Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Pajak Hiburan: Kenaikan, Penyesuaian, atau Ketimpangan?
8 Februari 2025 11:38 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Dian Anggraini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Ilustrasi Hiburan Konser (Sumber: Penulis)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01jkg863zje30a5xhypwptmd02.jpg)
ADVERTISEMENT
Kenaikan tarif pajak hiburan di Indonesia sempat menjadi polemik di kalangan masyarakat, terutama setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Undang-undang ini memberi kewenangan bagi pemerintah daerah untuk menetapkan tarif pajak hiburan dalam rentang angka 40% hingga 75%, naik dari rentang tarif sebelumnya yang berkisar antara 0% hingga 75%. Kebijakan ini menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat dan pelaku usaha, yang mempertanyakan apakah kebijakan ini sudah tepat atau justru akan berdampak negatif bagi industri hiburan dan ekonomi daerah.
ADVERTISEMENT
Ketentuan Tarif Pajak Hiburan
Penetapan tarif pajak hiburan di Indonesia mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Dalam regulasi ini, pemerintah memberikan kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak hiburan yang bertujuan untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan menyesuaikan sistem perpajakan dengan kondisi ekonomi daerah masing-masing.
Adapun terdapat kesalahpahaman yang timbul bahwa seluruh sektor hiburan mengalami kenaikan tarif pajak sebesar 40% hingga 75%. Banyak pihak mengira bahwa tarif ini berlaku secara menyeluruh, termasuk untuk konser musik, festival seni, dan pertunjukan budaya, sehingga menimbulkan kekhawatiran terhadap dampaknya bagi industri hiburan dan daya beli masyarakat. Berdasarkan ketentuan dalam UU HKPD, tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) Jasa Kesenian dan Hiburan ditetapkan dalam dua kategori berbeda sebagai berikut.
ADVERTISEMENT
Maka, ketentuan dalam UU HKPD menjawab kesalahpahaman tersebut. Pemerintah tidak menaikkan tarif pajak hiburan sepenuhnya, melainkan terdapat penyesuaian lain atas jasa hiburan sesuai dengan karakteristiknya.
ADVERTISEMENT
Dampak bagi Industri Hiburan
Penurunan tarif pajak untuk konser, pertunjukan seni, dan pameran menjadi paling tinggi 10% tentu menjadi angin segar bagi industri kreatif, karena dapat mendorong lebih banyak penyelenggaraan acara dengan biaya yang lebih terjangkau bagi masyarakat. Contohnya, Pemerintah Daerah Jakarta sebelumnya menetapkan tarif pajak hiburan untuk konser dan pagelaran seni sebesar 15%. Namun, dengan adanya perubahan kebijakan melalui Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah, tarif ini justru diturunkan menjadi 10%. Sebagai salah satu kota besar yang aktif menyelenggarakan acara hiburan, penyesuaian tarif yang baru ini memberikan dampak positif untuk penerimaan daerah. Tidak hanya meringankan beban promotor dalam menyelenggarakan acara, tetapi juga berpotensi menarik lebih banyak investasi di sektor hiburan serta meningkatkan partisipasi penonton. Dampak positif ini yang diinginkan pemerintah dapat “menular” secara luas ke berbagai daerah di Indonesia. Dengan tarif pajak yang lebih rendah, diharapkan industri hiburan yang bersifat edukatif dan budaya dapat berkembang lebih pesat, meningkatkan daya tarik wisata, serta mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Namun, ada beberapa potensi dampak negatif atas penurunan tarif pajak hiburan ini. Berkurangnya tarif pajak dapat menyebabkan penurunan penerimaan daerah dalam jangka pendek, terutama jika peningkatan jumlah acara belum cukup untuk menutupi selisih pendapatan pajak yang sebelumnya lebih tinggi. Selain itu, kebijakan ini juga berpotensi menciptakan ketimpangan fiskal antar daerah, di mana kota-kota dengan daya tarik hiburan yang lebih tinggi seperti Jakarta dapat tetap memperoleh pendapatan signifikan, sementara daerah dengan industri hiburan yang belum berkembang mungkin tidak merasakan manfaat yang sama.
