Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Singkil: Pertaruhan Posisi Anak Muda Menuju 2024
10 Juni 2023 10:34 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Dian Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gemuruh pertarungan menuju pemilu mulai terdengar dari berbagai kalangan yang siap memperebutkan posisi strategis dalam gelaran konstestasi 2024 mendatang. Para aktor politik mulai mengambil posisi satu langkah ke depan untuk mulai memetakan strategi pemenangan di daerah masing-masing.
ADVERTISEMENT
Dideklarasikannya bacalon presiden Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto menjadi lonceng penanda dari pusat untuk mulai bergerak mengambil simpati masyarakat sampai ke akar rumput.
Akibatnya, pembicaraan politik deras terasa di masyarakat yang mulai mengambil posisi strategis dukunganya. Berbagai argumen diluncurkan untuk sekadar melawan pendapat atau meyakinkan calon yang didukungnya paling tepat untuk mewakili rakyat. Keadaan ini membuat hampir setiap warung kopi yang penulis kunjungi selalu ada pembahasan politik yang begitu antusias dari tingkat nasional sampai skala daerah.
Berangkat dari pengalaman pribadi di Aceh Singkil yang penulis temui ada sebuah kondisi yang justru membuat kontestasi pemilu terkesan milik aktor politik saja, atau bahkan mereka mengambil keuntungan dari proses politik uang dari calon. Ironisnya sikap apatis dan matrealistis ini cenderung hadir di kalangan anak muda yang seharusnya menjadi garda terdepan politik pemilu yang lebih elegan dan tidak mudah termakan tebaran janji.
ADVERTISEMENT
Idealnya untuk menjaga iklim demokrasi yang kondusif di Aceh Singkil harusnya hadir di kalangan pemuda yang mampu merepresentasikan politik yang sehat dan memiliki nilai jual tinggi. Peranan generasi muda sangat strategis lantaran mereka merupakan lapisan dari masyarakat yang kritis sehingga mampu mendobrak kebiasaan buruk yang saban tahun acap kali terjadi menuju konstestasi politik.
Tantangan Generasi Muda Singkil
Tentu pertaruhan posisi generasi muda saat ini menjadi sangat rumit, mengingat transisi hidup dari masa pendidikan menuju dunia kerja. Kita bisa bayangkan Aceh Singkil kehadiran siswa yang lulus setiap tahun dan belum tentu semua mendapatkan akses untuk melanjutkan studinya. Ditambah lagi lulusan sarjana yang masih banyak tidak mendapatkan porsi kerja di Aceh Singkil. Dan kondisi ini terus menerus menumpuk.
ADVERTISEMENT
Keadaan ini kian diperburuk dengan minimnya lapangan kerja yang tersedia untuk menampung dari setiap latar belakang lulusan yang ada di Aceh Singkil. Sehingga, hanya ada dua kemungkinan yang akan terjadi yaitu harus keluar daerah atau bertahan dengan kondisi yang ada.
Di sisi lain persaingan yang disajikan juga sangat ketat, melihat pengalaman bisa kita lihat saat beberapa bulan lalu pembukaan untuk panitia penyelenggara pemilu dengan jumlah pendaftar yang sangat tinggi dan di dominasi oleh generasi muda sebagai peserta. Padahal kuota yang tersedia sangat sedikit, ditambah banyak yang mendaftar bukan dari latar belakang yang linear. Artinya kebutuhan lapangan kerja menjadi problem yang akut saat ini.
Posisi inilah yang penulis maksud mengapa posisi generasi muda sangat dipertaruhkan. Di tengah-tengah kebutuhan hidup yang sulit sangat rentan untuk dimanfaatkan dengan janji manis atau politik praktis yang kemungkinan besar akan terjadi di kontestasi 2024 mendatang. Akibatnya, sikap yang diambil cenderung pada orientasi materi, dan buram akan ide serta gagasan.
ADVERTISEMENT
Jika kita hadapkan dengan kondisi tersebut masih sulit kiranya kita berharap untuk kontestasi tahun depan kita bisa beranjak satu langkah meninggalkan politik praktis dengan orientasi uang dari generasi muda Singkil. Mengingat politik uang masih menjadi tantangan yang besar saat ini. Para kandidat calon mulai menghitung berapa dana yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan posisi suara aman menuju gedung legislatif.
