news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

DIPLOMASI KULINER ALA ARUNA DAN LIDAHNYA

Konten dari Pengguna
8 Oktober 2018 0:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dicky Pamungkas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
DIPLOMASI KULINER ALA ARUNA DAN LIDAHNYA
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
(sumber: https://www.facebook.com/palarifilms/)
Dalam hubungan internasional dikenal istilah diplomasi publik, yang secara sederhana diartikan sebagai aktivitas sebuah negara untuk mempromosikan diri dan kepentingannya yang langsung ditargetkan dan berdampak pada publik yang ditujunya. Tujuannya untuk memberikan kesan positif dan dukungan, serta hubungan baik antar negara. Diplomasi publik juga ada memiliki dimensi ekonomi, dimana kesan positif dan dukungan, serta hubungan baik dapat berdampak pada peningkatan hubungan dagang, investasi dan juga saling kunjung wisatawan. Sifat diplomasi publik sangat cair dan sangat terpengaruh oleh inovasi dan kreatifitas, serta dapat memiliki yang bentuk yang beragam, seperti diplomasi kebudayaan ataupun diplomasi kuliner. Medium yang digunakan oleh diplomasi publik pun sangat beragam dan bervariasi.
ADVERTISEMENT
Film merupakan salah satu medium yang seringkali digunakan, baik secara sengaja atau tidak sengaja, sebagai alat diplomasi publik. Negara seperti Amerika Serikat dapat menjangkau dan menyebarkan ‘pengaruhnya’ ke seluruh pelosok dunia melalui Hollywood, begitu juga negara-negara lain seperti China, India, Korea Selatan dan negara-negara di Eropa.
Bagaimana dengan Indonesia?
Film karya anak bangsa dengan visual yang cantik sudah terbukti dapat menjadi alat promosi yang sangat efektif. Contoh saja film “Laskar Pelangi”, film tersebut terbukti dapat mendorong tingkat kunjungan wisatawan ke Bangka Belitung. Pada tahun 2016 tercatat terdapat 516.257 wisatawan berkunjung ke Bangka Belitung (baik wisatawan lokal maupun asing), meningkat dari 223.611 wisatawan pada tahun 2012 (sumber: babel.bps.go.id).
ADVERTISEMENT
Sementara film lain, karya Hollywood, yang mengambil lokasi syuting di Indonesia yakni “Eat, Pray, Love” juga membantu mendorong peningkatan jumlah wisatawan (terutama dari Amerika Serikat) ke Bali. Data dari BPS menunjukan peningkatan yang konsisten turis dari Amerika Serikat, dari tahun 2013 yang berjumlah 105. 863 menjadi 189.814 pada tahun 2017 (sumber: bali.bps.go.id)
Nah, film lain yang saya sangat mengharapkan mempunyai dampak yang sama adalah “Aruna dan Lidahnya”. Film yang diperankan (secara apik) oleh Dian Sastro, Nicholas Saputra, Oka Antara dan Hannah Al Rashid, merupakan film yang saya lihat memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi corong diplomasi publik Indonesia di luar negeri.
Secara dialog dan alur cerita, film ini sangat alami dan cukup ada kompleksitas dalam alur ceritanya. Karakterisasi tokoh-tokoh filmnya sangat membumi, atau dalam bahasa inggrisnya relatable. Saya merasa tokoh-tokoh tersebut mewakili karakter yang dapat dengan mudah kita temui dalam pergaulan sehari-sehari, tidak seperti karakterisasi film-film Indonesia lain, yang terkesan hiperbola dan bergaya sinetron.
ADVERTISEMENT
Pendengaran kita juga selama penayangan film cukup dimanjakan oleh hits-hits lawas yang dinyanyikan ulang secara ciamik.
Secara visual, walaupun film ini tidak melulu menunjukkan keindahan alam Indonesia, namun visual makanan yang ditampilkan cukup membawa kita serasa sedang menikmati hidangan-hidangan yang disajikan dalam film tersebut.
Diluar keindahan visual, karakterisasi tokoh, alur cerita, dan musik pengiring, pesan kuat yang saya tangkap dari film ini adalah kekayaan dan keberagaman kuliner Indonesia. Kita dapat melihat perbedaan dari hidangan yang disajikan di Surabaya, Pamekasan – Madura, Singkawang, dan Pontianak. Dan itu barulah sebagian kecil dari kekayaan kuliner kita. Film “Aruna dan Lidahnya” juga berhasil, setidaknya untuk saya pribadi, untuk mendorong saya untuk berpergian dan mencoba hidangan kuliner di penjuru Indonesia.
ADVERTISEMENT
Film “Aruna dan Lidahnya” memiliki semua hal yang dapat menjadikannya sebagai alat yang efektif dalam diplomasi publik. Salah satu pesan yang tersirat dalam film “Aruna dan Lidahnya”, bahwa sebuah hidangan makanan bukan hanya untuk mengisi perut, tapi ada cerita dan ada sejarah kebudayaan didalamnya. Diplomasi kuliner tidak cukup hanya dengan menyajikan makanan, tapi diperlukan juga sebuah cerita yang memperkuat hidangan tersebut. Dan dalam hal ini, Aruna dan lidahnya tidak hanya harapan semakin berkibarnya dunia perfilman Indonesia yang semakin berkualitas, tapi penguat cita rasa diplomasi kuliner Indonesia.