Bagaimana Brain Fog Mempengaruhi Remaja Pasca Pandemi?

Diandra Gayline Aulia Disant
Siswa SMA Citra Berkat Tangerang
Konten dari Pengguna
22 November 2023 7:22 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Diandra Gayline Aulia Disant tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Pexels/Inzmam Khan
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Pexels/Inzmam Khan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berdasarkan sebuah penelitian yang dikeluarkan oleh Katie Couric Media, mengenai memori atau kemampuan mengingat mereka dijalankan di Inggris. Para peneliti menemukan bahwa sekitar 80% responden mengatakan bahwa memori mereka semakin memburuk sejak lockdown tahun 2020. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya kelemahan daya ingat seseorang. Tidak jarang mereka melupakan janji penting bahkan hari dan tanggal saat itu. Kondisi menurunnya daya ingat ini disebut sebagai brain fog.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari artikel Siloam Hospitals, menyatakan bahwa brain fog merupakan suatu sindrom yang menyebabkan seseorang mengalami kesulitan memusatkan fokus dan konsentrasi sehingga mempengaruhi kemampuannya dalam berpikir. Brain fog tidak dapat disebut penyakit, melainkan suatu gejala kondisi medis tertentu yang mempengaruhi fungsi kognitif otak manusia.
Terjadinya brain fog pada remaja
Frekuensi terjadinya brain fog kian meningkat sehingga mengkhawatirkan masyarakat. Pengaruh brain fog paling kentara pada pelajar yang harus beradaptasi dari pembelajaran daring kembali ke luring, mengubah kembali cara belajar mereka, ‘belajar’ untuk berkomunikasi dengan orang lain seperti biasa setelah lebih dari dua tahun harus menjaga jarak, ditambah adanya perubahan pada sistem UTBK tahun 2022. Banyaknya ‘kejutan’ yang diterima dalam waktu singkat tersebut dapat mempengaruhi fungsi kognitif otak pelajar.
ADVERTISEMENT
Penyebab terjadinya brain fog pada remaja saat pandemi
Profesor psikologi Harvard, Daniel Schachter, Ph.D., berpendapat bahwa pandemi yang menyebabkan terjadinya lockdown membuat masyarakat terjebak di dalam rumah dan melewati hari-hari dengan rutinitas yang hampir sama tiap harinya sehingga nyaris tidak bisa membedakan antara hari ini dan hari esok. Kondisi tersebut dapat memicu terjadinya brain fog.
Sebelum terjadi pandemi, para pelajar giat melakukan hal produktif. Adanya aktivitas yang berbeda-beda tiap harinya di sekolah, menjadi alasan para pelajar lebih mudah mengingat hari maupun materi belajar. Selain aktivitas yang berbeda, interaksi secara langsung mampu mempengaruhi kinerja otak untuk mengingat suatu peristiwa dan memberikan kesan personal tersendiri.
Hal itu sulit terjadi saat pandemi, rutinitas para pelajar dibatasi oleh tempat dan waktu. Pembelajaran secara daring membuat mereka melakukan rutinitas berulang, seperti sebatas bangun, makan, tidur, dan berkutat dengan gadget dengan waktu yang lama. Rutinitas yang repetitif itu semakin lama membuat mereka lelah secara mental dan mengganggu kemampuan mengingat, sehingga perlahan kesadaran akan waktu perlahan memudar.
ADVERTISEMENT
Transisi pandemi dan pengaruhnya
Foto: Pexels/David Garrison
Ketika pandemi berakhir, para pelajar harus beradaptasi kembali ke kehidupan lama dengan banyak perubahan permanen di berbagai bidang. Transisi ini dapat membingungkan otak dari banyaknya kejadian yang terjadi dalam waktu singkat hingga harus menjalani kehidupan normal setelah dua tahun lebih terkurung dalam rumah. Pasca kehidupan lockdown yang monoton dan stress inilah yang dirasakan para pelajar yang dapat berpengaruh pada kinerja otak dalam mengingat.
Mengatasi brain fog pada remaja
Foto: Pexels/DS stories
Brain fog membuat pikiran tidak jernih, mudah lupa, serta kesulitan untuk dapat fokus pada suatu hal. Kondisi ini tidak berbahaya, tetapi harus segera diatasi. Hal tersebut dikarenakan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan adaptasi dari new normal. Berikut adalah beberapa cara untuk mengatasi brain fog para pelajar pasca COVID-19:
ADVERTISEMENT
Cara tiap orang dalam menghadapi masalahnya berbeda-beda, hal yang sama juga berlaku saat menangani brain fog. Kendati demikian, kondisi ini tidak akan sampai membahayakan nyawa, tidak ada alasan untuk tidak mengatasinya sejak awal sebelum semakin parah dan berdampak dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT