Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
KRL Antara Cinta dan Benci
27 September 2022 21:47 WIB
Tulisan dari Dhiya Hanifah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jarum jam menunjukkan pukul 06:35, aku bergegas memacu sepeda motorku ke Stasiun Bojong Gede. Honda Scoopy aku parkir di tempat langganan. Sambil berlari kecil aku menuju areal stasiun. ‘Ting tang ting tong, KRL jurusan Bogor-Tanah akan masuk ke jalur dua,” operator stasiun menginformasikan lewat pengeras suara. Aku bergegas melakukan check tiket lalu menuju peron.
ADVERTISEMENT
Masya Allah!. Ribuan penumpang sudah ramai di pinggir peron. Saat KRL berhenti ribuan penumpang menyerbu masuk ke gerbong. Aku ragu mau naik atau tidak. Bila naik, sudah pasti berdesakan, sulit bergerak, dan susah bernafas. Jika menunggu kereta di belakangnya, dipastikan terlambat ke kampus di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan. Aku pilih naik.
“Mbak, om, tante, dah penuh!”. Jangan memaksakan diri,” imbau satu penumpang di dalam gerbong. Aku dan beberapa penumpang lain tak peduli. Aku paksakan tubuh untuk masuk. ‘Aduh!’ teriakku meringis kesakitan. Kaki terinjak penumpang lelaki. Pria itu hanya tersenyum lalu minta maaf. Sambil menahan sakit aku terus masuk ke gerbong. Terdengar pula gerutuan penumpang wanita.
Dia kesal ranselnya tersangkut di antara himpitan beberapa penumpang. Bersamaan itu KRL bergerak maju. ‘Alhamdulillah,” gumamku sambil menyeka cucuran keringat di wajah pakai tisu. Beberapa penumpang lain juga sibuk dengan urusannya masing-masing. Hembusan AC berangsur-angsur mengusir gerah dan keringat.
ADVERTISEMENT
Penumpang lain bergelantungan pada besi pegangan dengan kedua tangannya menyangga kepala. Suara-suara mendengkur terdengar bersahutan. Entah melepas lelah setelah susah payah berjuang masuk gerbong atau masih mengantuk. Sementara penumpang lain sibuk dan asyik main games atau membaca berita online via ponsel.
BERJUANG LAGI
Pemandangan serupa juga terjadi saat KRL tiba di Stasiun Citayam hingga Stasiun Lenteng Agung. Ribuan penumpang berebut masuk ke gerbong. Tidak sebanding dengan penumpang yang keluar. Saat tiba di Stasiun Lenteng, aku pun susah payah menerobos keluar dari himpitan penumpang yang berdesakan di depan pintu gerbong. Aku bersyukur tiba di kampus tepat waktu.
‘Perjuangan’ penumpang KRL hari itu menjadi pengalaman tersendiri. Satu sisi, moda transportasi massal ini ‘dicintai’ bagi penduduk urban yang tinggal di pinggir ibu kota Jakarta. Selain murah, bebas macet menjadi alasan saat bepergian ke Jakarta.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, ramainya penumpang terutama pada jam-jam sibuk, menjadi kendala yang hingga kini masih sulit dibenahi PT Kereta Commuter Line (KCL), perseroan mengelola KRL Jabodetabek. Belum lagi bila ada gangguan sinyal yang memaksa KRL berhenti mendadak. Masalah-masalah seperti ini membuat para penumpang kesal dan benci.
NAIK PESAT
Humas PT KCI Eva Chairunisa menanggapi rangkaian masalah yang dihadapi komuter, sebutan pengguna commuter line. “Bicara desak-desakkan di dalam KRL, khususnya pagi hari saya, hal yang biasa. Modal transportasi berbasis rel massal karena kapasitas angkutnya banyak, apalagi saat ini tren peningkatan volume penumpang naik pesat,” kata Eva seperti dikutip Kumparan Senin (19/8/2022)
Menurutnya, sampai Agustus 2022 lalu sudah 1,2 juta penumpang per hari. Dalam kondisi seperti ini, jika dibatasi penumpang tidak boleh naik, itu tidak mungkin.“Sehingga kami hanya bisa lakukan dari sisi pengamanan, petugas yang disebar di peron akan memberikan himbauan untuk tidak memaksakan diri apabila kondisi kereta sudah sangat padat,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain pihaknya sudah meningkatan volume perjalanan KRL. “Kini, sebanyak 1.054 perjalanan KRL dioperasikan setiap hari. Dari jumlah itu sekitar 70 persen atau sebanyak 734 perjalanan KRL melayani pengguna pada saat jam sibuk pagi dan sore hari.” tutupnya.