Mencoba Memanusiakan Hewan

Dian Rosalina
Ini bukan aksara, ini sekadar ucapan belaka. Tanpa punya arti, tanpa punya makna. Kamu hanya melihat satu sisi, tidak keduanya.
Konten dari Pengguna
21 Januari 2019 16:03 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dian Rosalina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hari ini, Senin 21 Januari 2019, saya baru saja membaca artikel di kumparan mengenai buaya yang menerkam salah satu pekerja di perusahaan tempat penelitian pengembangan budidaya kerang mutiara, Tanawangko, Sulawesi Utara, telah mati mendadak. Tidak ada yang tahu apa penyebab buaya bernama Meri itu mati secara tiba-tiba.
Buaya Meri pemangsa Deasy Tuwo mati. Foto: Dok. Istimewa
Banyak yang menduga, buaya seberat 300 kilogram itu sengaja dibunuh oleh orang yang tidak bertanggung jawab atau seseorang yang marah atas kematian Deasy Tuwo, pekerja yang (tidak sengaja) dibunuh oleh Meri. Saat Deasy ditemukan tewas diterkam Meri, memang tubuhnya jadi tak berbentuk, habis dikoyak.
ADVERTISEMENT
Warga yang mengetahui hal itu pun berbondong-bondong mengutuk dan melempari buaya itu dengan batu. Hal ini pun membuat saya iba kepada buaya tersebut. Terbesit di pikiran saya, apa salah Meri? Dia hanya buaya, seekor hewan buas yang hanya memiliki sifat liar alamiah sebagai seekor binatang buas.
Saya pun kembali mengingat deretan pembunuhan yang dilakukan manusia terhadap hewan buas setelah mereka memangsa dan menyerang manusia. Yang paling saya ingat adalah seekor gorila di kebun binatang Kota Cincinnati, Negara Bagian Ohio, Amerika Serikat, yang ditembak mati di tempat karena mencoba mendekati seorang anak kecil yang jatuh ke kandangnya.
Seekor Gorila saat menggaruk kepala. Foto: Steven Straiton/Wikimedia Commons
Naluri alamiah jika hewan itu langsung mendekati wilayah kekuasaannya. Sebab, ada makhluk hidup yang tidak ia kenali mendekati wilayahnya. Tapi, baru sebentar gorila bernama Harambe itu memegang sang balita, ia pun ditembak oleh petugas. Petugas mengaku terpaksa menembak mati Harambe karena dianggap mengancam jiwa balita tersebut.
ADVERTISEMENT
Padahal, menurut penuturan petugas kebun binatang yang biasa merawat Harambe dari kecil, gorila itu termasuk yang tidak agresif bahkan dikenal jinak. Namun keputusan gegabah dari pihak kebun binatang, akhirnya membuat hewan seberat 180 kilogram itu pun harus ditembak mati sia-sia demi kepentingan manusia.
Lebih aneh lagi, saya pernah membaca berita tentang singa yang ditangkap dan dipenjara seumur hidup karena memangsa manusia. Tindakan yang menurut saya konyol itu terjadi di India. Dari 17 singa, 2 ekor di antaranya terbukti memangsa manusia yang ditemukan di sampel kotoran mereka. Lucu, bukan?
Singa betina. Foto: Abenakis via Pixabay (CC0 Creative Commons)
Ironisnya, para manusia mencoba untuk membuat para binatang buas memiliki sifat seperti manusia. Bisa membedakan hal yang boleh dilakukan dan tidak. Kita semua sudah tahu, semua binatang memiliki sifat liar yang itu sudah menjadi kondratnya. Lalu, mengapa kita memaksa 'memanusiakan' mereka?
ADVERTISEMENT
Anehnya, mereka pun harus dibunuh jika tidak bersikap seperti manusia. Tidak adil dan kejam. Itu yang saya pikirkan.
Pernahkah anda berpikir, saat mereka disakiti manusia, menjadi korban ulah manusia, apakah mereka mengerti bahwa mereka disakiti? Sepertinya tidak. Lalu, mengapa mereka menyerang manusia?
Pada dasarnya, semua binatang hanya memiliki insting pada sebuah objek. Mereka tidak mengenal manusia, yang mereka kenali hanyalah objek. Jika manusia mencoba menyerang, otak mereka pun akan mengirim sinyal bahwa itu adalah tanda yang mengancam jiwa mereka. Jadi, tak heran mereka menyerang lebih dulu.
Lalu, mengapa kita masih mencoba untuk mengajari mereka sifat manusia? Ingatlah, mereka tidak memiliki pikiran. Mereka hanya memiliki insting untuk makan, berkembang biak, dan mempertahankan hidupnya.
ADVERTISEMENT
Lalu apa yang kita harapkan, mencoba menghilangkan sifat liar mereka dan memanusiakan mereka?