Konten dari Pengguna

Potensi Pengenaan Cukai pada Minuman Ringan Berkarbonasi

Rr Dianisa Utami
Mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia
3 Januari 2022 15:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rr Dianisa Utami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Minuman Berkarbonasi. Sumber: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Minuman Berkarbonasi. Sumber: Pixabay
ADVERTISEMENT
Pajak adalah sumber penerimaan negara yang sangat diandalkan. Dari tahun ke tahun, khususnya Direktorat Jenderal Pajak dituntut untuk selalu meningkatkan penerimaan dari sektor perpajakan karena sejalan dengan meningkatnya kebutuhan dana untuk pembangunan nasional. Sedangkan cukai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang-barang tertentu, seperti minuman beralkohol, produk tembakau, dan produk minyak bumi atau salah satu jenis pajak tidak langsung yang mempunyai karakteristik khusus dan tidak dimiliki jenis pajak lainnya, bahkan tidak seperti jenis pajak yang segolong kategori pajak tidak langsung.
ADVERTISEMENT
Dilihat dari tujuan pemungutan dan peranannya terhadap pembangunan nasional, cukai merupakan salah satu potensi yang sangat baik terhadap penerimaan negara dan mendapat perhatian khususnya para pakar, para pengusaha barang kena cukai, serta para pejabat. Jika dikaitkan dengan keuangan negara, pemerintah dapat melakukan intervensi atau campur tangan, dalam kerangka fungsi ekonomi yang bisa disebut dengan fiscal function.
Berdasarkan APBN Tahun 2019 – 2021, penerimaan cukai menyumbang jumlah yang cukup besar dari tahun ke tahun. Pada Tahun 2019, penerimaan cukai sebesar 172 miliar, pada tahun 2020, penerimaan cukai sebesar 172 miliar, dan pada tahun 2021 diperkirakan penerimaan cukai mencapai 180 miliar.
Dibandingkan dengan negara lainnya, Indonesia dalam pengenaan cukai masih tergolong kedalam negara extremely narrow coverage, karena hanya mengenakan cukai pada tiga jenis barang yaitu hasil tembakau, etil alkohol, dan minuman berkadar etil alkohol (MMEA). Ide untuk menambah jenis barang kena cukai telah diawali sejak evaluasi komprehensif nasional Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang menjadi salah satu topik strategis dari subbidang sistem dan prosedur cukai. Dalam evaluasi tersebut berdasarkan potensi penerimaan cukainya telah ditentukan dua belas jenis barang yang dapat dikenakan cukai, seperti air mineral, deterjen, sabun, semen, gas alam, metanol, ban, minuman ringan, bahan bakar minyak, kayu lapis, baterai kering, dan sodium cyclamate. Adapun hal yang mendasari penerapan cukai minuman ringan yaitu karena produk ini mengandung bahan kimia dan bila dikonsumsi dalam jangka panjang maka dapat merusak kesehatan.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, 13,5% orang dewasa usia 18 tahun keatas dinyatakan mengalami kelebihan berat badan, sementara itu 28,7% dinyatakan mengalami obesitas dan berdasarkan indikator RPJMN tahun 2015 – 2019 sebanyak 15,4% mengalami obesitas. Salah satu penyebabnya bisa dikarenakan terlalu sering mengkonsumsi minuman ringan berkarbonasi. Karena dalam satu kaleng minuman berkarbonasi setidaknya mengandung 7 hingga 9 sendok makan gula. Hal itu bisa diperparah jika asupan gula yang berlebih tersebut tidak diimbangi dengan nutrisi lainnya.
Legal Character Cukai
Berikut merupakan legal character cukai menurut Cnossen (Hidayat & Surjono, 2016):
Selectivity in Coverage
Ini merupakan karakteristik pembeda antara cukai dengan pajak konsumsi lainnya, seperti PPn maupun PPN yang di mana pengenaannya meliputi seluruh barang dan jasa. Berbeda dengan cukai, cukai dikenakan hanya pada barang-barang tertentu dengan eksternalitas negatif. Perbedaan sistem pengenaan cukai yang selektif ini berdampak pada perbedaan tingkat tarif atas produk yang dipungut cukai.
ADVERTISEMENT
Discrimination in Intent
Karakteristik ini menunjukkan bahwa tujuan pemungutan cukai yang tidak hanya sebagai sumber pendapatan negara, melainkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan, yakni berperan sebagai biaya pengganti atas eksternalitas yang ditimbulkan dan mengendalikan konsumsi.
Quantitative Measurement
Karakteristik yang ketiga ini menunjukkan bahwa perlunya pengawasan fisik atau pengukuran tertentu yang dilakukan otoritas cukai dalam memastikan kepatuhan Wajib Pajak terhadap peraturan cukai. Pengawasan ini dapat dilakukan dengan penggunaan instrumen tertentu bahwa WP telah membayar cukai, seperti penggunaan pita cukai pada objek cukai. Pengawasan ini dilakukan untuk memastikan implementasi cukai dapat terlaksana.
Dasar Pertimbangan serta Potensi terhadap Penerimaan Negara
Dasar pertimbangan pertama alasan minuman ringan berkarbonasi diajukan sebagai objek cukai baru karena konsumsi minuman ringan berkarbonasi saat ini sudah sangat berkembang bahkan cenderung over-consume sehingga hal ini mendasari untuk diajukan sebagai batang yang konsumsinya perlu dikendalikan. Dan pengenaan cukai merupakan salah satu cara untuk mengendalikan konsumsi yang berlebihan ini. Menurut Asosiasi Indsutri Minuman Ringan (ASRIM) mengakui bahwa minuman ringan berkarbonasi adalah alternatif minuman beralkohol. Kandungannya hampir mirip dengan minuman beralkohol yaitu adanya air soda yang terbentuk dari pencampuran air dengan gas CO2. Sehingga minuman ringan berkarbonasi dapat diklasifikasikan sebagai bagian dari minuman beralkohol namun tidak mengalami proses ferementasi yang menghasilkan kandungan alkohol.
ADVERTISEMENT
Dasar pertimbangan kedua adalah pemerintah melakukan perluasan barang kena cuka pada minuman berkarbonasi karena dampak negatif yang ditimbulkan terhadap kesehatan jika dikonsumsi dalam jangka panjang dan dengan kurun waktu yang terbilang sering, salah satunya yaitu memicu obesitas sehingga peredarannya harus dibatasi. Epidemi obesitas merupakan salah satu fenomena kesehatan yang menjadi perhatian World Health Organization (WHO) karena dari epidemi ini dapat memicu timbulnya penyakit turunan yang disebut sebagai penyakit degeneratif, seperti diabetes, stroke, hipertensi hingga kanker. Data WHO menunjukan bahwa dalam 20 tahun terakhir obesitas meningkat tiga kali lipat di negara – negara berkembang. Ilyani Sudardjat mengatakan Indonesia merupakan negara berkembang yang juga mengalami epidemi obesitas.
Dasar pertimbangan lain yang digunakan pemerintah dalam memperluas barang kena cukai pada minuman ringan berkarbonasi yakni pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keseimbangan dan keadilan. Yang dimaksud dengan “pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara dalam rangka keseimbangan dan keadilan” adalah pengenaan cukai dapat dikenakan terhadap barang mewah dan atau bernilai tinggi, namun bukan merupakan kebutuhan pokok sehingga keseimbangan pembebanan konsumen yang berpenghasilan tinggi dan yang berpenghasilan rendah tetap terjaga. Jika mengambil kasus dari negara lain yaitu Thailand, minuman ringan disebut sebagai minuman non-alkohol dan minuman non-alkohol tidak termasuk barang kebutuhan primer hingga minuman ringan dikategorikan sebagai barang mewah.
ADVERTISEMENT
Jika dilihat dari potensi yang mungkin timbul dari pelaksanaan kebijakan ekstentifikasi barang kena cukai pada minuman berkarbonasi tidak hanya diinterpretasikan sebagai salah satu sumber penambah penerimaan negara saja, melainkan juga dampak sosial yang dapat tercipta dari kebijakan ini. Berdasarkan dari nilai penjualan ritel minuman ringan tahun 2018 yaitu sebesar $7,4 miliar, pada tahun 2019 sebesar $7,88 miliar, dan tahun 2020 sebesar $7,48 miliar. Nilai penjualan ritel minuman terbilang sangat besar. Jika menggunakan tarif spesifik sebesar Rp725 dan jika menggunakan jumlah produksi yaitu 1.000.000.000 liter, maka penerimaan cukai dari minuman ringan berkarbonasi diperkirakan mencapai Rp725 miliar dan akan lebih besar dibandingkan dengan aneka cukai lainnya. Dari perkiraan penerimaan cukai pada minuman ringan berkarbonasi dengan tarif spesifik ini dilihat memiliki potensi untuk meningkatkan penerimaan cukai keseluruhan khususnya penerimaan cukai. Kebijakan cukai atas minuman ringan berkarbonasi ini juga bisa mendukung program peningkatan kesehatan masyarakat. WHO dan lembaga internasional lainnya memperkenalkan konsep “quality management” dan “envoironmental management”. Dalam konsep ini memperkenalkan landasan manajerial perusahaan yang baik menggunakan manajemen mutu yang memiliki kualitas tinggi dalan penggunaan bahan, proses, dan penanganan pengolahan ramah lingkungan. Wujud kepedulian pemerintah Indonesia terkait konsep ini adalah dalam bentuk produk minuman ringan berkarbonasi yang harus mencantumkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dikeluarkan oleh BPOM, sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh MUI, dan konsep ini juga dapat diaktualisasikan melalui pengenaan cukai pada minuman ringan berkarbonasi.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Chaloupka, F. J., Powell, L. M., & Warner, K. E. (2019). The Use of Excise Taxes to Reduce Tobacco, Alcohol, and Sugary Beverage Consumption. Annual Review of Public Health, 185-200.
Cnossen, S. (1977). Excise System: Global Study of The Selective Taxation Goods and Services. London: The Johns Hopkins University Press.
Division, T. P. (1995). Tax Policy Handbook.
Fajar, M. (2006). Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Ulift pada Industri Hulu Migas. Ilmu Administrasi dan Organisasi, Bisnis dan Birokrasi.
Garcia, d. V. (2021, September 22). Benarkah Minum Soda Bikin Gemuk? Diambil kembali dari klikdokter: https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3236194/benarkah-minum-soda-bikin-gemuk
Indonesia, K. K. (2018, Februari). EPIDEMI OBESITAS. Diambil kembali dari kemkes.go.id: http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/N2VaaXIxZGZwWFpEL1VlRFdQQ3ZRZz09/2018/02/FactSheet_Obesitas_Kit_Informasi_Obesitas.pdf