Pernikahan Dini Menjadi Faktor Adanya Kekerasan dalam Rumah Tangga

Diah Rahmatul Faizah
Mahasiswi Jurusan Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
10 November 2022 9:05 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Diah Rahmatul Faizah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Sandro Crepulja dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/pasangan-saling-menghadapi-3361200/
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Sandro Crepulja dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/pasangan-saling-menghadapi-3361200/
ADVERTISEMENT
Pernikahan dini merujuk pada pernikahan yang melibatkan sepasang insan yang masih dibawah umur atau belum mencukupi batas minimal usia perkawinan. Berdasarkan UU No. 16 Tahun 2019, tertulis bahwa usia minimal menikah adalah 19 tahun baik laki-laki maupun perempuan.
ADVERTISEMENT
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan. Dalam pasal 1 UU No. 23 Tahun 2004, tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga mendefinisikan kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Foto oleh Karolina Grabowska: https://www.pexels.com/id-id/foto/orang-wanita-alkohol-jam-tangan-4379909/
Pernikahan dini merupakan salah satu faktor dari adanya kasus kekerasan dalam rumah tangga. Dikarenakan perempuan muda yang menikah lebih cenderung tidak berpendidikan dan hidup dalam kemiskinan. Keluarga miskin terkadang beranggapan bahwa pernikahan adalah jalan jitu menuju kondisi ekonomi yang lebih baik bagi anak perempuan mereka. Terlebih lagi, pernikahan dini biasanya diatur oleh keluarga sehingga berujung pada perkawinan paksa yang berakibat kurangnya keakraban sebelum menikah. Hal itu dapat menyebabkan konflik perkawinan yang lebih besar dan meningkatkan risiko kekerasan.
ADVERTISEMENT
Umumnya kekerasan dalam rumah tangga dilakukan oleh pihak suami, sementara istri sebagai sasaran emosional dari tindakan kekerasan tersebut. Hal ini berlangsung karena pasangan yang menikah di usia yang belum matang bisa dikatakan belum memiliki kesiapan mental dalam menghadapi permasalahan yang timbul dikehidupan rumah tangga mereka yang baru.
Foto oleh RODNAE Productions dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-berkemeja-ungu-lengan-panjang-dan-celana-hitam-duduk-di-sofa-coklat-6003561/
Kekerasan dalam rumah tangga ternyata tidak hanya berdampak bagi istri, namun berdampak pula pada anak. Anak-anak yang menjadi saksi mata kasus kekerasan dalam rumah tangga pasti diselimuti rasa tidak aman. Bagaimana anak bisa merasa aman apabila mereka kerap disuguhi hal-hal yang menyedihkan berupa tindak kasar sang ayah kepada ibunya atau sebaliknya, hal tersebut akan menjadikan anak mengalami trauma emosi dan psikologi yang akan dibawa hingga usianya menginjak dewasa kelak.
ADVERTISEMENT
Hal yang Harus dilakukan jika Anda Mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga
Jika Anda mengkhawatirkan kesejahteraan Anda atau anak Anda, maka hal pertama yang harus Anda lakukan jika Anda mengalami kekerasan dalam rumah tangga adalah mencari dukungan. Jangan malu mencari pertolongan. Kontak pertama yang mungkin terlintas dalam pikiran Anda adalah keluarga atau teman terdekat.
Mulai mencari kontak darurat yang bisa dihubungi kapan pun Anda butuhkan. Anda juga bisa mulai menyiapkan perencanaan dari mulai keuangan hingga perlengkapan untuk menyelamatkan diri.
Upaya Pencegahan Maraknya Pernikahan Dini
Pendidikan memainkan peran penting dalam menjaga anak perempuan aman dari pernikahan dini. Faktanya, semakin lama seorang perempuan bersekolah, semakin kecil kemungkinan dia menikah sebelum usia 18 tahun dan memiliki anak selama masa remajanya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pendidikan memastikan anak perempuan memperoleh keterampilan dan pengetahuan untuk mencari pekerjaan dan sarana untuk menghidupi keluarga mereka. Hal ini dapat membantu memutus lingkaran kemiskinan dan mencegah pernikahan anak yang terjadi sebagai akibat dari kemiskinan ekstrim dan/atau keuntungan finansial.
Setiap perempuan memiliki hak untuk memutuskan masa depannya sendiri, tetapi tidak setiap perempuan mengetahui hal ini, itulah mengapa memberdayakan anak perempuan sangat penting untuk mengakhiri pernikahan anak.
Ketika anak perempuan percaya diri dengan kemampuan mereka, dipersenjatai dengan pengetahuan tentang hak-hak mereka dan didukung oleh kelompok sebaya dari anak perempuan yang diberdayakan, mereka dapat berdiri dan mengatakan “Tidak” terhadap ketidakadilan seperti pernikahan anak. Pemberdayaan perempuan mampu membentuk kembali perspektif dan menantang norma-norma konvensional tentang apa artinya menjadi seorang perempuan.
ADVERTISEMENT
Orang tua dan tokoh masyarakat seringkali bertanggung jawab untuk memutuskan kapan dan dengan siapa seorang perempuan akan menikah. Di banyak kepercayaan lama, diyakini bahwa pernikahan membuat anak perempuan tetap aman, terlindungi, dan dibiayai secara ekonomi oleh suami mereka.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya, pernikahan membahayakan kesehatan fisik dan mental anak perempuan. Faktanya, anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun lebih cenderung mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan melaporkan bahwa pengalaman seksual pertama mereka dipaksakan. Selain itu, pernikahan anak lebih berisiko terinfeksi HIV dan lebih mungkin mengalami komplikasi yang mematikan selama kehamilan dan persalinan.
Ketika orangtua dan tokoh masyarakat dididik tentang banyak konsekuensi negatif dari pernikahan anak, itu dapat menginspirasi mereka untuk mengubah pandangan mereka, membela hak-hak anak perempuan dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Handayani, Verury Verona. (2020). Dampak Kesehatan Fisik dan Mental Pernikahan Dini bagi Remaja. Diakses pada 31 Oktober 2022, dari https://www.halodoc.com/artikel/dampak-kesehatan-fisik-dan-mental-pernikahan-dini-bagi-remaja.
Team CCN. (2022). 7 Hal yang Harus Dilakukan Ketika Mengalami KDRT. Diakses pada 31 Oktober 2022, dari https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20220203100713-284-754444/7-hal-yang-harus-dilakukan-ketika-mengalami-kdrt/1.
Pinjungwati, Gayuh Tri. (2021). Selamatkan Masa Depannya! 5 Hal Ini Perlu Dilakukan untuk Menghentikan Praktik Pernikahan Dini. Diakses pada 4 November 2022, dari https://www.fimela.com/parenting/read/4573651/selamatkan-masa-depannya-5-hal-ini-perlu-dilakukan-untuk-menghentikan-praktik-pernikahan-dini.