Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Singkil: Catatan Politik Pembangunan
16 Maret 2024 22:43 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Dian Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mungkin bagi beberapa masyarakat sudah menghirup nafas lega pasca hiruk pikuk pemilu 2024 yang penuh dengan drama, emosional, saling serang, dan sebagainya. Namun, kondisi ini tidak bagi mereka yang harus tersingkir akibat menelan pil kekalahan meraih simpati masyarakat. Mereka (Caleg/timses) berusaha mengulas kembali dimana titik kesalahan yang membuat gagal meraih suara sesuai target.
ADVERTISEMENT
Sebab, pada banyak pertarungan merebutkan kursi legislatif mengandalkan narasi “ego asal daerah” sebagai bentuk representasi dari kelompok tersebut yang ingin disuarakan di Parlemen. Kondisi ini normal dalam politik yang kemudian wilayah tersebut diharapkan menjadi lumbung suara untuk melanggengkan kemenangan.
Namun, tidak semuanya berjalan mulus dan bisa saja akan menjadi pisau bermata dua bagi sang caleg apabila narasi “isme keadaerahan” dimanfaatkan lawan dengan basis yang lebih besar. Terlebih kondisi basis suara yang belum sepenuhnya kokoh dan masih mudah disusupi dengan iming-iming menggiurkan.
Seperti halnya Aceh Singkil yang pada akhirnya dengan berat hati harus menunggu pertarungan 2029 untuk mewujudkan cita-cita orang “Aceh Singkil di DPRA” setelah 15 tahun kekosongan wakil di DPRA Dapil 9 (Aceh Singkil, Subulussalam, Aceh Selatan, ABDYA).
ADVERTISEMENT
Bahkan penulis menilai efek panjang dari kekalahan orang Aceh Singkil di DPRA membuat harapan itu kian mendekati kata “mustahil” dan meninggalkan jejak traumatis.
Bagaimana tidak, melihat para caleg sudah babak belur bertarung dengan segala amunisi yang dimiliki, modal yang sangat besar, berbagai strategi kampanye disajikan dari “purba hingga kekinian” sudah dilakukan untuk menarik suara masyarakat.
Penulis mengamati betul bagaimana para caleg Aceh Singkil bertarung untuk duduk di DPRA. Mulai dari mereka yang menjual gagasan pembangunan, ide kekinian, rekam jejak yang jelas, narasi kedaerahan, dan sebagainya. Bahkan lebih sederhana, jika caleg luar datang menawarkan kue harga Rp. 1.000 maka caleg Aceh Singkil siap menawarkan kue harga Rp. 50.000 dikampungnya sendiri.
Namun, kembali lagi suara rakyat Aceh Singkil belum menghendaki putra daerahnya duduk di Parlemen Aceh. Padahal dengan jumlah DPT 86.556 sangat mudah untuk mendudukan satu keterwakilan. Tapi keadaan berkata lain 67 persen masyarakat memilih perwakilan mereka di luar Aceh Singkil dan selebihnya suara terpecah (baca: perolehan suara DPRA dapil 9).
ADVERTISEMENT
Gaya Kampanye Narasi "Wajib Pilih Putra Daerah"?
Mungkin sebagai hipotesis politik kondisi ini bisa jadi akibat dari narasi "harus pilih putra daerah" yang justru secara diam-diam dimanfaatkan oleh caleg luar Aceh Singkil dengan membangun narasi tandingan "mereka aja pilih putra daerah, masak kita engga" bagi basisnya.
Disaat bersamaan jika kita bandingkan kecintaan mereka kepada daerah satu level diatas kita Aceh Singkil. Apalagi sepanjang pemangamatan penulis caleg Aceh Singkil hanya fokus mempertahankan suara di basisnya tanpa melihat peluang menyerang di basis lawan.
Padahal "pertahanan terbaik adalah serangan yang baik". Anomali ini terjadi disaat hampir kita tidak menemukan baliho Caleg DPRA Asal Aceh Singkil di Kabupaten lain selain di Subulussalam. Padahal di sepanjang ruas jalan Aceh Singkil kita akan disugguhkan baliho caleg DPRA asal Aceh Selatan maupun Abdya.