Belajar dari pengalaman pilkada Aceh Singkil tahun 2017, jika kita merujuk penelitian Asmidar dan Hasan (2019) yang menjadi tantangan sulitnya masyarakat meninggalkan politik uang yaitu yang pertama pengaruh Aceh Singkil yang masih terjerat sebagai daerah termiskin.
Kedua, rendahnya kesadaran masyarakat. Ketiga, budaya dan pendidikan politik yang masih rendah membuat pemilu berorientasi menjadi ajang transaksi materi bukan lagi gagasan. Dan keempat, lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap kandidat yang ada akibat janji yang ditebar hanya untuk menghantarkan menuju jabatan saja, dan ini terjadi berulang-ulang.
ADVERTISEMENT
Pun demikian, seperti yang penulis singgung sebelumnya berkaitan dengan rendahnya partisipasi politik anak muda menjadi tantangan yang memperumit keadaan.
Survei sendiri menyebutkan untuk generasi Z minat berkaitan dengan politik sangat rendah dan menempati posisi urutan bawah sebagai generasi yang apatis terhadap politik. Alasanya beragam yaitu mulai dari stereotip politik milik orang dewasa, politik tempat korupsi, dan sebagainya (Perangin & Zainal, 2018).
Wilayah Aceh Singkil sendiri memiliki beban tambahan perihal tantangan politik ke depan yaitu seperti pada tulisan sebelumnya Singkil: Memadamkan Api dalam Sekam .
Penulis menjabarkan tentang bagaimana gesekan kerukunan yang cenderung menjadi isu menarik untuk melenggangkan jabatan. Padahal di satu sisi risiko yang ditimbulkan sangat besar terhadap keberlangsungan masyarakat Aceh Singkil.
ADVERTISEMENT
Representatif Pemuda Menciptakan Pemilu Elegan
Tidak tau mengapa penulis selalu yakin akan ada pemuda Aceh Singkil yang secara ideal siap untuk memberikan kontribusi terbaik terhadap masa depan daerah. Terlepas dari jumlah mereka yang tidak banyak akan tetapi berada dalam barisan perubahan menuju lebih baik.
Tentu akan banyak yang bisa kita lakukan sebagai pemuda untuk mulai satu langkah lebih baik dalam pemilu 2024 mendatang. Perubahan sesungguhnya yaitu mulai dari diri sendiri untuk berani dengan tegas menolak berbagai tindakan yang bersifat black campaign. Langkah edukasi ini bisa berlanjut dari keluarga terdekat sampai terus menjadi snowball effect dan membangun kesadaran secara masif.
Selanjutnya, sebagai generasi yang dekat dengan dunia digital hendaknya ini menjadi alat kekuatan yang sangat besar untuk memahat pikiran publik terhadap pemilu yang cerdas. Pemuda bisa memainkan sosial media sebagai alat kampanye untuk memberikan netralitas terhadap gelombang pikiran negatif dari berbagai pihak yang berupaya menebar kebencian, hoax, dan adu domba demi melanggengkan kekuasaannya.
ADVERTISEMENT
Kampanye digital menurut penulis sangat memberikan pengaruh yang kuat untuk menyumbangsihkan perubahan dengan harap pemuda menjadi aktor utamanya. Tentu hal ini juga harus dibarengi dengan literasi politik yang matang agar pesan-pesan yang disampaikan tidak bersifat lemah dalam logika maupun data.
Tentu kita berharap kontestasi politik tahun 2024 mendatang membawa perubahan besar untuk Aceh Singkil lebih baik. Pertaruhan ini akan berlanjut lima tahun ke depan jika kita salah dalam menentukan wakil kita maka konsekuensi perubahan lebih baik hanya sebatas angan. Ini adalah momen yang tepat untuk kita melangkah menyelesaikan puzzle permasalahan Aceh Singkil dari waktu ke waktu.
Mari wujudkan pemilu yang cerdas, bersih, elegan, dengan gagasan dan ide yang menjadi pertarungan sejati. Semua itu dimulai dari generasi muda Aceh Singkil.
ADVERTISEMENT