Di sisi lain, kenaikan tarif pajak untuk hiburan tertentu seperti diskotek, karaoke, dan klub malam juga memiliki dua sisi. Dari perspektif positif, kebijakan ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengatur sektor hiburan malam yang sering dikaitkan dengan konsumsi barang mewah dan memiliki potensi eksternalitas negatif, seperti gangguan ketertiban atau penyalahgunaan zat terlarang. Selain itu, peningkatan tarif pajak hiburan dapat menjadi instrumen fiskal untuk menyeimbangkan kontribusi sektor tersebut terhadap perekonomian daerah sebagai dan tambahan dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur, program sosial, pendidikan, dan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Adapun dari perspektif negatif, kenaikan tarif yang signifikan dapat memberikan beban tambahan bagi pelaku usaha di industri ini, terutama bagi bisnis yang baru berkembang atau masih dalam tahap pemulihan pasca-pandemi. Tarif pajak yang tinggi dapat meningkatkan biaya operasional sehingga membuat pelaku usaha hiburan harus menaikkan harga, seperti sewa ruangan untuk karaoke, harga minuman dan makanan di bar, biaya masuk klub malam, dan sebagainya, yang tentunya berisiko mengurangi jumlah pelanggan dan berujung pada penurunan omzet.
Menemukan Titik Keseimbangan
Meskipun kenaikan pajak hiburan memiliki tujuan yang jelas, penting bagi pemerintah daerah untuk tetap mempertimbangkan keberlanjutan industri hiburan dan kreatif. Pajak hiburan memang berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun penerapannya harus memperhitungkan dampak jangka panjang terhadap daya beli masyarakat, keberlangsungan bisnis industri hiburan, serta daya saing sektor kreatif secara keseluruhan. Jika pajak terlalu tinggi, industri hiburan dapat mengalami perlambatan akibat jumlah pengunjung tempat hiburan turun yang menyebabkan banyak bisnis tutup, dan justru pada akhirnya akan mengurangi penerimaan pajak secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan evaluasi berkala berbasis data terhadap kebijakan perubahan tarif pajak hiburan dalam UU HKPD tersebut, sehingga pemerintah dapat mengukur dampaknya secara lebih objektif. Selain itu, pemerintah perlu melakukan dialog dan membangun kolaborasi erat dengan pelaku industri hiburan agar dapat memahami tantangan serta menemukan solusi terbaik yang tidak hanya menguntungkan satu pihak. Transparansi dalam penerapan pajak juga perlu diperkuat agar tidak menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha. Dengan adanya koordinasi yang baik, pemerintah dapat menciptakan kebijakan pajak hiburan yang adil, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta tetap memberikan kontribusi optimal bagi pembangunan daerah.
Apakah Kebijakan Sudah Tepat?
Secara umum, kebijakan pemerintah dalam perubahan tarif pajak UU HKPD, khususnya terkait kenaikan tarif pajak hiburan untuk sektor tertentu merupakan langkah yang logis dan sejalan dengan upaya untuk menyesuaikan kebijakan fiskal dengan karakteristik industri hiburan. Sektor tertentu seperti diskotek, klub malam, karaoke, bar, dan spa tersebut melayani segmen pasar dengan daya beli tinggi sehingga tarif pajak yang naik tidak serta-merta menghambat konsumsi. Selain itu, sektor ini memiliki potensi eksternalitas negatif, seperti dampak sosial dan lingkungan, yang memerlukan regulasi lebih ketat. Oleh karena itu, kenaikan tarif pajak bukan hanya berfungsi sebagai instrumen pengendalian aktivitas bisnis yang berisiko, tetapi juga sebagai upaya optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
ADVERTISEMENT
Selain itu, kebijakan penyesuaian tarif pajak hiburan dalam UU HKPD ini sejalan dengan prinsip keadilan pajak, yakni hiburan yang bersifat rekreatif dan edukatif mendapatkan insentif melalui tarif yang lebih rendah, sementara hiburan eksklusif berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara. Dengan implementasi yang tepat dan pengawasan yang ketat, kebijakan ini telah mencerminkan upaya pemerintah dalam menyeimbangkan kepentingan antara peningkatan pendapatan daerah dan keberlanjutan industri hiburan.