Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Maternity Shot: Satu Kali Pemotretan, Kenangan Seumur Hidup
10 September 2018 23:44 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Tulisan dari Dian Farida tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kehamilan adalah kebahagiaan yang diperjuangkan. Momen langka yang tak selalu mudah dihadapi, tapi sepadan untuk dilalui – Dian Ismyama-
ADVERTISEMENT
Halo, namaku Dian. Aku adalah ibu rumah tangga dengan dua orang putri berusia 6 dan 2 tahun. Saat ini aku aktif menjadi blogger di personal blogku www.ismyama.com dan www.ismyama.wordpress.com. Terhitung per Agustus ini, aku ikut membantu di salah satu kampus di Palembang sebagai dosen terbang sesuai background pendidikanku. Ya, latar belakang pendidikanku adalah Farmasi Klinik. Baru saja dua tahun kemarin, aku menyelesaikan pendidikan S2 ku.
Kalau boleh sedikit bercerita mengenai masa kehamilan, maka kisah ini akan kutarik ke belakang, dua tahun yang lalu. Aku hamil anak kedua di saat memutuskan akan melanjutkan sekolah. Jadi, aku cukup kaget dengan kehamilan kedua. Kasarnya, bukan kehamilan yang terencana. Tetapi di sisi lain, aku dan suami juga enggak menundanya.
ADVERTISEMENT
Ceritaku kutarik ke belakang lagi, tujuh tahun yang lalu, saat kehamilan pertamaku. Sehabis menikah di tahun 2011, aku langsung pindah dari Yogyakarta ke Jakarta. Suamiku asli Jogja juga, tetapi ia sudah lama bekerja di Jakarta. Mau tak mau, aku resign dari pekerjaanku di apotek, lalu pindah ke Jakarta. Siapa sangka, sebelum menikah, aku lolos seleksi menjadi apoteker di salah satu RS swasta di Jakarta Timur. Jadilah seminggu sesudah menikah, aku langsung bekerja.
Di bulan ketiga, perutku sakit sekali. Sampai-sampai aku pergi ke UGD RSku. Singkat cerita, ternyata aku hamil. Kehamilan yang menurutku cukup berat. Bukan karena kondisi kehamilanku sih, tapi lebih kepada kerjaan RS yang memang banyak. Saat hamil, aku bekerja bisa 12-15 jam sehari. Masuk pukul 7.00 dan pulang pukul 21.00. Hal ini dikarenakan akreditasi internasional yang akan dihadapi. Otomatis persiapan juga banyak. Belakangan, sistem shift di RS ku berubah, para apoteker bekerja sesuai shift, 8 jam sehari.
ADVERTISEMENT
Tujuh bulan berikutnya, aku masih bertahan di RS tersebut. Niatku resign sekaligus cuti persalinan. Aku mengambil cuti 1,5 bulan sebelum lahiran dan 1,5 bulan sesudahnya. Karena berbagai pertimbangan, akhirnya pada bulan ke-8, aku kembali ke Jogja. Keputusanku dan suami adalah melahirkan di Jogja.
Maternity Shot, Bikin Cuti Hamilku Makin Seru!
Tibalah saat-saat menyenangkan selama cuti. Aku melakukan banyak hal yang sebelumnya enggak bisa kulakukan karena terbentur jam kerja. Aku mulai rutin mengikuti senam hamil. Sesekali juga berenang agar lebih rileks. Aku bepergian ke toko buku, dan membeli buku-buku terkait persalinan dan parenting. Yang paling seru, aku melakukan maternity shot. Aku melakukan pemotretan saat trimester ketiga sehingga bentuk perut yang membesar sudah terlihat.
ADVERTISEMENT
Waktu aku memberitahu suami mengenai rencana maternity shot, dia langsung setuju. Mempersiapkan maternity shot jadi kenangan indah bersama suami. Kami berbincang seru selain tentang ketakutan-ketakutan persalinan. Suami ikut menentukan mau berfoto dengan pose seperti apa. Mau pakai tema dan baju apa. Pada akhirnya, kami memilih tema sesimpel mungkin. Kami berfoto menggunakan baju biasa:D.
Saat pemotretan juga menjadi momen romantis. Suami menggenggam tanganku, mencium perut, dan sebagainya. Cinta dan kehangatan terpancar dari suamiku selama pemotretan. Begitu nyata dan merasuk hingga ke dalam. Aku yang sedang hamil menjadi lebih bahagia.
Kalau ada yang tanya, kenapa aku melakukan maternity shot, alasan utamanya karena pingin:D. Waktu itu ada beberapa teman yang sudah berbagi foto-foto kehamilannya, dan lucu-lucu banget. Ibu hamil yang bawaannya mudah pingin, tentu tergoda dengan cute -nya maternity shot yang hilir mudik di media sosial.
ADVERTISEMENT
Selain itu, menurutku momen kehamilan cuma terjadi sekali. Kalaupun terulang, tentu berbeda kehamilan. Anak yang di dalam kandungan juga beda. Saat memutuskan akan melakukan maternity shot, yang ada di benakku adalah foto ini untuk kenang-kenangan. Suatu hari nanti akan aku tunjukkan ke anak pertamaku, ini lho foto saat ia berada di perut bundanya.
Maternity Shot Di Mana?
Dulu, aku sempat browsing studio mana saja yang menyediakan paket maternity shot. Di Jogja sendiri ada banyak fotografer dan studio yang bisa memotret kehamilan. Setelah mencocokkan budget dengan contoh hasil foto, aku dan suami memilih sebuah studio di daerah Seturan. Aku agak lupa berapa biaya persisnya. Seingatku sih di bawah 500 ribu rupiah. Tapi itu sudah tujuh tahun yang lalu lho. Tadi malam, aku cek harga maternity shot terbaru, paling murah ada yang 350 ribu rupiah. Lainnya menyediakan beberapa pilihan, mulai dari 500 ribu rupiah, 750 ribu rupiah, hingga jutaan rupiah.
