Konten dari Pengguna

Permasalahan Deforestasi Lahan di Jakarta Pada Masa VOC

Dian Purnomo
Mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
22 Juli 2023 18:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dian Purnomo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kawasan Kota Tua Jakarta. Sumber: Koleksi Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Kawasan Kota Tua Jakarta. Sumber: Koleksi Pribadi.
ADVERTISEMENT
Perkembangan sebuah kota di dunia telah memicu adanya deforestasi kawasan lahan hijau menjadi kawasan permukiman padat penduduk. Kondisi ini merupakan sebuah realitas dari minimnya peraturan dan regulasi serta penerapan kawasan kota yang berkelanjutan berdasarkan analisis dampak lingkungan. Salah satu kota yang mengalami deforestasi yang sangat masif ialah Kota Jakarta. Kota Jakarta yang dahulu dikenali sebagai Kota Batavia ternyata pernah mengalami permasalahan deforestasi lahan akibat adanya berbagai kepentingan yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat yang acuh terhadap kawasan lahan hijau.
ADVERTISEMENT
Kota Batavia yang awalnya merupakan sebuah benteng yang didirikan di muara sebelah timur Sungai Ciliwung itu kemudian memperluas wilayahnya ke sebelah barat dan selatan. Wilayah kota tersebut kemudian dilindungi oleh benteng. Perkembangan kota yang begitu cepat mengakibatkan lahan-lahan di sebalah barat dan selatan harus dibersihkan guna membangun berbagai fasilitas kota termasuk didalamnya perumahan bagi kalangan pedagang VOC dan masyarakat lainnya.
Menurut Bondan Kanumoyoso, dalam disertasinya mengatakan bahwa permasalahan deforestasi ialah diakibatkan oleh faktor krusial pemenuhan kebutuhan material penduduk kota serta kapal-kapal pelayaran yang datang dan pergi. Untuk memenuhi kebutuhan ini maka VOC melakukan kebijakan, salah satunya ialah memberikan izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan lebat menjadi lahan-lahan perkebunan dan pertanian. Hendrik Niemijer, mengatakan bahwa pembagian lahan dari pemerintah VOC kepada masyarakat inilah yang dinamakan sebagai hak mengelola tanah hibah atau tanah partikelir.
ADVERTISEMENT
Lahan-lahan inilah yang kemudian digunakan sebagai areal penanaman padi, sayuran, buah-buahan, dan tebu. Selain itu deforestasi lahan di Kota Batavia juga diakibatkan oleh pesatnya permintaan kayu untuk membangun perumahan dan pembuatan kapal-kapal dagang. Pembangunan rumah serta kapal-kapal tersebut menggunakan kayu sebagai bahan utamanya, sehingga kebutuhan akan hal tersebut sangat penting. Kebutuhan akan kayu mengakibatkan penebangan dan penggundulan hutan yang begitu masif terjadi di Kota Batavia dan sekitarnya.
Kondisi diatas sesuai dengan pendapat Bondan Kanumoyoso, yang mengatakan bahwa selama abad ke-17, pembuatan kapal baru dan perbaikan kapal oleh Kompeni meningkatkan permintaan terhadap kayu. Kayu-kayu yang dibutuhkan oleh kota secara rutin dipasok oleh berbagai pengusaha, khususnya pengusaha Tionghoa dan Jawa. Salah satu pengusaha yang menyediakan kayu untuk keperluan kota ialah Jan Con, seorang pengusaha Tionghoa yang mengawasi sekelompok kecil orang Tionghoa penebang kayu di dalam pulau maupun hutan disekitar koloni Batavia tersebut.
ADVERTISEMENT
Tidak ketinggalan juga para pengusaha yang berasal dari Jawa juga senantiasa memberikan pasokan kayu terhadap Kota Batavia. Para pengusaha ini rata-rata beradal dari Pantai Utara dan Jawa Tengah. Pada 1697, Soeta Wangsa, seorang kapitan dari Jawa melaporkan kepada dewan distrik bahwa sebanyak 1.200 batang kayu telah disetorkan ke dekat benteng Kompeni Mr. Cornelis yang terletak di pinggir Sungai Ciliwung. Batang-batang kayu ini merupakan hasil tebangan sekelompok orang Jawa dari berbagai areal di wilayah sekitar Kota Batavia.
Selain itu industri pengelolaan tebu juga membutuhkan pasokan kayu yang melimpah, hal ini dikarenakan bahwa industri pengelolaan tebu butuh bahan bakar dalam memanaskan cairan tebu yang telah diperas untuk membentuk kristalisasi menjadi gula. Kebutuhan akan kayu meningkat drastis pada masa sugar boom, dimana permintaan dunia akan produk gula meningkat pesat. Peningkatan permintaan gula ini dibarengi oleh kerusakan lahan hutan yang semakin luas.
ADVERTISEMENT
Para pengusaha gula juga seringkali gegabah dalam memindahkan pabrik pengelolaannya di pedalaman selatan kota demi mendapatkan akses yang mudah terhadap kayu bakar. Setiap perbindahan pabrik gula, maka disitulah terjadi kerusakan hutan atau deforestasi. Ketika pepohonan untuk memasok kayu bakar dekat dengan pabrik itu telah habis, maka pengusaha gula akan memindahkan pabriknya kembali ke daerah yang memiliki pasokan kayu yang berlimpah. Maka tidak heran jika lahan hijau di Kota Batavia dan sekitarnya menjadi kian menipis.
Leonard Blusse, dalam bukunya mengatakan bahwa di awal abad ke-18 daerah-daerah di sepanjang Grote Rivier (Sungai Ciliwung) telah gundul dari pepohonan karena kerusakan yang diakibatkan oleh industri gula. Dalam perkembangan selanjutnya maka dibuatlah sebuah peraturan dari pemerintah VOC mengenai penebangan kayu yang memerlukan adanya batasan-batasan, namun demikian peraturan tersebut tidak berjalan dan tetap saja masih ada masyarakat yang secara ilegal menebang kayu tanpa persetujuan dari pemerintah demi mendapatkan keuntungan ekonomi mereka.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemasalahan deforestasi lahan hijau di Kota Jakarta telah terjadi sejak masa kolonial VOC. Terdapat berbagai sebab yang mengakibatkan deforestasi di kota ini terjadi yaitu ekspansi ekonomi yang memaksa dibukanya lahan-lahan pertanian dan perkebunan, pertumbuhan penduduk yang pesat memerlukan tempat tinggal dan fasilitas penunjang, serta kebutuhan kota akan pasokan bahan pangan, baik untuk konsumsi kota maupun untuk diperdagangkan secara luas.