maupun kebijakan yang lebih harmonis bagi berbagai sektor.
Referensi:
Badan Pusat Statistik. (2020). Angka Deforestasi (Netto) Indonesia di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan Tahun 2013-2019 (Ha/Th).
ADVERTISEMENT
Hadiyan, Y., Yuliah, Y., & Pambudi, H. (2017, October). Memahami dan Membangun Pendekatan Penyelesaian Deforestasi dan Degradasi Hutan di Region Sumatera dan Kalimantan. In Proceeding Biology Education Conference: Biology, Science, Environmental, and Learning, 14(1), 166-169.
Peraturan Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 70 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pelaksanaan Reducing Emissions From Deforestation and Forest Degradation, Role of Conservation, Sustainable Management of Forest and Enhancement of Forest Carbon Stocks.
Sonny, S., & Wardhana, I. (2020). Pertambangan Dan Deforestasi: Studi Perizinan Tambang Batubara Di Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Renaissance, 5(2), 681-690.
Sunderlin, W. D., & Resosudarmo, I. A. P. (1997). Laju Dan Penyebab Deforestasi Di Indonesia: Penelaahan Kerancuan Dan Penyelesaiannya. Centre for International Forestry Research.
ADVERTISEMENT