ADVERTISEMENT
Kenapa budget maternity shot ku bisa murah? Karena kami memakai baju biasa (kostum enggak sewa), pemotretan indoor, property foto seadanya, dan make up pun dandan sendiri:D. Lain halnya jika kamu ingin pemotretran outdoor, menggunakan kostum tema tertentu, dan isi paket lengkap dengan MUA (Make- Up Artist), tentu harganya lebih mahal.
Tren Maternity Shot, Pentingkah?
Ada berbagai alasan para ibu hamil melakukan maternity shot, dan semuanya sah-sah saja. Bila sekarang maternity shot menjadi tren ya wajar. Sejak 7 tahun yang lalu juga sudah jadi tren kok😊. Apalagi dengan keberadaan Instagram yang hits. Siapapun berlomba menampilkan foto terbaik di IG -nya. Foto unik seperti maternity shot juga bisa menjadi hiasan dinding yang ciamik untuk dekorasi rumah.
ADVERTISEMENT
Beberapa temanku juga punya alasan tersendiri melakukan maternity shot. Misalnya, temanku Mifta berkata, ”Aku ingin melakukan maternity shot, karena momen hamil itu ternyata mahal. Banyak yang enggak beruntung, atau (maaf) belum beruntung menjadi seorang ibu. Momen hamil itu juga sesuatu. Lucu juga ternyata melihat ulang postur tubuh pas hamil.”
Sama halnya dengan pernyataan Dini: “Foto hamil ya buat kenang-kenangan aja. Banyak perubahan pas hamil. Nanti bisa cerita ke anak, dulu bunda kayak gini pas hamil.”
Tuh, kan benar, momen kehamilan itu unik dan langka. Apalagi saat hamil anak pertama, wajar jika aku bela-belain maternity shot.
Tips Maternity Shot Bagi Muslimah
1. Baju
Maternity shot bagi muslimah memang susah-susah gampang. Sewaktu akan pemotretan, terus terang aku enggak membeli baju khusus. Aku hanya memakai baju yang ada di rumah. Tentu saja aku memilih baju yang nyaman dari segi bahan, enggak transparan, dan enggak “nyeplak” (terlalu menempel ke badan sehingga bentuk tubuh terlihat jelas). Kerudung juga kupakai hingga menutupi dada.
ADVERTISEMENT
Menurutku, menggunakan gamis atau dress saat maternity shot bagi muslimah, akan lebih membuat nyaman sekaligus tetap syar’i. Dan terbukti, hasil fotoku tergambar demikian. Kecuali bagian perut yang nampak besar, lekuk tubuh enggak terlihat.
2. Pose
Pilihlah pose yang sesuai dengan norma kesopanan. Romantis sih boleh-boleh saja, Namanya juga pasangan halal. Meski begitu, bukan berarti harus mengumbar kemesraan, kan? Apalagi jika fotonya akan dibagikan ke media sosial, atau akan dicetak dan dipajang di rumah. Kita harus memikirkan pose apa yang layak dilihat oleh orang lain.
Sewaktu aku melakukan maternity shot, terus terang aku bukan orang yang ahli bergaya. Lihat deh fotoku dan suami masih terlihat kaku:D. Yup, pose kami lebih banyak diarahkan oleh fotografer. Sebelumnya aku juga sudah browsing kira-kira pose foto seperti apa yang mau kami coba.
ADVERTISEMENT
3. Make-up
Sebagai seorang Muslimah, tentunya aku enggak mau riasanku terlalu menor. Biasa saja asal enggak pucat dan terlihat fresh. Oleh karena itu, aku memberanikan diri untuk dandan sendiri. Yang paling penting adalah gunakan bedak dan lipstik😊. Tapi kalau kamu enggak bisa dandan, boleh kok mencari jasa MUA dengan riasan minimalis.
4. Budget
Muslimah identik dengan enggak berlebih-lebihan. Pilihlah paket maternity shot yang biayanya masuk di kantong. Jika belum memiliki uang, kamu enggak perlu memaksakan diri. Lebih baik uangnya ditabung untuk biaya persalinan. Ibu hamil yang ingin melakukan maternity shot masih bisa berkreasi sendiri di rumah. Banyak lho tips DIY (Do It Yourself) maternity shot yang bertebaran di Youtube dan Instagram. Mungkin bisa kamu contek agar biayanya lebih murah.
ADVERTISEMENT
Nah, itulah sekelumit pengalamanku melakukan maternity shot. Dan aku sama sekali enggak menyesalinya. Pemotretan saat hamil adalah pengalaman sekali yang kenangannya terasa seumur hidup.
Oh ya, ketika hamil anak kedua, aku enggak sempat pemotretan. Jadwal anak kuliahan yang begitu padat (ada praktek kayak PKL gitu) membuat aku enggak ada waktu untuk mempersiapkan maternity shot. Apalagi saat itu kondisinya aku LDR dan ada anak pertama yang juga membutuhkan perhatian. Kalau dipikir-pikir, seru juga ya jika saat itu aku melakukan maternity shot bersama suami dan si kakak. Anak pertama aku dan anak kedua jadi punya kenang-kenangan yang unik. Kakak sudah besar, sedangkan adik masih di dalam perut😊
Jadi, kamu tertarik untuk maternity shot?
ADVERTISEMENT
Disclaimer: Story ini berdasarkan pengalaman pribadi Ibu, konsultasikan ke dokter untuk keterangan lebih lanjut.