Konten dari Pengguna

Singkil: dari Perbatasan untuk Masa Depan

Dian Saputra
Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara
23 Maret 2023 16:30 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dian Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Acara Chinquelle goes to school (Sumber: dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Acara Chinquelle goes to school (Sumber: dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
Tulisan ini terangkai atas dasar misi besar yang sedang dilakukan sebagai anak muda untuk berkontribusi terhadap daerah asal yaitu Aceh Singkil. Sebuah gerakan sederhana dengan harap mewujudkan generasi emas 2045 melalui hal sederhana nan bermakna. Seperti kata Paulo Coelho dalam bukunya Sang Alkemis “hal-hal sederhana dalam hidup memang yang paling luar biasa, hanya orang yang bijak yang dapat memahaminya”.
ADVERTISEMENT
Berangkat dari motivasi tersebut, melalui komunitas Chinquelle kami ingin memanifestasikan generasi emas 2045 melalui pendidikan dan gerakan lainnya. Salah satu program yang kami rancang yaitu Chinquelle goes to school, sebuah program dengan mengunjungi sekolah untuk bercerita tentang mimpi dan motivasi terhadap pentingnya peran pendidikan.
Episode pertama kami memutuskan wilayah Danau Paris sebagai target pembuka kegiatan gerakan ini. Melaju dari Kecamatan Singkil lebih kurang membutuhkan waktu sekitar dua jam lebih menuju lokasi. Mengingat lokasi yang cukup jauh, kami mempersiapkan diri berangkat lebih cepat sehingga ketika ada kendala bisa seminimal mungkin dimitigasi.
Kami berangkat mengendarai sepeda motor bebek yang tidak mewah namun cukup ramah pergerakannya. Artinya dengan bermodalkan 20 ribu kami sudah bisa melenggang ke lokasi tanpa khawatir habis bahan bakar. Perkiraan ini kami prediksi karena melihat peta melalui aplikasi Maps dan juga melalui cerita pengalaman rekan yang pernah mengunjungi sebagai bahan riset lokasi.
ADVERTISEMENT
Tepat pukul 08:00 WIB kami berangkat dari Singkil menuju Rimo terlebih dahulu untuk berangkat bersama ke lokasi dengan sejawat yang sudah menanti. Tidak banyak, total personel yang bergerak hanya tiga orang, walau demikian kami yakin bahwa jiwa kami membersamai ribuan harapan dari masa depan Singkil.
Suhardin sosok pemuda Singkil dengan perawakan tinggi dan badan cukup proporsional sebagai pria dewasa menjadi salah satunya. Sosoknya sebagai Founder dari komunitas Chinquelle sangat dipertaruhkan untuk suksesnya acara ini, walaupun sebenarnya menjadi tanggung jawab bersama.
Kemudian Dian Saputra sebagai generasi z Singkil sekaligus Co-founder dari komunitas Chinquelle hadir dengan penuh semangat. Pria muda yang memiliki tubuh tidak lebih tinggi dari Suhardin gemar merawat pikiran dengan kegiatan sosial pendidikan seperti ini.
ADVERTISEMENT
Terakhir yaitu Tomi Subhan sosok pria dengan empat anak yang gemar menikmati secangkir kopi. Bahkan slogan “tukang ngopi, cari cuan hanya sekedar hobi” melekat di beranda Facebooknya. Namun demikian, jiwanya untuk membangun generasi muda Aceh Singkil sangat besar, terbukti beliau meluangkan waktu untuk turut serta menyampaikan ilmunya.

Berjibaku dengan Medan Tempur

Medan tempur perjalanan yang kami lalui tidaklah semulus apa yang dibayangkan, jalan aspal hanya menghantarkan kami di pinggiran desa yang tergolong masih di wilayah perkotaan. Selanjutnya, kami disambut dengan kondisi jalan bebatuan yang menampar ban kendaraan sehingga memaksa kami untuk lebih berhati-hati.
Kondisi jalan yang berbatuan diselipi dengan pasir dan ketika mobil yang datang berlawanan arah tidak sungkan membawa abu yang begitu tebal membuat sedikit lebih sulit memandang jalan. Keadaan ini akan sering kita temui mengingat jalan yang dilalui adalah wilayah perusahaan wajar jika cukup banyak lalu lalang kendaraan pengangkut sawit.
ADVERTISEMENT
Sepanjang perjalanan kita hanya disuguhkan oleh tebaran pepohonan sawit yang terhampar di sisi kiri dan kanan jalan, membuat terik panas yang dirasakan lebih terasa di kulit. Sehingga solusi alternatif yang bisa dilakukan yaitu mengenakan baju dengan lengan panjang serta menggunakan helm, paling tidak melindungi dari panas dan abu kendaraan.
Perjalanan kami kian bertambah ekstrem ketika harus melalui sungai yang penuh dengan bebatuan ditambah juga dengan beberapa tanjakan dan turunan cukup terjal tanpa ragu siap menampar ban kendaraan hingga jatuh jika tidak hati-hati dalam melewati. Sungguh perjalanan menuju lokasi membutuhkan usaha yang cukup keras mulai dari fisik dan juga kendaraan yang lebih safety mengingat di perjalanan tidak ada tambal ban dan juga jual bensin.
ADVERTISEMENT
Kami yang sangat awam terhadap peta jalan menuju lokasi memilih meminta bantuan untuk berangkat bersama seorang guru yang tinggal di desa yang tak jauh dari kota Rimo. Perjuangannya luar biasa, beliau sosok guru perempuan yang harus pulang pergi ke sekolah sendiri mengendarai motor dengan gagah berani demi masa depan anak perbatasan Aceh Singkil.
Hanya guru yang memiliki iman kuat yang siap melakukanya” ucap Tomi Subhan disela obrolan kami saat berkendara. Memang pada saat kami di sekolah para guru bercerita bahwa mereka yang mengajar rata-rata dari jauh, ada yang dari Subulussalam, bahkan ada yang dari provinsi Sumatra Utara. Perjuangan ini harus diapresiasi sebab mereka merawat mimpi untuk Aceh Singkil dari perbatasan.
ADVERTISEMENT

