Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Gelombang Korea dan Dampaknya pada Industri Makanan Korea Halal di Indonesia
16 April 2022 11:40 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Nadia Firza Faradina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masuknya Korean wave (gelombang Korea) ke Indonesia membawa pengaruh pada beragam aspek, di antaranya musik, makanan, pariwisata. Korean wave sendiri masuk ke Indonesia sejak awal tahun 2000, ditandai dengan meningkatnya konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk film drama Korea pada saat itu. Penyebaran Korean wave di Indonesia didorong oleh makin berkembangnya K-pop pada tahun 2010, yang masih terus populer hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan meluasnya Korean wave, permintaan makanan Korea di pasar Islami terus meningkat, termasuk di Indonesia. Namun, faktanya tidak semua makanan Korea yang ada di Indonesia telah tersertifikasi Halal MUI. Hal ini cukup menarik karena Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya adalah Muslim.
Konsumen Muslim seharusnya memegang erat konsep halal dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pada makanan. Namun, istilah halal agak sulit diterapkan pada makanan Korea karena beberapa bahan dasarnya terbuat dari bahan yang tidak halal, seperti daging babi alkohol.
Penelitian yang dilakukan oleh Divianjella dkk., (2020) menemukan bahwa ternyata kesadaran dalam memilih, membeli, mengonsumsi produk halal Muslim Indonesia ternyata masih rendah. Konsumen Muslim cenderung kurang memperhatikan makanan yang dibeli apakah sudah tersertifikasi halal atau belum.
ADVERTISEMENT
Faktor apa yang memengaruhi Muslim di Indonesia untuk berniat membeli makanan Korea halal?
Penelitian yang dilakukan kepada 190 responden Muslim berusia 18 tahun ke atas ternyata menemukan bahwa ada beberapa faktor yang kuat memengaruhi seseorang untuk berniat membeli makanan Korea yang sudah tersertifikasi Halal MUI. Faktor yang pertama yaitu pengetahuan tentang makanan halal.
Makin tinggi pengetahuan seseorang tentang makanan halal, maka makin tinggi juga niatnya untuk membeli makanan Korea yang sudah tersertifikasi halal. Hal ini dipengaruhi oleh faktor di mana mayoritas masyarakat Indonesia, terutama Muslim, sudah diajarkan pengetahuan tentang makanan halalsedari kecil, serta dibiasakan dengan keberadaan makanan halal di sekitarnya.
Faktor yang kedua yaitu sikap. Sejalan dengan Theory of Reasoned Action (TRA) yang menyatakan bahwa salah satu faktor penentu niat seseorang adalah sikap seseorang terhadap perilaku tersebut, penelitian ini menegaskan bahwa sikap yang positif terhadap makanan Korea bersertifikat Halal MUI akan memengaruhi niat beli konsumen secara positif signifikan.
ADVERTISEMENT
Sikap terhadap makanan Korea ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu religiusitas. Seseorang yang memiliki tingkat religiusitas tinggi, maka sikapnya terhadap makanan Korea bersertifikasi Halal MUI menjadi positif. Konsumen meyakini bahwa ajaran Islam telah mengatur apa yang boleh tidak boleh dikonsumsi oleh manusia karena tujuannya baik untuk manusia.
Dampaknya pada industri makanan Korea Halal
Tren makanan Korea belakangan ini sangat mencuri perhatian masyarakat Indonesia. karena banyak digandrungi oleh para remaja, fenomena ini memberikan dampak yang besar terhadap pelaku bisnis makanan Korea. Ada beberapa hal menarik yang dapat diterapkan oleh pelaku bisnis pada industri makanan Korea.
Yang pertama, pelaku bisnis makanan Korea yang memiliki target konsumen Muslim harus benar-benar mengikuti memegang prinsip halal. Pengelolaan sertifikasi halal, mencantumkan label halal informasi bahan baku pada kemasan produknya, serta cara pengolahan makanan yang diproduksi menjadi faktor krusial yang harus diperhatikan. Hal ini bertujuan agar target konsumen yang dituju tahu yakin bahwa produk yang ditawarkan benar-benar halal.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pelaku bisnis juga perlu mengomunikasikan bahwa makanan yang diproduksi telah diproses secara higienis memenuhi prinsip Halal, agar nantinya dapat membentuk sikap positif dari target konsumen.