Konten dari Pengguna

Perjuangan Tenaga Kesehatan Menghadapi Pandemi

Diaz Salwa Fadhila
Mahasiswa Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta
13 Juli 2021 21:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Diaz Salwa Fadhila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tenaga kesehatan menggunakan hazmat suit. Foto: freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tenaga kesehatan menggunakan hazmat suit. Foto: freepik.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tenaga kesehatan berada di garda terdepan sekaligus menjadi profesi yang paling berisiko terpapar Covid-19. Terpapar Covid-19 seperti tinggal menunggu giliran bagi mereka, satu-satunya yang bisa dilakukan adalah berserah kepada yang maha kuasa. Beban pekerjaan dengan risiko yang tinggi itu hampir pasti mengorbankan kehidupan di luar lingkungan pekerjaan. Salah satunya adalah bertemu keluarga di rumah.
ADVERTISEMENT
Hari-hari yang melelahkan berhasil dilalui oleh Sakinah Putri, wanita kelahiran 1994. Perawat RSUD Kota Depok, Jawa Barat, ini harus berjibaku memberi pelayanan bagi pasien Covid-19. Perjuangannya semakin berat dengan lonjakan Covid-19 yang semakin tinggi di Kota Depok.
Menjadi Ibu dari satu anak dengan beban pekerjaan menjadi perawat khususnya saat pandemi wabah Covid-19 memang tidak mudah. “Saat ini, menjadi perawat dan menjadi ibu bagi anak satu-satunya adalah pilihan yang saya jalani. Saya tidak pernah berpikir untuk meninggalkan salah satunya, sekalipun dengan segala risiko di balik itu semua”, kata Putri.
Mengharuskan memakai baju hazmat dan masker berlapis hingga sesak dan pengap adalah rutinitas harian yang dilakukan oleh Putri. Baginya, jika pengorbanan haruslah dilakukan, pengorbanan diri adalah pengorbanan yang dia pilih sekalipun harus berpanas-panasan di balik baju hazmat dan berjerawat hingga iritasi wajah demi keamanan keluarganya di rumah.
ADVERTISEMENT
Covid-19 memang bisa menyerang siapa saja, sekalipun dengan protokol kesehatan yang sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan untuk seorang perawat. “Sehabis sif, kalau badan sudah terasa enggak sehat, saya memilih untuk tidak pulang ke rumah. Saya lebih memilih untuk nge-kos demi melindungi keluarga sampai sehat lagi” katanya.
Dengan senyuman tipis di bibirnya, Perawat RSUD Kota Depok, Jawa Barat, itu bercerita bahwa hal yang paling menguras emosinya adalah ketika harus mengabdi menjadi perawat dengan jam kerja dan tugas tambahan di tengah wabah Covid-19 bersamaan dengan saat anaknya membutuhkan seorang ibu. “Saya menangis ketika anak saya membutuhkan saya untuk menjadi ibu yang semestinya bagi anaknya, dan saya tidak bisa memenuhi itu. Hati saya seperti bergetar setiap ditanya oleh anak saya ‘ibu kapan pulang?’”
ADVERTISEMENT
Wajah yang tegar dengan tanggung jawab yang besar di balik senyumannya seakan menjadi tamparan bagi kita semua untuk ikut ambil bagian mencegah penyebaran Covid-19. Ini adalah tanggung jawab kita semua, termasuk menghilangkan kekhawatiran Putri bertemu anaknya. (Diaz Salwa, mahasiswa PNJ)