Singkil: Tunggu Aku di Masa Depan

Sesampainya di lokasi yaitu SMP 2 SATAP Delima Makmur kami disambut dengan senyum ramah para guru. Seperti sambutan tamu pada umumnya kami dipersilakan duduk kemudian berbincang tentang kondisi sekolah dan siswa. Di tengah perbincangan yang hangat sesekali para siswa menyapa kami “pak/buk” sebuah isyarat nilai keramah-tamahan yang cukup kental.
Tak lama kemudian kami memasuki ruang kelas yang di isi oleh siswa kelas tiga yang menjadi target sasaran kami. Ada beberapa materi yang kami sampaikan, pertama tentang bagaimana mereka mampu untuk menyampaikan dan meraih mimpi tanpa takut akan kendala yang ada, seperti ekonomi dan akses. Kemudian kami juga menyampaikan materi tentang kenakalan remaja yang harus di mitigasi demi menjaga mimpi mereka, kalau istilah Tomi Subhan “rambu” yang harus di jaga.
Bersama para siswa SMP 2 Danau Paris (sumber: Dokumen Pribadi)
Tidak hanya sampai di situ kami memberikan quiz pengetahuan dasar tentang Aceh Singkil yang kami nilai perlu dilakukan sebagai upaya menanamkan nilai kecintaan kepada daerah. Saya sendiri memberikan tantangan kepada anak-anak untuk menuliskan harapan, cita-cita, dan juga pengalaman menariknya yang kemudian ditulis sebagai saksi di masa depan bahwa mereka tidak takut bermimpi, untuk memberikan semangat pemenang saya beri rewards.
ADVERTISEMENT
Pada proses tersebut anak-anak begitu semangat menyuarakan mimpi mereka dengan beragam versi, ada yang ingin menjadi dokter, polisi, tentara, pengusaha, dan sebagainya. Bahkan beberapa dari mereka memberikan alasan yang logis nan menarik mengapa memilih mimpi tersebut, ada yang ingin membantu keluarga, masyarakat, berbakti kepada orang tua, serta ikut membangun Aceh Singkil di masa yang akan mendatang.
Hal ini linear dengan perjuangan mereka menuju sekolah, seorang guru bercerita bahwa anak-anak sudah berangkat dari jam 06:00 WIB dari rumah mereka menggunakan bus menuju sekolah. Selain akses yang cukup jauh, bus yang mereka kendarai juga harus berkeliling terlebih dahulu menjemput anak sekolah dari wilayah yang terpisah-pisah. Representasi wilayah pemukiman yang terpisah ini adalah bentuk kebutuhan pekerja dari perusahaan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kondisi jaringan internet di sekolah juga sangat sulit atau bahkan tidak ada membuat lebih tertantang. Jika merujuk pada data website Dapodik SMPN 2 Danau Paris akses internet tidak ada. Keadaan ini membuat beberapa keperluan administrasi mereka lakukan secara manual.
Kendati demikian mimpi anak-anak lantas tidak mengecil bahkan kami yakin bahwa warna baru akan hadir di Aceh Singkil dengan SDM yang siap bersaing serta tangguh hadir dari perbatasan. Oleh sebab itu perlu kita rawat mimpi dari perbatasan untuk mewujudkan generasi emas demi pembangunan Aceh Singkil yang lebih baik di masa depan.

Potret Indahnya Keberagaman

Selain bicara tentang impian mereka, saya juga berupaya mengamati hal yang harus diketahui orang lain tentang indahnya Aceh Singkil guna menyangkal stigma buruk yang kerap bersemayam di pikiran publik terutama tentang relasi beragama di Aceh Singkil.
ADVERTISEMENT
Layaknya kondisi toleransi yang ideal akan kita temukan di SMP 2 Danau Paris sebagai representasi potret perdamaian. Anak-anak di sana yang bersekolah tidaklah sepenuhnya muslim, tetapi juga ada yang Kristen. Tidak ada ego saling mengunggulkan di antara mereka atas dasar agama. Bahkan kami bahagia ketika ada siswa yang Islam mengenakan cadar bercanda dengan siswa yang beragama Kristen, hingga dalam hati berkata “indahnya Aceh Singkil”.
Agaknya kondisi ini sampai pikiran publik di luar Aceh Singkil bahwa tidak seperti yang dibayangkan tentang kehidupan antar agama. Saya sendiri banyak menemukan potret indahnya keberagaman yang harus terus disuarakan sebagai bentuk memudarkan stigma buruk akibat gejolak masa lalu yang tak lantas terus digeneralisasikan.