ADVERTISEMENT
Pertarungan inilah yang membuat sedikit lebih tidak seimbang dan membuat caleg Aceh Singkil harus terus menahan gempuran dari luar untuk mempertahan suaranya tanpa ada serangan balik. Terlebih beratnya bertahan dari fenomena "money politic"
Dampak Kekosongan DPRA Bagi Aceh Singkil
Sebenarnya tidak ada salah bagi masyarakat yang memutuskan untuk memilih calon dari luar Aceh Singkil, karena itu menjadi hak kebebasan dalam menentukan pilihan dan dijamin oleh negara. Namun, kita harus jujur akan banyak konsekuensi yang diterima terutama dalam konteks pembangunan yang ditentukan oleh politik kepentingan.
Penulis rasa sudah banyak artikel yang menjelaskan pentingnya menyuarakan pembangunan Aceh Singkil melalui DPRA. Kondisi ini perlu dengan lantang bersuara dan berjuang mengambil kue pembangunan bagi daerahnya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini sudah menjadi rahasia umum dalam konteks politik. Maka tidak usah heran, jangankan untuk mendapat kue pembangunan, untuk disuarakan saja sudah bersyukur bagi Aceh Singkil. Apalagi bagi dewan yang mendapat suara di Aceh Singkil menggeluarkan “uang” untuk setiap suaranya, tentu jangan berharap lebih untuk diperhatikan.
Selanjutnya penulis merasa ketika ada perwakilan di setiap level parlemen yang berasal dari daerah yang sama membuat rasa bangga tersendiri, selain dari kepentingan politik pembangunan. Kita bisa bayangkan kondisi ini menjadi motivasi bagi anak muda untuk mengikuti jejak kesuksesan tokoh politiknya yang berhasil.
Cerita ini seperti beberapa hari lalu saat penulis berangkat ke Meulaboh dan singgah di kota Blang Pidie untuk bertemu teman pada masa kuliah. Betapa bangganya mereka ketika bercerita tentang caleg asal daerahnya yang berhasil lolos ke Parlemen Aceh.
ADVERTISEMENT
Melalui perwakilan di DPRA mereka merasakan betul dampak dari pembangunan di wilayahnya, karna sangat keras disuarakan pada setiap rapat-rapat penting Parlemen.
Kondisi sebaliknya saya rasakan, betapa sedihnya ketika lebih dari setengah masyarakat Aceh Singkil memutuskan untuk memilih perwakilan dari luar Aceh Singkil.
Bahkan kondisi ini semakin menguburkan cita-cita anak muda yang ingin berjuang dijalur politik. Setelah melihat generasi sebelumnya menelan kekalahan yang berkali-kali, sekalipun dengan modal yang memadahi.
Sebuah Harapan di Masa Depan
Tentu, politik sebagai sebuah kondisi yang dinamis dan sulit ditebak akan menghasilan berbagai kemungkinan untuk tercapainya sebuah harapan yang bahkan mustahil adanya. Maka penulis berharap kedepannya akan ada figur politisi yang berasal di Aceh Singkil mampu berkarir menembus sampai ke level nasional, baik melalui jalur parlemen atau sebagainya.
ADVERTISEMENT
Mewujudkan cita-cita ini menjadi tanggung jawab bersama setiap lapis masyarakat. Menyadarkan betapa pentingnya keberadaan tokoh pilitik Aceh Singkil pada setiap lapisnya, terlepas dari berbagai kepentingan. Selanjutnya merangkul kelompok-kelompok yang mulai apatis terhadap politik, karena seyogyanya nasib mereka juga ditentukan arah politik.
Mari mulai sedikit menurunkan ego demi kepentingan daerah, mulai merangkul setiap level generasi dan jadikan ini menjadi tanggung jawab bersama untuk mewujudkan harapan besar bagi Aceh Singkil.
Terakhir, Salam hormat untuk para caleg Aceh Singkil yang berjuang menuju DPRA, perjuanganmu akan dicatat oleh sejarah sebagai bagian dari mewujudkan pembangunan Aceh Singkil lebih baik.